Jumat, November 04, 2016

konsultasi online peta tata ruang



Percepatan Asistensi Peta Tata Ruang melalui mekanisme konsultasi Online “VikonTarung” : Sebuah proyek perubahan bidang pemetaan tata ruang
Mulyanto Darmawan

Abstrak

Sebagai competence autorithy untuk validasi peta tata ruang sesuai PP no 8 /2013 tentang ketelitian peta tata ruang, Badan Informasi Geospasial (IG) wajib mengembangkan mekanisme konsultasi dan asistensi peta yang efisien, efektif dan aman. Proses asistensi yang dilakukan selama ini masih mengandalkan pada pertemuan langsung antara tim teknis BIG dan tim penyusun peta ruang dari semua daerah yang sedang menyusun dokumen tata ruang wilayah. Selama tahun 2015 saja tercatat sekitar 980 konsultasi daerah ke BIG, atau minimal 3 kali sehari ada kegiatan asistensi daerah di BIG. Tentunya proses asistensi langsung seperti yang selama ini terjadi berdampak pada inefisiensi kegiatan. Menyadari pentingnya peta sebagai dokumen tidak terpisahkan dari rancangan peraturan daerah tentang tata ruang wilayah untuk 20 tahun kedepan, BIG melalui pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PTRA) mengembangkan sistem asistensi berbasis online yang dinamakan “VIKONTARUNG”. Sistem asistensi online diharapkan membantu percepatan asistensi, menjamin keterbukaan dan kemanan data. Sistem vikontarung bertujuan untuk percepatan pemetaan tata ruang adalah prototipe sistem validasi dan konsultasi online yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi berbasis webGIS. Beberapa fitur yang dikembangkan yaitu : registrasi, view status, upload data, interaktif menu, teleconference, screen sharing, dan pelaporan. Tulisan ini mengulas singkat tentang pengembangan program ini latar belakang, tujuan yang ingin dicapai dan evaluasi kemanfaatan berdasar survey dan uji coba kebeberapa daerah.

Latar belakang

Memanfaatkan hari jadi geospasil 17 oktober 2015 Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas mendemokan konsultasi dan validasi peta tata ruang bernama Vikontarung di Aula badan Informasi Geospasial. Peluncuran fasilitas online konsultasi ini untuk menjawab kebutuhan mereka akan konsultasi peta tata ruang wilayah untuk memperoleh proses persetejuan gubernur atas peraturan daerah terkait tata ruang.  
 
Pentingnya peta tata ruang semakin dirasakan dalam beberapa tahun belakangan ini, sejalan dengan adanya sangsi pidana atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai peta tata ruang. Adanya  pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang hanya dapat diketahui apabila tersedia peta tata ruang. Dengan demikian, peraturan daerah (perda) terkait tata ruang akan menjadi dokumen penting sebagai rujukan kebijakan apabila disertai peta tata ruang yang akurat, dapat dipertanggung jawabkan dan substansinya sesuai dengan perda. Bila sebelumnya dokumen perda tata ruang tersebut hanya menjadi pajangan pada lemari para pejabat di pusat dan daerah, saat ini pemerintah daerah seperti berlomba melengkapi peraturan daerah tersebut  untuk proses pengendalian, pemberian ijin dan penanganan konflik pemanfaatan lahan. Apalagi beberapa kepala daerah saat ini masih terjerat kasus hukum akibat pelanggaran tata ruang.

Perda tata ruang bagi pimpinan daerah sedikitnya mewakili empat kepentingan yaitu : sebagai dokumen perlindungan hukum atas kebijakan yang akan diimplementasikan di lapangan, dokumen arahan pengembangan pembangunan 20 tahun kedepan, acuan dalam pemberian berbagai ijin, dan acuan penanganan konflik. Dalam kerangka yang luas ketersediaan dokumen tata ruang merupakan syarat utama dalam penyelenggaraan penataan ruang yang bertujuan mewujudkan wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.

Penyelenggaraan tata ruang dilakukan secara berjenjang dan saling melengkapi. Rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN) yang dituangkan pada skala peta 1 : 1.000.000 akan dilengkapi dengan RTRW propinsi skala 1 : 250.000, demikian pula RTRW propinsi akan dilengkapi RTRW Kabupaten atau Kota pada skala peta 1 : 50.000 / 1 : 25.000 dan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) pada skala 1 : 5.000 merupakan alat untuk pengendalian rencana tata ruang di atasnya.

Meskipun amanahnya jelas, bahwa pemerintah daerah wajib menyelesaikan perda tata ruang paling lambat  dua tahun untuk RTRW Provinsi  dan tiga tahun untuk RTRW Kabupaten/Kota (pasal 78 UU No 26/2007) serta perda RDTR 36 bulan setelah Perda RTRW (PP 15 Tahun 2010  tentang RDTR), dalam kenyataannya belum semua provinsi menyelesaikan amanah tersebut dengan baik. Sampai tahun 2016 ini baru sekitar 29 dari 34 provinsi telah menyelesaikan RTRW provinsi, baru sekitar 50% dari 540 kabupaten mempunyai  tata ruang, demikian pula hanya sekitar 80 dari 94 kota yang mempunyai RTRW perkotaan. Belum lagi RDTR dari sekitar 1491 yang ditargetkan pemerintah dalam RPJM 2014-2019 kurang dari 10% yang sudah selesai raperda RDTRnya. Artinya mesti tidak selesai dan melanggar undang-undang tetap saja tidak ada sangsi berarti.

Sehingga, masalah utama dalam penataan ruang adalah belum selesainya raperda tata ruang yang menjadi landasan legalitas bagi program pembangunan dan bagaimana memberikan kesadaran baik terkait adanya insentif ataupun sangsi kepada pemerintah daerah dalam hal pelanggaran terhadap amanah tersebut.

Oleh karena itu perlu percepatan penyelesaian perda tata ruang dan karena peta bagian tidak terpisahkan dari dokumen tata ruang maka perlu percepatan proses pemetaan tata ruang. Dalam rangka percepatan pemetaan tata ruang, sebenarnya pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 2013 tentang ketelitian peta tata ruang, bahwa penyusunan peta rencana tata ruang wajib dikonsultasikan ke BIG (pasal 7) dan Instruksi Presiden (Inpres) No 8 tahun 2013 tentang percepatan penyelenggaraan informasi geospasial dasar (IGD). Menindak lanjuti keluarnya PP 8/2013 dan Inpres 8/2013 tersebut,  Badan Informasi Geospasial (BIG) mengeluarkan Peraturan Kepala BIG No 16/2014 tentang tata cara konsultasi penyusunan peta RTRW.

Terkait dengan tata cara konsultasi peta tata ruang, standard BIG untuk proses asistensi peta tata ruang meliputi evaluasi aspek geometris, tematik dan konsistensi data. konsekwensi lanjut ketentuan tersebut adalah proses asistensi kepada 34 provinsi, 540 lebih kabupaten dan kota serta 1400 lebih RDTR menjadi lama dan panjang. Kendala ini juga yang menjadi perhatian BIG untuk disederhanakan. Namun, seperti mitos buah simalakama, satu sisi pemerintah ingin kualitas peta tata ruang yang baik (teliti dan akurat) dilain sisi dikejar target penyelesaian yang cepat. Pilihan kepentingan antara berkualitas atau ingin memperbanyak peta tata ruang secara kuantitas.

Bagaimanapun juga, tidak dapat dihindari tuduhan bahwa lambatnya proses pengesahan perda tata ruang yang terjadi saat ini salah satunya, karena masalah persetujuan perpetaan. Bahkan isu desentralisasi  persetujuan peta tata ruang mencuat pada sidang komisi 1 rapat kerja regional (Rakereg) BKPRN tanggal 09 September 2016 di Jogjakarta dengan tema “Penguatan Instrumen Penataan Ruang dalam rangka Percepatan Pembangunan Nasonal”.  Isu desentralisasi persetujuan peta ini muncul ditengah kenyataan baru sekitar 23 dari 1400 lebih wilayah Rencana detil tata ruang (RDTR) yang sudah perda ditahun 2016 dan salah satu kendala utama adalah pada masalah perpetaan.

Oleh karena itu, terkait percepatan meski pada dasarnya saat ini BIG telah mengakomodasi apa yang disebut program asistensi yang melibatkan pelibatan PPIDS (Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial) dan BKPRD, penyediaan tenaga ahli dalam proses asistensi dan onsite supervisi serta percepatan penyerahan citra satelit resolusi tinggi. Maka, konsultasi online merupakan sebuah keharusan dan penerapan program ini bisa menjawab kebutuhan langsung daerah dalam proses asistensi.  Sehingga terobosan percepatan asistensi peta tata ruang melalui pembangunan sistem konsultasi online wajib dilakukan.

Tujuan, Ruang Lingkup dan Manfaat konsultasi online 

Keinginan untuk melakukan terobosan dan percepatan sistem validasi peta tata ruang merupakan satu tujuan utama dibangunnya sistem konsultasi online. Optimalisasi validasi peta tata ruang yang melibatkan peran aktif stakeholder diperlukan. Sehingga, adanya sistem validasi dan konsultasi peta tata ruang (VikonTarung) online ini dapat membantu BIG mencapai tujuan dalam hal :

  •  Percepatan penyelesaian validasi peta tata ruang wilayah guna mendukung Inpres 8/2013 tentang percepatan penyelesaian peta tata ruang dan PP 8/2013 tentang ketelitian peta
  • Optimalisasi mekanisme konsultasi dan validasi peta tata ruang wilayah melalui penyediaan dan pengembangan sistem konsultasi dan pelaporan secara online dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi geografo (SIG).
  • Penguatan sinergi dan peran stakeholder guna penguatan networking untuk validasi dan sosialisasi peta tata ruang wilayah


Adapun manfaat pembangunan sistem VIKONTARUNG

  • Adanya kejelasan program percepatan pemetaan tata ruang oleh BIG sebagaimana diamanahkan dalam PP 8/2013 dan Inpres 8/2013 melalui  ketersediaan tim  sistem aplikasi.
  • Terjaminnya proses validasi peta secara cepat melalui pengurangan frekuensi pertemuan langsung konsultasi, transparan konsultasi, dan online
  • Mengurangi komplain daerah atas lama dan panjangnya proses konsultasi peta tata ruang oleh BIG
  • Proses pengiriman data lebih aman karena melalui fasilitas upload langsung ke server BIG
  • Proses konsultasi terjadwal memudahkan pengaturan waktu dan sumberdaya yang ada
  • Memudahkan proses updating dan dapat memantau status peta mereka secara online
  • Memudahkan alokasi resources (SDM dan ruangan) di BIG untuk proses konsultasi


Kriteria/Indikator Keberhasilan

Proyek perubahan yang dilakukan pada PTRA, BIG terkait konsultasi peta tata ruang diharapkan menjadi model bagi proses konsultasi, asistensi dan validasi informasi geospasial tematik lainnya. Sebagaimana diamanahkan UU no 4 tahun 2014 bahwa setiap penyelenggaraan peta tematik wajib mengacu kepada IGD dan BIG wajib melakukan pembinaan penyelenggaraan IGT. 

Eksisting konsultasi peta tata ruang

Terbitnya berbagai peraturan pemerintah tentang konsultasi peta tata ruang merupakan pekerjaan besar buat BIG sekaligus tantangan. Pekerjaan besar, karena urusan tata ruang semakin menguat isunya secara nasional dan semakin memainkan peran penting dalam pembangunan nasional. Menjadi tantangan, keterbatasan infrastruktur yang ada di BIG untuk mendukung proses validasi tata ruang tersebut. Bila terjadi kelambanan proses validasi peta tata ruang ataupun ketidak akuratan peta tata ruang maka BIG akan menjadi sumber tudingan sumbatan (botle neck) masalah peta tata ruang.

Eksisting mekanisme dan proses konsultasi peta tata ruang dapat dilihat dari aturan yang tertuang dalam perka BIG NO 16 tahun 2014 seperti tersaji dalam Gambar 1. Tahap pertama pemohon-dalam hal ini adalah pemerintah daerah, mengajukan konsultasi ke Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PTRA), BIG dengan menggunakan fax, pos, kurir ataupun surat elektronik. Tahap berikutnya adalah, pelaksanaan konsultasi, proses ini yang sangat menguras waktu, fikiran dan tenaga. Berbagai masalah teknis dibahas dalam pertemuan ini dan memerlukan waktu yang cukup panjang. Tahap akhir rekomendasi atau persetujuan peta tata ruang. Rekomendasi akhir keluar setelah melalui rapat pleno yang dihadiri oleh bukan hanya tim teknis penyusun tata ruang tetapi juga unsur pimpinan.

Pada tahap konsultasi, setiap pemohon mendapat penjadwalan konsultasi selambatnya tiga hari kerja. Pada tahap ini pemohon diminta menyerahkan data dasar, data tematik yang digunakan, dan Raperda Tata Ruang bila sudah ada. Selanjutnya data yang diterima akan dilakukan verifikasi oleh tim BIG. Verifikasi peta tata ruang meliputi 4 aspek (Gambar 2) yaitu aspek peta dasar terkait peta dasar yang digunakan dan tingkat ketelitian meliputi ketelitian geometris berupa sistem referensi, skala dan unit pemetaan; aspek peta tematik meliputi jenis peta tematik yang digunakan dan ketelitian muatan ruang meliputi kelas unsur dan simbolisasi; aspek substansi meliputi kesesuaian antara peta rencana dan raperda; dan aspek kartografi berupa simbolisasi, pewarnaan dan layout peta.

Gambar 1. Alur proses konsultasi peta tata ruang sesuai perka BIG No 16 /2014


Setelah selesai proses konsultasi akan ada berita acara pemeriksanaan, berisi waktu dan tempat pemeriksaan, materi verifikasi dan rekomendasi perbaikan yang ditanda tangani oleh tim konsultasi dan pemohon. Setelah diperbaiki pemohon wajib melakukan permohonan konsultasi berikutnya. Setelah proses perbaikan dan verifikasi selesai, pemohon akan mendapatkan surat rekomendasi yang ditanda tangani oleh kepala Pusat Pemetaan tata Ruang dan Atlas. Surat rekomendasi ini selanjutnya akan digunakan oleh pemda kabupaten untuk mendapatkan persetujuan gubernur (persub) dan selanjutnya ditetapkan Perda tata ruang bersama anggota Dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD)

Gambar 2. Tahapan proses konsultasi tata muka untuk validasi peta RTRW

Dalam prakteknya proses asistensi sangat dinamis, sulit menentukan ukuran waktu penyelesaian. Semua mekanisme konsultasi dan asistensi yang diuraikan di atas memerlukan pertemuan tatap muka. Konsekwensinya, diperlukan waktu dan pembiayaan untuk proses setiap step konsultasi. Bila setiap proses asistensi memerlukan pertemuan hingga 2 kali (minimal) maka proses rekomendasi yang meliputi 4 tahap, maka tahap asistensi memerlukan minimal 8 kali pertemuan.  Semakin banyak pertemuan semakin tidak efisien dan semakin lama waktu penyelesain. Sehingga dapat terbayang waktu yang dibutuhkan untuk konsultasi seluruh 1491 peta RDTR. Sehingga wajar status asistensi peta tata ruang oleh BIG masih sangat rendah seperti tersaji pada Gambar 3, 4, dan 5 di bawah.

Gambar 3. Status September 2016 proses asistensi peta tata ruang provinsi.





Gambar 4. Status September 2016 proses asistensi peta tata ruang kabupaten



 Gambar 5. Status September 2016 proses asistensi peta rencana detil tata ruang



Sekilas Sistem VikonTarung

Penjelasan sistem konsultasi online yang saat ini sedang dibangun telah diuji coba di beberapa lokasi di Jawa Tengah yaitu Semarang, Boyolali dan Batang dengan hasil yang cukup memuaskan. Sistem VIKONTARUNG yang dibangun adalah prototipe sistem asistensi peta tata ruang versi awal yang memanfaatkan teknologi GIS berbasis Web. Vikontarung dibangun oleh Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PTRA) dengan bantuan pengembangan aplikasi oleh Pusat Pengelolaan dan Penyebarluasan IG (PPIG). Pembangunan sistem validasi dan konsultasi online dilakukan secara bertahap dan telah melalui serangkaian diskusi, substansi kebutuhan fitur yang diperlukan untuk konsultasi.

Sistem ini mempunyai beberapa fitur yang dapat digunakan pengguna untuk proses validasi yaitu : registrasi, pengaturan jadwal, upload data, chating, screen sharing, dan pelaporan (Gambar 6). Peta final tata ruang dapat pula dipublikasi melalui mekanisme tertentu berupa pelayana servis dalam format web map services (WMS).  Ilustrasi komunikasi diagram pengguna disajikan pada Gambar 7. Pengguna, dalam hal ini pemda terlebih dahulu melakukan registrasi pada sistem tersebut. Selanjutnya mereka dapat melakukan penjadwalan untuk konsultasi ke BIG dengan identitas yang telah meregister. Operator di BIG selanjutnya akan melaporkan dan menjadwalkan waktu asistensi. Asistensi selanjutnya dapat dilakukan untuk aspek peta dasar, peta tematik, sumber data, peta rencana tata ruang dan album peta.



Gambar 6. Fitur aplikasi pada Sistem validasi yang akan dikembangkan
Gambar 7. Ilustrasi diagram komunikasi pengguna pada sistem validasi online

Evaluasi permasalahan model sistem online

Berdasarkan penilaian prioritas masalah terkait keinginan penggunaan konsultasi online, terdapat masalah utama dengan bobot prioritas yang  nilainya tinggi dan merupakan masalah  penting untuk segera diselesaikan adalah “Terbatasnya sarana dan prasarana untuk memberikan konsultasi peta tata ruang yang dilakukan pada Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas BIG”.  Sehingga, perlu peningkatan sarana dan prasarana untuk mendukung konsultasi online. Peningkatan sarana dan prasarana selalu berhadapan dengan masalah. Terdapat empat kendala dalam program peningkatan sarana dan prassana berdasar pisau analisis masalah dengan Causal Map seperti tersaji dalam Gambar 8 :



Model Canvas pertama kali diusulkan oleh Alexander Osterwalder based on his earlier book: berdasarkan tulisannya berjudul “Business Model Ontology. Canvas Model menguraikan beberapa resep yang membentuk blok bangunan untuk kegiatan. Hal ini memungkinkan bisnis baru dan yang sudah ada untuk fokus pada manajemen dan pemasaran rencana operasional serta strategis. Bisnis model ini adalah  model yang penjelasan mengenai bagaimana proyek perubahan ini dijalankan dan untuk bahan evaluasi sejauh mana setiap bagian menghasilkan bukti. Secara umum proses pelaksanaan pembangunan sistem online dapat digambarkan seperti tersaji pada Gambar 9.
Gambar 9. Canvas model pembangunan sistem validasi dan konsultasi tata ruang


Dalam canvas model terdapat ini terdapat sebelas (11) blok atau sgemen yang mesti diisi dan menjelaskan hubungan masing-masing blok.


a.  Nilai yang ditawarkan dari sistem ini adalah : mempersingkat waktu konsultasi, efisiensi waktu, adanya peningkatan pemda yang datang berkonsultasi, menjamin transparansi, keamanan data dan share screen untuk view status.

b.      Hubungan antar klien : dalam hal ini pemda melakukan konsultasi dan validasi peta tata ruang kepada BIG, mengajukan asistensi penyusunan peta tata ruang, dan memfasilitasi bimbingan teknis serta meminta uji akurasi data

c.      Pelayanan yang diberikan oleh melalui sistem online adalah : registrasi, konsultasi, validasi, view status peta, upload data, dan chating message

d.      Target klien : pemerintah daerah  dan beberapa kementerian/lpnk terkait dengan tata ruang

e.      Kegiatan Utama proyek perubahan ini adalah : pembentukan tim, pembangunan sistem Vikon Tarung, uji coba sistem agar dpat diterapkan, sosialisasi akan rencana konsultasi online, bimbingan teknis penggunaan aplikasi, implementasi konsultasi online dan penyusunan panduan atau modul.

f.       Sumber daya yang digunakan adalah : teknologi berupa webgis dan sistem vidio konferen, SDM berupa tim efektif, dukungan pimpinan/stakeholder sebagai legalitas

g.      Mitra kerja : Dalam proyek ini berhasil diidentifikasi mitra kerja sebagai berikut dibawah. Mitra kerja berasal dari Internal dan ekternal. Internal meliputi keseluruhan pusat yang ada di Badan Informasi Geospasial, sementara mitra eksternal utama adalah dari Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Bappenas dan Kementerian Dalam negeri serta pemerintah daerah.

h.      Unsur Biaya : kegiatan ini menggunakan pendanaan dari dukungan anggaran yang ada pada PTRA. Khusus untuk pembangunan sistem PTRA mendapat dukungan dari Pusat Pengelolaan dan penyebarluasan IG yang merupakan pusat data dan informasinya BIG. Surat pengajuan dan jawaban (terlampir)

i.       Imbalan; seluruh proses konsultasi dilakukan secara free

j.       Resiko : terdapat beberapa resiko dalam menjalankan aplikasi ini yaitu :

  •   Jaringan internet yang rendah, hasil ujicoba menunjukkan diperlukan minimal 2 M kecepatan internet

  •    Dukungan K/L pusat untuk sistem vaikontarung belum optimal bahkan sebagian meragukan daerah bisa melakukan konsultasi secara online

  •   Beberapa daerah khawatir bila semua online mereka tidak dapat lagi melakukan memanfaatkan perjalanan dinas mereka

  •  Maintenance sistemnya lebih sulit dan resiko adanya beberpa source yang digunakan berbasis opensource

  •   Selain itu terdapat masalah kesiapan daerah dalam membangun IDSN (infrastruktur data spasial nasional) berupa penguatan pada SDM, kelembagaan, payung hukum, teknologi dan standar yang masih rendah. Hasil survei secara terpisah BIG menunjukkan kemapuan daerah dalam hal IDSN berbeda dan secara umum masih belum merata distribusi SDM yang memahami bidang perpetaan atau sistem informasi geografi.

k.    Legalitas kegiatan ini adalah terutama mengacu kepad PP 8/2013 ketelitian peta dan Inpres 8/2013 percepatan penyusunan RTRW serta UU 26/2007 tentang penataan ruang dan UU 11/2011 informasi Geospasial
l.       Akuntabilitas dalam hal ini adalah manfaat yang dihasilkan dari adanya siatem ini berupa percepatan frekuensi pertemuan, layanan  online, IKUnya BIG dalam hal percepatan pemetaan tata ruang

m.    Sustainabilitas : untuk menjaga keberlanjutan program ini dilakukan rencana pengelolaan oleh tim efektif secara rutin dan melakukan pengembangan.





Penutup : Kesimpulan dan Rekomendasi

Sebagai akhir dari tulisan ini dapat disampaikan bahwa pembangunan sistem validasi dan konsultasi peta tata ruang secara online “VikonTarung” merupakan salah satu tugas dan fungsi dari Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PTRA) BIG sesuai peraturan Kepala BIG tentang organisasi dan tata laksana. Tugas ini dimaksudkan sebagai inovasi untuk mendukung implementasi dari Inpres No 8/2013 Percepatan penyusunan peta tata ruang  dan PP No 8/2013 tentang ketelitian peta.

Beberapa poin penting yang ingin disampaikan terkait pembangunan sistem online yaitu :

1)      Tujuan pembangunan sistem VikonTarung antara lain membantu percepatan penyelesaian tata ruang, optimalisasai mekanisme konsultasi dan penguatan sinergi antar stakeholder dicapai melalui beberapa indikator keberhasilan yaitu terbentuknya tim validasi antar sektoral, adanya sistem yang siap diimplementasikan, dan adanya dukungan dari beberapa stakeholder terkait.

2)      Sinergi antar stakeholder merupakan satu syarat utama berlangsungnya proses konsultasi secara online.

3)      Manfaat dari pembangunan sistem ini akan terlihat pada jangka menengah dan panjang. Pembangunan aplikasi sistem online peta tata ruang merupakan area yang sangat sensitif dan langsung berhubungan dengan klien utama yaitu pemerintah daerah dalam validasi kualitas peta tata ruang yang dihasilkan. Diperlukan beberapa uji coba untuk memastikan sistem dapat dioperasionalkan dengan baik.

4)      Dari beberapa rangkaian diskusi dengan pemerintah daerah didapatkan fakta menarik bahaw manfaatnya sistem online sangat terasa bagi pemda terutama dalam hal mengurangi waktu konsultasi yangawalnya memerlukan tatap muka beberapakali bisa dikurangi, selain itu juga meningkatkan efisiensi dana dan menjamin keterbukaan dalam proses konsultasi.

5)      Sistem yang dikembangkan memiliki beberapa fungsi pelayanan online yaitu penjadwalan, vidio konferesi, chatting message, dan mengakomodir tool dari teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk updating peta secara langsung melalui dukungan sharescreen, serta backup data.

Selain itu untuk kesempurnaan dan optimalisasi pengembangan sistem kedepan perlu disampaikan rekomendasi sebagai berikut :

1)      Terhadap teknologi konsultasi online, masih perlu dilakukan evaluasi secara terpisah oleh para pakar bidang IDS dan programes webgis untuk optimalisasi sistem dan menghilangkan keterbatasan fungsi yang ada sekaligus untuk menambah fitur yang diperlukan untuk kemudahan dan kecepatan proses konsultasi serta keamanan data.

2)      Terhadap tim validasi, diperlukan penguatan sinergi antar stakeholder pusat untuk menumbuhkan keyakinan dan dukungan yang penuh dari stakeholder, bahwa proses verifikasi peta adalah tanggung jawab bersama, mulai dari aspek geometris yang memang tanggung jawab BIG dan aspek substansi yang menjadi tanggung jawab kementerian ATR/BPN dan pemda yang bersangkutan.

3)      Perlunya bimbingan teknis baik bagi staf internal BIG dan juga Pemda agar terbiasa dengan semua fitur yang tersedia  dalam sistem online sehingga lebih mudah digunakan. Pengembangan dan pengelolaan sistem kedepan tentunya juga berdasarkan masukan dari mereka yang mengelola dan mengopersonalisasikan sistem tersebut.

4)      Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pengembangan sistem validasi dan konsultasi peta tata ruang online sehingga proses konsultasi dapat dilakukan secara cepat dan tepat sasaran.

 Bogor, 4 november 2016