Rabu, Desember 31, 2008

HAPPY NEW YEAR 2009

SELAMAT TINGGAL TAHUN 2008...SELAMAT DATANG TAHUN 2009...

SEMOGA DI TAHUN 2009 KEHIDUPAN KITA MENJADI LEBIH BAIK...
BBM TURUN HARGA-HARGA TURUN DAN ONGKOS ANGKOT TURUN..
TUNJANGAN DAN GAJI NAIK...REZEKI NAMBAH.
BISA MEMPERBAIKI RUMAH...
BISA MAPAN DALAM KARIR DAN BEKERJA ...
MENANTI KEDATANGAN SI KECIL ...
TERHINDAR DARI NAFSU DAN GODAAN SYETAN UNTUK BERBUAT MAKSIAT.
BERTAMBAH KETAQWAAN DAN IBADAH KEPADA ALLAH SWT...
SEMAKIN TAWADLU DAN SABAR...
RAJIN MELAKSANAKAN IBADAH...
GEMAR BERAMAL DAN SHODAQOH....
SEDIKIT MUSUH DAN BANYAK TEMAN ...
MELAKUKAN HAL LUAR BIASA DENGAN HAL YANG BIASA ...AMIN

DEM DAN STUDI ALIGMENT JALAN RAYA

Pembangunan jalan highway memerlukan investasi sangat besar untuk itu memerlukan perencanaan jalan maksimal dengan melakukan studi dari berbagai aspek. Studi jalan highway meliputi topografis (terain dan penutupan lahan), geologi, konstruksi jalan dan sosial. Tantangan terbesar dalam perencanaan jalan highway di Provinsi NAD adalah kondisi terain yang bergunung khususnya di bagian tengah, struktur geologi dengan gerakan tanah yang aktif dan area rawa pada beberapa bagian pantai timur, sentra kegiatan ekonomi masyarakat yang tersebar, tingkat kerawanan sosial yang tinggi. Dalam menghadapi berbagai masalah ini diperlukan peta akurasi tinggi sepanjang jalur alternatif jalan highway dimaksud. Seiring perkembangan teknologi pemetaan maka peta alternatif jalan highway harus dalam format dijital dengan sistem koordinat nasional sehingga dapat secara mudah digunakan dengan software GIS dan Remote Sensing.

Selain itu untuk merencanakan jalan baru atau merelokasi fasiltas jalan yang ada dengan pendanaan yang efektif dan efisien, diperlukan informasi koridor terrain (Terrain corrider). Pemetaan terrain yang akurat sangat penting untuk perencanaan dan desain koridor jalan raya (highway), pendugaan dampak lingkungan dan pengelolaan asset infrastruktur.

Jalan highway di Provinsi NAD memiliki volume pekerjaan dengan luas 18.000 km persegi, berupa lebar alternatif koridor (buffer) dari jalan utama ke arah kiri dan kanan jalan, dan panjang jalan sekitar 450 km.

Peran data DEM dalam studi alignment dapat dilihat dari pentingnya informasi akan terrain dalam studi ini. Data DEM memberikan informasi informasi terrain dan informasi ketinggian objek pada permukaan bumi. Data DEM (Digital Elevation Model) sendiri adalah data yang berisikan ketinggian suatu daerah terhadap satu bidang referensi tertentu. DEM dapat berupa : DSM (Digital Surface Model) yaitu data ketinggian permukaan objek yang ada di muka bumi seperti pepohonan dan bangunan, atau DTM (Digital Terrain Model) yaitu data ketinggian permukaan bumi (bold earth).

Proses pembuatan DEM dapat dilakukan melalui metode

1. Pengukuran langsung di lapangan seperti menggunakan levelling/waterpas atau menggunakan GPS-heighting (DGPS, RTK).
2. Menggunakan citra/foto udara. Yaitu satu citra/foto hanya memberikan informasi 2D, untuk memperoleh informasi ketinggian selalu diperlukan 2 citra dari daerah yang sama yang diambil dari posisi yang sedikit berbeda. Oleh karena itu diperlukan foto udara/citra optis: stereoskopi atau bisa pula menggunakan citra radar: interferometry (IFSAR) dan radargrammetry
3. Laser scanning: airborne atau terrestrial LIDAR


MASALAH /TANTANGAN

Masalah utama dalam penyediaan data dijital DEM wilayah Banda Aceh – medan sbb.
1. Sumber data yang ada belum meliput seluruh area dengan akurasi dan standar data yang seragam. Sumber data yang tersedia antara lain: data IFSAR, Foto Udara, Citra Satelit Resolusi Tinggi yang hanya mencover sebagian wilayah pantrai timur dan Peta Rupa Bumi – BAKOSURTANAL. Dengan system overlapping data yang ada dan data dijital tersedia maka dimungkinkan menyediakan data peta meliputi wilayah Banda Aceh hingga Aceh Tamiang,

2. Data IFSAR terdiri dari DSM – Digital Surface Model (data DEM dari first surface sinyal radar Band C) dan ORI (Ortho Rectified Image). Sedangkan DEM untuk rencana jalan highway memerlukan riil ground atau DTM (Digital Terain Model). Untuk melengkapi data IFSAR masih diperlukan Foto Udara dengan pemetaan fotogrametri dengan skala besar. Kedua data IFSAR dan fotogrametri ini dapat dipergunakan sebagai sumber data topografi tiga dimensi yang memadai.

3. Data liputan lahan tidak tersedia, sementara data IFSAR yang ada tidak dapat digunakan untuk interpretasi lahan. Diperlukan data optis seperti SPOT 5 atau data satelit Landsat. Data yang bersumber pada citra satelit optis dapat memberikan informasi penutupan lahan tetapi tidak dapat dipergunakan untuk membuat DEM dengan akurasi yang memadai untuk perencanaan jalan highway.


METODOLOGI PEMBUATAN DEM

Permukaan bumi, merupakan fenomena yang kontinyu. Satu titik di permukaan bumi akan selalu berhubungan dengan titik pada permukaan bumi lainnya. Model elevasi dijital atau Digital Elevation Model (DEM) adalah representasi permukaan bumi dalam bentuk dijital. Arah dan gerakan air di permukaan bumi sangat erat kaitannya dengan bentuk permukaan bumi. Fitur hidrologi, seperti pola aliran serta daerah aliran sungai akan lebih mudah diekstraksi dari model elevasi dijital. Dengan mengetahui bentuk permukaan bumi, dapat membantu dalam perhitungan analisis beaya yang mencakup aspek transportasi atau aksesibilitas.

Model elevasi dijital adalah suatu data yang berisi data ketinggian suatu bentang lahan. Digital Elevation Model (DEM) adalah kumpulan titik-titik ketinggian suatu area. DEM dibangun dengan kumpulan titik-titik yang bergeoreferensi dalam suatu wilayah pemetaan. Elevasi (ketinggian) biasanya disimbolkan dengan Z, ditambahkan dalam suatu koordinat horizontal X, Y. Keunggulan penggunaan citra radar adalah tidak tergantung cuaca daapat tembus awan.

Surface/permukaan yang disajikan dalam format grid sering dikenal dengan ‘functional surface’. Functional surface adalah kontinyus . Setiap lokasi x,y, hanya mempunyai satu nilai z. Kontur atau isoline, sering digunakan untuk mendefinisikan karakteristik umum sepanjang garis. Kontur, secara teknis adalah menghubungkan nilai-nilai yang sama, dalam hal ini kontur menyajikan ketinggian yang sama. Triangular Irregular Network (TIN), adalah struktur data vector yang digunakan untuk menyimpan dan menyajikan suatu model permukaan. TIN membagi ruang geografis dengan menggunakan sejumlah data titik yang tersebar secara irregular, masing-masing mempunyai x,y dan z. Titik-titik dihubungkan oleh garis yang membentuk-bidang-bidang segitiga, dan akhirnya membentuk permukaan kontinyus yang menggambarkan lereng.

Tahapan pembuatan data IFSAR yang dilakukan BAKOSURTANAL adalah sebagai berikut :
1. Pemotretan Lokasi dengan pesawat untuk mendapatkan data Radar
2. Registrasi data kompleks Radar (A1 dan A2) yang berisi amplitudo dan fasa sinyal
3. Pembuatan interferogran, yaitu perbedaan fasa antara A1 dan A2. Nilai perbedaan fasa ini pada kisaran antara 0 dan 2 π (phi).
4. Phase unwrapping untuk mengetahui nilai perbedaan fasa yang sesungguhnya.
5. Konversi nilai perbedaan fasa ke nilai ketinggian


Untuk perencanaan jalan highway raya memerlukan data DEM yang menggambarkan dengan persyaratan :
- Terain adalah permukaan bumi riil (bukan DSM)
- Grid DEM yang seragam dan cukup rapat (Griding berkisar 3 meter)
- Sistem koordinat planimetris UTM
- Koordinat Tinggi dengan referensi geoid lokal – bukan tinggi referensi global
- Format DEM dapat dibaca software ArcGIS, AutoCAD dan software Remote Sensing atau viewer lainnya yang banyak tersedia secara free seperti autodem (www.autodem.com).

Proses pembuatan DEM dari berbagai sumber data tersebut di atas dengan melakukan:
1. Rectifikasi data IFSAR dengan data rupabumi (RBI) skala 1:10.000 dan 1:50.000 , sehingga menghasilkan data ORI sebagai kontrol dan foto udara serta data lain yang merupakan bagian dari fundamental dataset jaring kontrol vertical (Titik Tinggi Geodesi) dan horizontal wilayah NAD.
2. Pengolahan data DSM (dijital surface Model) dan DEM dilakukan menggunakan stereo plotting dan teknik photogrametri dari Data ORI.
3. Tahapan yang paling penting adalah atas pengumpulkan data breakline terain, spot height, dan pola hidrologi, image mosaicing dan control point.
4. Proses DEM dari data hasil stereoplotting – pembentukan TIN dan griding DEM. Tahap pekerjaan ini menggunakan software remote sensing atau software khusus.
5. Overlay antara data DEM hasil fotogrametri dan image IFSAR dan data vector alternatif jalur jalan highway yang ada sebagai studi awal alternatif jalan highway (preliminary study).
6. Overlay antara data ifsar dan data fotoudara untuk mendapatkan keakurasian DEM dilapangan

Peralatan yang digunakan dalam proses stereoplotting menggunakan alat dan software:
1. Komputer/Workstation dengan dual processor dilengkapi card 3D, dual monitor
2. Software – softcopy photogrametri misal: summit evolution, socet set dll.
3. Proses DEM dan Griding menggunakan alat dan software remote sensing dan GIS
4. Komputer Desktop dengan speed tinggi dan RAM besar dilengkapi

AKURASI DATA DEM

DATA DEM yang dihasilkan, adalah sistem STAR-3i dengan ketelitian vertikal DSM sebesar maksimum 3 m dan DEM maksimum 1 meter. Untuk pemetaan skala 1:25.000 diperlukan ketelitian ketinggian sekitar 4 m, sehingga DEM dari ini memenuhi kriteria ini untuk pemetaan hingga 1:5.000-hingga 1:10.000

Solusi Barang Bekas Berkualitas (BBQ) di Perum Widyatama Indah


...Tanpa disadari barang-barang lama dirumah kita semakin menumpuk... dan ini terjadi hampir setiap tahun...padahal ada orang lain yang barangkali masih memerlukannya... lalu bagaimana solusinya....


Keberadaan barang bekas selain perlu ruang khusus penyimpanan, acapkali timbul masalah lingkungan seperti bau tidka sedap, penuh sarang nyamuk, sarang tikus, bahkan mengganggu keindahan rumah kita.

Barang-barang tersebut sebenarnya masih mempunyai nilai ekonomis atau masih dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Dalam arti kata barang tersebut masih dapat digunakan ulang (ReUSe), atau di daur ulang (ReCycle) bahkan diubah ke bentuk lain (ReForm). Dengan 3R konsep itulah Barang-barang lama yang masih berkualitas kita atasi..

BAZAR BBQ yang tiap tahun di adakan di perumahan Widyatama Indah bisa dinilai cukup sukses. Acara tersebut yang selalu diadakan menjelang tahun baru pada minggu pertama dijadikan sebagai sarana penjualan, pertukaran (barter), penyaluran hingga amal barang-barang lama yang masih punya nilai ekonomis namun sudah tidak lagi berguna bagi pemiliknya disekitar perumahan Widayatama Indah tersebut. Selain itu Bazar tersebut juga mempererat silaturahmi antar warga perumahan dan penduduk sekitar, yang pada beberapa wilayah seringkali memunculkan masalah sosial yang cukup komplek.

VISIT YEAR 2009 dan ATLAS PARIWISATA


Visit Indonesia Year tahun 1991 menyerap sekitar 2,5 juta wisatawan manca negara dinilai sukses oleh pemerintah Indonesia. Demikian pula VIY 1992, 1993 dan seterusnya termasuk VIY 2003 yang diperkirakan akan terganggu akibat peritiwa "rekayasa "BOM BALI tahn 2002 ternyata masih menyerap kunjunguan jutaan wisatawan mancaneara ke Indonesia.

Keberhasilan VIY tersebut tentunya tidak lepas dari adanya peningkatan berbagai fasiltas, baik berupa perbaikan hotel berbintang maupun kebijakan bebas visa kepada wisatawan dari beberapa negara ataupun visa on arrival (visa di tempat kedatangan) kepada wisatawan mancanegara lainnya.

Namun demikian, keberhasilan mendatangkan wisatawan mancanegara tersebut diharapkan dapat terus terulang tiap tahunnya. Banyaknya kunjungan wisatawan ke negara kita ini diharapkan dapat meningkatkan pula taraf hidup masyarakat Indonesia secara langsung atapun tidak langsung serta kewibawaan bangsa secara umum. Selain perbaikan berbagai fasilitas infrastruktur fisik, ketersediaan data dan informasi berupa Atlas pariwisata (seperti peta pariwisata NAD di atas) sebenarnya juga merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Peta ataupun Atlas (kumpulan peta dengan satu atau beberapa tema)pariwisata memudahkan perjalanan dan memperlancar arus informasi dan komunikasi.

Hanya memang patut disayangkan penggunaan peta dan Atlas rupanya belum membudaya di Indonesia. Masyarakat lebih suka mengandalkan BERTANYA daripada melihat PETA untuk mencari informasi atau membantu perjalanan mereka. Menjelang tahun 2009 ini saatnya kita budayakan BUDAYA BERPETA sebagai ganti BUDAYA BERTANYA" dalam menunjang Visit Indonesian Year 2009.

Remote sensing dan Rawan Banjir

Teknologi remote sensing (penginderaan Jauh) sebagai sarana penyedia data dan informasi dewasa ini telah berkembang sangat pesat. Pemakaian citra satelit resolusi tinggi telah menggantikan cara-cara konvensional dalam hal inventarisasi dan evaluasi sumberdaya alam serta pemantauan lingkungan dan perencanaan pengambilan keputusan. Pesatnya perkembangan teknologi ini tentunya sangat menguntungkan bangsa Indonesia terutama dalam menyiapkan sistem informasi kerawanan bencana, khsusunya banjir...

Indonesia sebagai Negara yang ter;etak sepanjang garis khatulistiwa, memiliki musim hujan dna musim kemarau yang tegas. Keberadaan musim tersebut setiap waktu dan tempat berbeda. Wilayah Indonesia Barat memiliki musim hujan atau bulan basah cukup banjyak, mencapai 10 bulan, bahkan kota Bogor terkenal sebagai kota hujan karena tidak terdapat bulan kering. Sementara wilayah Indonesia Timur memiliki bulan basah yang selatif sedikit dari bulan kering, bahkan pada wilayah Nusa Tengara bulan basahnya kurang dari 4 bulan. Banyaknya bulan basah dapat dijadikan indikasi banyaknya kejadian banjir pada daerah tersebut.

Penyebab banjir umumnya karena curah hujan yang tinggi. Banjir dapat pula disebabkan oleh pasang surut air laut dikenal sebagai banjir ROB atau bobolnya tanggul sungai atau bendungan.

Air hujan yang turun pada suatu daataran akan mengalir kedataran yang lebih rendah dengan menghanyutkan partikel-partikel tanah dan berbagai jenis polutan. Jika Volume air yang mengalir melebihi kapasitas daya tampung air pada dataran rendah, maka dapat dipastikan banjir. Kasus seperti ini dapat dijumpai di beberapa pelosok daerah di JABODETABEK.

Pasang surut air laut menimbulkan gelombang besar di sungai dan meluap pada daerah sekitarnya. Kasus ini banyak dijumpai pada daerah-daerah sekitar sungai besar di Sumatera, Kalimantan dna Papua dengan areal genangan bisa mencapai ratusan kilometer. Apabila debit air sungai terlalu besar akibat intensitas hujan tinggi dapat menyebabkan bobolnya bendungan sehingga menimbulkan banjir, seperti kasus banjir di kota Semarang, atau Bojonegoro.

Kasus-kasus banjir di wilayah Indonesia mempunyai karakteristik berbeda sperti: banjir di Sumatera Utara (Medan) terjadi akibat luapan sungai yang melebihi debitnya. Banjir di Padang dan Bengkulu sebagai akibat perpaduan antara gelombang laut dan sungai-sungai disekitarnya yang meluap. Banjir di Jambi dan kota-kota di Jawa Tengah akibat meluaonya sungai Batanghari dan Bengawan Solo akibat intensitas hujan yang tinggi. Banjir di Lampung disebabkan oleh berkurangnya daya resap tanah didaerah hulu akibat perusakan hutan.

Banjir yang menggenangi dataran rendah biasanya cepat menyusut apabila jenis tanahnya mempunyai aggregate mantap dan drainasi baik. Sementara banjir akibat meluapnya air sungai akibat pasang surut memerlukan waktu penurunan air lebih lama, karena biasanya tanah-tanah pada wilayah pasang surut berdrainase buruk.

Karakteristik banjir pada suatu daerah dapat difahami dari bentuk lahan (kondisi geografi), keadaan topografi, jenis tanah, jenis penggunaan lahan dan keadaan penutup lahan. Debit maksimum dapat pula ditambahkan sebagai faktor yang menentukan untuk pendugaan banjir pada suatu kawasan. Sebagai besar factor yang mempengaruhi debit maksimum dapat dipantau melalui citra satelit ataupun foto udara, seperti pola penggunaan lahan, kondisi hutan, bentuk lahan, jenis lereng, pola alur sungai, dan proses geomeorfologi. Sementara factor lainnya seperti sifat fisik tanah tanah dan curah hujan dapat dilakukan pengamatan secara langsung melalui survei multi tingkat (multi stage survey).

Remote sensing dapat diartikan sebagai cara memperoleh informasi dari objek atau gejala di atas muka bumi secara tidak langsung. Saat ini bahkan beberapa jenis citra penginderaan jauh dapat mengambil informasi beberapa meter di bawah muka bumi.

Pemanfaatan citra satelit untuk pemantauan banjir dilakukan melalui pendekatan geografi dan lingkungan yang bersifat makro dan synopsis, sehingga memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang areal banjir.

Kondisi geografi dan lingkungan yang dapat dipantau lewat citra satelit meliputi: bentuk lahan, keadaan topografi, luas daerah aliran sungai (DAS) termasuk luas areal banjir, vegetasi penutup lahan terutama hutan.

Bentukan lahan memberi gambaran tentang daerah-daerah sasaran banjir, seperti rawa belakang (back swamp), danau tapal kuda (Oxbow lake), dan dataran banjir (flooded plains) merupakan daerah rawan banjir akibat meluapnya air sungai. Sebaliknya dataran antiklinik, dataran perbukitan dan bentukan asal denudasional merupakan daerah bebas banjir tetapi keadaanya dapat menjadi sebab banjir pada dataran rendah di bawahnya, akibat rusaknya sistem tata air dan jenis tanah yang peka terhadap erosi.

Tipe tanah yang dominan peka terhadap erosi, biasanya berasal dari tanah-tanah yang baru berkembang. Topografi bergelombang serta lereng curam menyebabkan timbulnya banyak tanah longsor dilereng-lereng pegunungan dan genangan banjir pada dataran rendah.

Kondisi hutan yang rusak akibat illegal logging, perladangan berpindah, konsesi dan konversi hutan menyebabkab rusaknya tata air tanah dan turunnya produksivitas lahan sehingga menimbulkan kerawanan banjir pada musim hujan.

Faktor-faktor yang digambarkan di atas dapat dipantau dengan bantuan teknologi penginderaan jauh untuk menentukan variabilitas informasi banjir. Informasi yang didapat pada tahap awal berupa luasan areal yang kena banjir ataupun areal yang potensial banjir. Selanjutnya dapat pula diketahui kualitas air banjir (menyangkut tingkat kekeruhan, kandungan Lumpur, dan debit banjir) dan terakhir penyebab utama banjir pada suatu daerah, pendugaan areal yang paling parah terkena dampak banjir dan membutuhkan penyelamatan segera…

Seluruh Propinsi di Indonesia Rawan Banjir

Selama Musim hujan hampir tidak ada wilayah di Indonesia yang tidak terimbas banjir. Mulai dari wilayah-wilayah di Pulau Sumatera, Pulau Djawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat,Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku, serta Papua. Selain karena wilayah tersebut yang secara potensi memang merupakan daerah banjir -lihat pendekatan landsystem untuk rawan banjir-, kesalahan tata ruang dan eksploitasi hutan berlebihan juga sebagai penyebab lain terjadinya banjir. Jadi ya janganlah meneluh kalau daerah anda rawan terkena banjir, karena ratusan mungkin ribuan wilayah lainnya juga mengalami hal yang sama...

PULAU SUMATERA
Wilayah rawan banjir banjir pulau Sumatera cukup merata terutama pada sepanjang pesisir pantai utara mulai dari Propinsi Daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Riau, Jambi hingga propinsi Sumatera Selatan dan Lampung.

Khusus wilayah propinsi NAD banjir seperti sebuah kejadian rutin, terbesar sekitar tahun 2000 dimana lebih dari separuh kota Banda Aceh terendam air. Beberapa desa di Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya adalah rawan banjir akibat luapan sungai Krueng Tenom apabila kawasan tersebut diguyur hujan lebat selama beberapa hari. Demikian pula beberapa desa di Kecamatan Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan adalah rawan banjir seperti desa Lhok Raya, akibat meluapnya air sungai Krueng singkil secara tiba-tiba.

Wilayah NAD secara umum dibagi menjadi 13 satuan wilayah pengelolaan DAS, dengan karakteristik spesifik yang berbeda ditinjau dari bentuk, topografi dan tutupan lahannya. Dilihat dari bentuk DAS nya saja secara sekilas kita dapat dengan mudah memahami bahwa DAS Krueng Aceh, DAS Teunom Woyla dan DAS Singkil adalah bentuk DAS yang sangat rawan bencana Banjir (lihat Gambar 1a). DAS tersebut memiliki cakupan yang luas pada bagian hulunya dan bermuara pada satu atau dua sungai utama dengan wilayah muara yang sempit. Pengamatan geofisik DAS Krueng Aceh menunjukkan betapa rawannya Kota Banda Aceh terhadap bahaya banjir. Kota Banda Aceh merupakan daerah outlet paling ujung yang menerima semua aliran air dari semua arah mulai dari hulu hingga hilir dalam DAS Krueng Aceh yang memiliki luas area 197.354,5 hektar dan Krueng Aceh sebagai outlet utamanya.

Propinsi Sumatera Utara, daerah-daerah pesisir utara mulai dari Pangkalanbfrandan, tanjungpura hingga Belawan merupakan daerah rawan banjir. Demikian pula daerah lubuk pakam, Sei rampah, dan sepanjang muara sungai Asahan seperti Indrapura dan kualatanjung, tanjungbalai, Rantauprapat hingga menjorok ke Labuhanbilik merupakan daerah berpotensi rawan banjir.

Daerah sepanjang dataran rendah sekitar Kota Pakanbaru hingga sepanjang aliran sungai rokan kiri dan rokan kanan dan ke timur wilayah aliran sungai Kampar adalah daerah rawan banjir, termasuk pulau Bengkalis dan sebagian pulau Rangsang di propinsi Riau.

Untuk Propinsi Jambi mulai dari Kota Rengat, Tembilahan, sekitar pulau Basu hingga Kuala tungka dan sekitarnya. Demikian pula kota Jambi dan daerah dataran rendah sepanjang DAS sungai Hari mengarah ke Simpang lima dan Kampung laut juga daerah yang rawan tergenang.

Daerah rawan banjir di propinsi Sumatera selatan cukup luas mencakup area seperti Pulau Rimau dan daerah sekitarnya, Kota Palembang, Sungai gerung, hingga ke tanjung Lumut, termasuk wilayah sekitar Prabumulih dan muara-muara sungai yang menjorok ke selat Bangka.


PULAU KALIMANTAN

Wilayah Kalimantan pada umumnya mulai mengalami banjir pada bulan Oktober, hingga Desember dan Januari hingga April. Daerah berpotensi banjir umumnya terjadi pada bentukan lahan berupa dataran bajir dan dataran alluvial dengan kondisi topografi yang datar dengan kemiringan lereng kurang dari 2%, dan drainase lambat. Daerah rawan banjir paling luas dijumai di propinsi Kalimantan Tengah meliputi beberapa kecamatan sepanjang Sungai Barito dan Kapuas meliputi kabupaten seperti Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Gunung Mas, Kapuas, Katingan, KotaWaringin Barat dan Timur, Lamandau, Murung Raya, Palangkaraya, Pulau Pisau, Seruyan, dan Sukamara. Luas total daerah berpotensi banjir sekitar 3,5 juta (ha) atau seperti wilayah propinsi.

Kalimantan Barat mempunyai daerah berpotensi banjir cukup besar setelah Kalimantan Tengah. Sebaran daerah rawan banjir terutama meliputi kecamatan-kecamatan sepanjang muara sungai Kapuas. Demkian pula beberapa kecamatan yang masuk wilayah Kabupaten Sambas seperti Teluk Keramat, Kota Singkawang, Menpawah hingga Kota Pontianak. Pulau Padang Tikar dan Pulau Maya juga merupakan daerah yang berpotensi rawan banjir.

Wilayah rawan banjir pada Kalimantan Selatan dan Kalimantan timur relatif sedikit. Namun beberapa kecamatan di Kalimantan Selatan tampak berpotensi banjir seperti Kecamatan Simpang empat dan Martapura di kabupaten Banjar. Demikian pula pada beberapa kecamatan di Kabupaten Barito Kuala seperti Tabukan dan Tabunganen juga mempunyai daerah berpotensi banjir. Beberapa kecamatan di beberapa kabupaten seperti Kabupaten Hulu Sungai Selatan, HUlu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Tanah Laut termasuk kota Banjarmasin juga termasuk daerah rawan banjir. Untuk Kalimantan Timur sebaran daerah rawan banjir, meliputi Kabupaten Kutai, Kutai Barat dan Timur, Nunukan, Malinau, Tarakan, Kota Balikpapan dan Samarinda.

PULAU SULAWESI

Dua kabupaten di propinsi Gorontalo merupakan daerah rawan banjir yaitu Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo, terutama terjadi akibat meluapnya sungai Bone, Bolanga da Limboto.

Wilayah propinsi Sulawesi Utara daerah rawan banjir terdapat di daerah sekitar Minahasa dan sepanjang aliran sungai Bolaang Mongondow. Sebaran banjir terbanyak pada wilayah di propinsi Sulawesi Selatan meliputi kabupaten Baru, Bone, Gowa, Luwu, Mamuju, Maros, dan Pangkajene termasuk kota Makasar. Demikian pula dearah sepanjang teluk Bone meliputi Watampone, Palopo dan Masamba.

Daerah Banjir pada propinsi Sulawesi tenggara umumnya tersebar pada wilayah sekitar rawa Aopa Watumohae dan sepanjang danau Towuti.

Wilayah rawan banjir di Propinsi Sulawesi tengah meliputi kabupaten Banggai dan Banggai kepulauan. Sepanjang danau Poso, dan daerah sepanjang muara sungai Pasang kayu mendekati Tanjung Kaluku dan sepanjang teluk Tomori terutama daerah Dongi hingga lingkobu.

BALI, KEPULAUAN NUSA TENGGARA DAN SEKITARNYA

Ditinjau dari karakteristik sistem lahan yang ada, wilayah rawan banjir pada kepulauan Bali, Nusa Tenggara dan sekitarnya adalah sedikit. Sebaran daerah rawan banjir hanya meliputi kurang dari 10 % wilayah yanag ada. Seperti di pulau Lombok hanya tersebar sekitar kota Mataram, pulau Sumbawa hanya meliputi sebagain kecil daerah Taliwang, dan spot-spot kecil tersebar antara daerah Labu Sumbawa sampai Plampang, Dumpo dan Raba.

Untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur juga demikian, wilayah rawan banjir tersebar secara spot-spot kecil dengan penyebaran secara umumnya di pulau Timor, meliputi daerah Kupang dan Atambua dan Besikama sekitar Tanjung Wetah

PULAU JAWA

Secara umum pantai utara pulau Jawa menunjukkan wilayah yang secara alami mempunyai karakteristik sistem lahan yang merupakan wilayah rawan banjir. Banjir terjadi sejak awal-awal musim hujan, sekitar mingu ke tiga bulan Oktober. Demikan pula pada sebagaian wilayah selatan pulaua Jawa wilayah sekitar Segara anakan dan Cilacap, Kebumen hingga Purwodadi.

Wilayah pantai Utara Jawa mulai propinsi Jawa Barat me;iputi daerah Cilegon, Tangerang, dan terbesar berada pada kawasan bekasi dan karawang merupakan wilayah berpotensi rawan banjir termasuk daerah bandara Internasional Sukarno Hatta, Jakarta. Demikian ula sebagian wilayah di Ujung kulon, sekitar tanjung Lesung seperti pagelaran dan citeureup, sebagian Kota Bandung dan Cimahi adalah daerah yang secara alami rawan banjir.

Wilayah banjir di propinsi Jawa tengah dan jawa Timur umumnya tersebar pada pantai Utara yang sebagian besar masuk dalam wilayah DAS Bengawan Solo. Wilayah pantai Utara sepanjang pantai Utara di Propinsi Jawa Barat diantaranya adalah Cirebon, Brebes, Tegal hingga Pekalongan. Sementara wilayah pnatai utara Jawa Tengah meliputi pula Kota Semarang, Demak, Pati Kudus hingga Rembang. Daerah lain yang masih terpengaruh oleh aliran DAS Bengawan Solo juga merupakan daerah rawan banjir, seperti Sragen, Ngawi, Cepu, Bojonegoro sampai ke Lamongan. Demikian pula Kota Surabaya dan kota-kota sekitarnya seperti Sidoarjo, Monjokerto, dan Pasuruan. Untuk pulau Madura wilayah yang berpotensi banjir meliputi kota Bangkalan, Karangtengah, Pamekasan dan Sumenep.

Khusus DKI Jakarta, lebih dari separuh wilayah Jakarta adalah berpotensi banjir khususnya wilayah Jakarta Utara. Beberapa sungai dari wilayah Bogor bermuara ke Jakarta seperti sungai Cisadane dan Ciliwung. Untuk mengetahui potensi rawan banjir dalam skala yang lebih besar untuk wilayah Jakarta dan kota-kota besar lainnya pendekatan geomorfologi sistem lahan tidaklah mencukupi. Diperlukan informasi lain seperti rata-rata curah hujan dasarian, tata guna lahan sekala besar serta peta topografi.

KEPULAUAN MALUKU DAN SEKITARNYA

Wilayah rawan banjir di kepulauan Maluku dan sekitarnya menyebar mulai dari Pulau Morotai, Pulau Halmahera, P Obi dan pulau Sula di propinsi Maluku Utara hingga pulau Yamdena selatan dan kepulauan Aru Propinsi Maluku. Di pulau Seram sendiri, wilayah potensi rawan banjir meliputi daerah sepanjang pantai uatara mulai dari Wahai, Pasahari, KobiHati, hingga Kutar. Demikian pula wilayah sepanjang teluk Elpaputih terutama daerah Masohi dan Makariki.

KEPULAUAN PAPUA

Wilayah potensi banjir di wilayah Papua menyebar merata di sepanjang pantai Utara dan selatan pulau papua. Wilayah rawan banjir di sekitar kepala tanduk pulau Papua dapat ditemui mulai dari pulau Salawati, kota Sorong, Teminabuan sampai Bintuni yang merupakan bagian dari daerah aliran sungai Kamundan, Kais dan Timbuni.

Diwlayah punggung papua mulai dari kota Nabire, Asori, Pamdai, Teba sapai kota Sarmi secara geomorfologis juga merupakan daerah yang rawan banjir. Wialayh tersebut merupakan bagian dari DAS Membramo. Demikian pula untuk wilayah lembah Wamena yang masih terpengaruh oleh wilayah DAS Membramo, khususnya sepanjang sungai Idenburg dan sungai Tariku.

Di Selatan sepanjang pantai yang merupakan wilayah berawa mulai dari kota Timika, Agats, Birufu dan daerah sekitar wilayah DAS Sungai Baliem merupakan daerah yang secara alami berpotensi banjir. Demikian pula sepanjang sungai Digul mulai dari Abemare, Mapi, dan Nuweh termasuk sebagian wilayah di pulau Yos Sudarso merupakan daerah rawan banjir.

Landsystem dan Rawan Banjir di Indonesia

Banjir secara umum dikatakan sebagai peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat. Banjir merupakan sebuah fenomena alam yang terjadi karena adanya aliran air dalam jumlah besar dan menggenangi wilayah atau sumber-sumber kehidupan manusia. Air dalam jumlah besar tetapi tidak menggenangi wilayah tempat hidup manusia, tidaklah dikatakan sebagai banjir, misalnya rawa-rawa, danau, sungai dan lain-lain.

Deskripsi ini menggunakan peta rawan banjir hasil turunan dari peta landsystem, yang dipublikasi oleh Bidang Atlas Sumberdaya Alam dan Atlas Publik, Pusat ATLAS BAKOSURTANAL...

Banjir terjadi karena luapan air yang berlebihan di suatu tempat. Peluapan air bisa akibat hujan besar, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan sungai,termasuk banjir kiriman dari wilayah atasan (hulu) atau biasa disebut banjir bandang. Apabila daya serap tanah terhadap air rendah maka limpasan air permukaan (run off) menjadi besar dan dapat melebihi daya tampung sungai yang ada.

Selain faktor air hujan dalam jumlah besar, kondisi geofisik daerah aliran sungai (DAS) juga menentukan terjadinya banjir. Faktor air hujan meski dapat dipetakan dan diprediksi namun sulit dikendalikan. Sementara, kondisi geofisik DAS relatif bisa dikendalikan dan dimodelkan dalam bentuk sistem informasi geospasial wilayah rawan banjir. Melalui pemahaman bentuk topografi dan luas DAS, jenis tutupan lahan, tipe tanah dan kapasitas sungai/kanal dalam menampung air. Diharapkan dapat membantu menanggulangi bahaya banjir ini.


Pada saat ini, berbagai model pemetaan banjir dikembangkan oleh komunitas survei dan pemetaan. Prinsipnya adalah semakin detil informasi yang disajikan maka semakin banyak melibatkan data dan analisa. Yang disajikan pada atlas banjir ini adalah pemetaan potensi banjir dengan pendekatan karakteristik sistem lahan pada setiap wilayah. Sistem lahan adalah suatu bentuk lahan yang memiliki pola pengulangan yang relatif seragam dalam sifat topografi, tanah, vegetasi dan iklim.

Sistem lahan yang rawan genangan banjir mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.merupakan bentukan lahan hasil proses fluvial, yaitu proses transportasi dan sedimentasi bahan alluvium oleh aliran sungai
2.mempunyai topografi datar
3.jenis tanah termasuk inceptisol atau entisol dengan drainase terhambat dan bertekstur halus
4.pola drainase berbentuk berkelok-kelok (meandering), pararel, rectangular, dendritic, trellised, atau deranged

Sebagai contoh wilayah yang mempunyai lereng datar, tanah dari batu yang kedap air dengan pola drainase yang kompleks dan berkelok-kelok seperti dendritik dan deranged merupakan daerah dengan potensi banjir besar. Pola aliran sungai dapat dilihat pada gambar di bawah.

Banjir dan Masalah Air Tawar

Setelah tsunami, banjir yang secara periodik terjadi di Indonesia, ternyata merupakan bencana alam yang paling banyak menimbulkan korban daripada bencana alam lainnya. Curah hujan yang tinggi diduga sebagai penyebab utama terjadinya banjir. Kekhawatiran akan adanya penggenangan akibat curah hujan yang tinggi dan kelangkaan air akibat kurangnya hujan cukup beralasan, mengingat terdapat batas yang tegas antara musim penghujan dan musim kemarau di Indonesia. Konsep penanggulangan banjir dengan memahami karakteristik air hujan sebagai sumberdaya air tawar tersedia terbesar sudah sepatutnya dipikirkan. Lewat pemanfaatan penginderaan jauh seperti data satelit dan foto udara dapat disediaakan data dasar yang menunjang rencana tersebut.

Baru saja Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) memperingati 4 tahun terjadinya bencana alam Tsunami. Sejanak merefleksi ternyata, Bangsa Indonesia dalam lima tahun belakangan ini tampaknya tidak lepas dari adanya bencana alam. Pertama di penghujung tahun 2004, sekitar pukul 8.40, tanggal 26 Desember 2004 wilayah paling barat Indonesia, propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) terjadi gempa bumi berkekuatan sekitar 8.7 skala richter disusul dengan datang gelombang pasang tsunami yang menimbulkan korban jiwa ratusan ribu orang serta ratusan ribu lainnya mengungsi termasuk berbagai kerusakan fisik wilayah NAD tersebut. Memasuki tahun 2005, gempa sejenis dan tsunami masih kerap terjadi di sepanjang kepulauan Sumatera dan kepulauan Nias yang juga menimbulkan korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Belum lagi lepas dari kepedihan akibat bencana di bumi serambi mekah dan kepulauan Nias tersebut, kembali pertengahan 2006 bumi Jogjakarta dilanda bencana serupa gempa bumi yang juga menimbulkan korban jiwa dan berbagai kerugian materi.

Selain gempa bumi dan tsunami yang belakangan terjadi, bencana alam banjir merupakan bahaya laten bagi beberapa wilayah Indonesia termasuk termasuk ibukota Jakarta. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB dahulunya BAKORNAS - PB) dalam kurun waktu 1998 sampai 2004 jumlah kejadian banjir di wilayah Indonesia tercatat 402 kejadian banjir dengan jumlah korban meninggal dunia yang cukup banyak yaitu sebanyak 1.144 orang. Sementara menurut data BPS tahun 1990, sejak tahun 1987 hingga 1989 jumlah korban akibat banjir sekitar 1.827.681 orang. Jumlah ini jauh lebih besar daripada bencana alam lainnya seperti letsan gunung berapi, gelombang pasang dan kecelakaan perahu dan gempa bumi.

Banjir yang belum lama ini melanda Pati, Grobogan, Semarang Kudus, Pekalongan, Tuban dan wilayah sepanjang pantai utara (Pantura) mengakibatkan sedikitnya 26 orang tewas serta kerugian materi yang tidak ternilai. Peristiwa banjir tersebut diduga akibat hujan yang terus menerus turun, sementara sungai dan tanggul yang ada tidak mampu menahan limpahan air hujan tersebut sehingga meluap menggenangi daerah sekitarnya.

Ketidak mampuan sungai dan tanggul untuk menampung volume air hujan, secara tidak langsung disebabkan oleh rusaknya daya dukung sumberdaya alam daerah hulu, terutama rusaknya kondisi hutan dan vegetasi lainnya serta penggunaan lahan yang kurang memperhatiakn prosentase daya serap tanah terhadap air. Sehingga terjadi limpasan air yang lebih besar dari capasitas daya tampung air oleh sunggai dan tanggul yang ada. Selain faktor daya dukung sumberdaya alam, beberapa daerah memang mempunyai topografi yang rawan banjir, seperti kasus banjir yang terjadi diwilayah Kalimantan Barat

Namun ironisnya, karena perbedaan musim yang tegas maka fenomena banjir di musim hujan selalu dibarengi dengan adanya bencana kekeringan di musim kemarau. Bencana kekeringan bukan hanya terjadi di wilayah-wilayah Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara dan kepulauan disekitarnya teta[i juga terjadi di bagian tengah dan Barat Indonesia. Padahal apabila kita mau, maka kelebihan air pada musim hujan dapat dimanfaatkan untuk disimpan menghadapi musim kemarau. Pembuatan sumur resapan ataupun danau buatan adalah salah satu upaya menahan kelebihan air musim hujan untuk musim kemarau...

Rabu, November 12, 2008

Bokunokoto: Problem Sampah di komples ku : Widayatama Indah Pondok Rajeg

Bokunokoto: Problem Sampah di komples ku : Widayatama Indah Pondok Rajeg

Problem Sampah di komples ku : Widayatama Indah Pondok Rajeg

Saat olah raga pagi tadi kebetulan ketemu Bang Arief (tukang sampah di kompleks PWI)..
entah sengaja atau tidak beliau curhat...intinya ingin minta kenaikan tarif sampah..
Dia minta kenaikan sampai Rp. 1.100.000 (satu juta seratus ribu) atau naik dua ratus ribu dari biasanya...
Saya tanya kenapa naik, bukannya BBM turun..
harusnya kan kita dapat penurunan harga...
Sambil senyum kecut dia menjawab. Dia kata penurunan BBM gak terlalu pengaruh. Dia menjelaskan kalau dana yang dia terima selama ini, dibagi tiga, keneknya Rp.300.000 (untuk 2 orang), bensin Rp. 300.000, dan sisanya gaji dia termasuk sewa lahan kebun pisang dekat rel kereta.Dia akan berhenti jadi tukang sampah di PWI apabila tidak dikabulkan pengurus RW, tambahnya.... Waduh bisa dibayakna repotnya jadi RW...

Pada akhirnya sampah akan jadi problem juga di lingkungan kita...bukan hanya jaringan internet yang saat ini mulai mewabah di perumahan-perumahan
saya gak tahu persih jumlah sampai perbulannya dari tiap kompleks perumahan. namun yang pasti yang dihasilkan dari komplekas PWI..perkiraan saya lebih dari 1.5 ton seminggu atau kl. 10 ton sebulan (estimasi 1 kali angkat pick up sampah penuh 850 kg, seminggu 2X diangkut, tiap angkut 2x riet)..Bisa terbayang berapa jumlah sampah wilayah Cibinong perbulannya mungkin lebih dari 50 ton.

Namun, berapapun uang yang kita bayar untuk membuang sampah lewat bang Arief-bang arief akan selalu kurang. Karena mereka selalu membuang tanah dipekarangannya atau sewa dari penduduk sekitar seperti bang arief. Dimanapun harga sewa tanah yang di pakai untuk terminal akhir pasti naik terus...sebaliknya juga tidak mudah nagih uang sampah dari warga apalagi menaikkan iuran..
di RT saya aja ada warga yang lebih galak dari pengurusnya saat ditagih iuran sampah..padahal saat sampahnya tidak ditarik protes keras...pengurus dianggap tidak becus.weleh-weleh..

Sebenarnya siapa tanggung jawab penanggulangan sampah ? Jawabnya pasti PEMDA..
cuma ada gak warga kita yang pernah lapor ke pemda masalah sampah di PWI? wallahu alam..namun sepertinya tidak..karena kita terlalu mengabaikan masalah ini
Apalagi PEMDA Cibinong juga punya problem serupa..mencari lokasi TPA susah..
TPA yang sudah ada, yaitu TPA pondok rajeg dekat kompleks HANKAM, status nya sudah tidak aktif, karena didemo warga bahkan statusnya akan ditutup...bayangkan yang demo puluhan hingga ratusan tentara..pasti tutuplah..
Sebagian warga di kompleksky ambil jalan pintas, buang sampah ke sungai... tapi begitu hujan terjadi banjir. Seperti kejadian kemarin minggu 2 November 2008. Hari itusangat kebetulan hujan besar dan sebagian wilayah pondok rajeg terkena banjir. Bayangkan rumah bang Mawi (persin belakang saya) yang puluhan tahun tidak pernah banjir kemarin terendam hingga se lutut, bahkan warga 3 RT di daerah atas marah besar ramai2 mendatanngi ketua RT1 (RT wilayah ku) dan memaksa pembongkaran beberapa bangunan yang dianggap penyebab banjir..bahkan terakhir mereka mau nuntut ganti rugi..tercatat pemilik tambak rugi 10 juta, pedagang gas puluhan juta dsb... namun sepertinya batal, karena kita tak tahu siapa yang harus mereka tuntut dan ini banjir. Dampaknya bukan wilayah mereka saja tapi daerah lain dibawah mreka juga banjir dan ini memang bencana..apalagi setelah survei lapangan kita memang menemukan kompleksnya masalah seperti adanya sampah disamping bangunan yang seenaknya diabngun diatas kali..

Kalau PEMDA saja sudah buta dan tuli tentang problem sampah, apa lantas kita diam saja..PEMDA mah gak kebanjiran atau ke bau an...
Lalu gimana solusinya...tambah ongkos ke pak Arief... menurut saya ini gak bijak..ibarat kita melempar batu sembunyi tangan... saya yakin pak Arief gak tahu kalau tidak semua sampah bisa di bakar. Pastik mesti telah dibakar masih perlu waktu 300 tahun untuk hancur...saya juga yakin pak arief gak tahu kalau dalam sebagian plastik ada dioxin yang bisa mematikan bila terhirup. Ataupun olie dan minyak bisa turun ke sumber air dan bila terminum oleh manusia yang tinggal di atasnya bisa menyebabkan kanker atau gangguan kecerdasan dalam waktu 25 tahun kedepan.

Apa lalu masalah sampah tak tertangani..tidak juga...Mimpi saya sih begini..Mungkin kita perlu mulai memilah-milah sampah, msl organik, non organik dan cairan. Non organik terpisah lagi plastik, kaca, botol, besi, batu bateri dan bahan2 kimia berbahaya. Cairan misal minyak goreng, Oli dan Cat. Organik bisa kita bakar secara periodik dan timbun dibeberapa tempat untuk pupuk. Sampah non organik saat ini boleh dikata tidak ada barang yang tidak bisa dijual plastik laku, kaca2 laku apalagi besi, botol, embel pasti laku. Hanya batu bateri, cat dan oli yang tidak tahu. Nah tugas pak Arief mungkin kita peringan hanya membuang sampah yang tidak bisa lagi kita ryclye tetapi ke TPA yang legal. Pak Arief juga tidak harus mutar dari rumah ke rumah ambil sampah yang menghabiskan bensin, tetapi kita arahkan kebeberapa tempat pembuangan sampah. 2 atau 3 lokasi di PWI. Warga juga perlu sedikit berolah raga dalam membuang sampah..sedikit berjalan lah, jangan lagi tiap rumah ada tempah sampahnya..sudah umum status sosial terkadang sangat mudah dilihat dari bak sampahnya. ada yang mampu bikin tempat sampah dari semen, tertutup dan bagus, namun ada yang hanya dari kaleng yang sudah butu dan tidak tertutup lagi...Intinya optimalkan konsep Recycle-Reuseu dan Reform.

Selasa, November 11, 2008

Atlas Dijital

Selepas dari tugas di Aceh, saya ditempatkan di Pusat Atlas. Di pusat ini saya diminta langsung sebagai staf dibawah kepala pusat Atlas. Inilah pertama klainya sejak 1991 saya pindah dari pusat survei matra Darat. Bagi saya dimanapun ditempatkan sama saja, " there is no future in any job the future lies on the one who hold the job". Istilah Barack Obama " Change We Need". Jadi perpindahan saya ke tempat baru ini, mudah-mudahan memang dalam rangka perubahan.

Pusat Atlas terdapat dua kegiatan yang mesti saya support yaitu: Global Mapping dan Spasial Dynamic.

Dalam program Global mapping, Bakosurtanal berkomitmen untuk menyediakan data tenatik pada skala 1 juta meliputi landcover, hidrologi, jalan, dan toponimi, dan juga penduduk. Kerjasamanya dengan GSI (geographical Survey Institute), Japan. Sementara dalam spasial dynamic adalah kegiatan yang dikontrakkan.Kendala utama kegiatan global mapping adalah kesulitan memperoleh data,terutama landcover. Karena pusat atlas tidak memproduksi sendiri, perolehan data lnscover dari pusatlain seringklai mengalami hambatan.

Spasial Dynamic adalah menbahas teknologi terkini pembuatan atlas. Terdapat pergeesan antara atlas kartografis dan atlas dynamic. Kendala utama adalah pengintegrasian antara dynamic model dan spasial dynamic yang tidak mudah. Secara teori keudanya mudah ditemukan, namun bagaimana bentuk dan implementasinya jelas tidak mudah..

Climate change is What I can not Avoid

Kuala Lumpur, 4 November 2008. Masih sekitar satu jam lagi pesawat MH 723 jurusan Jakarta berangkat. Lumayan ada waktu untuk sedikit menulis beberapa catatan. Selama beberapa hari (2-6 November 2008), saya menghadiri seminar tentang "climate change and its effect to vegetation". Kedatangan saya atas undangan University Malaysia Sabah (UMS), Kinabalu. Sabah. Di UMS memang terdapat beberapa kawan baik saya seperti Dr. Phua Mui How, Prof, Mahmud Sudin, Dr. Jamili, Jupiri Titin, Dr. Rahimatsah Ahmad dan masih banyak lagi. Secara kebetulan kami sering bertemu dalam workshop terkait isu hutan tropis, baik Heart of Borneo, degradasi hutan Borneo, kebakaran hutan baik di Jepang ataupun Malaysia. Seperti seminar kali ini yang membahas isu perubahan iklim (climate change)dan dampaknya terhadap tanaman. Kami mencoba mendiskusikan sekaligus memformulasikan berbagai macam kemungkinan penyusunan kerjasama proyek (joint collaboration) terkait climate change antara Malaysia, Indonesia dan German.

Berbagai topik kami bahas selama, mulai dari aplikasi GIS dan remote sensing untuk pemetaan hutan, ground truth, metode alometrik, illegal loging dan defragmentasi hutan. Semua topik itu tentunya sangat menarik.

Kali ini bukan topik tersebut yang akan saya tulis di sini. Tetapi keterlibatan saya dalam program dan diskusi disana itu cukup menarik. Barangkali dari semua peneliti atau presenter makalah dalam pertemuan tersebut, hanya saya yang bukan dosen atau peneliti di organisasi non pemerintah (NGO). Mesti berlatar belakang pendidikan pada “Global forest environment” dari Tokyo University, namun separuh masa kerja saya lebih banyak untuk melakukan proyek pemetaan ataupun pengelolaan data geospasial alias bukan penelitian. Kondisi itu pula yang menjadi kendala sekaligus tantangan buat saya untuk beradaptasi dengan komunitas yang sudah terlanjur terbentuk. Bayangkan, sejak tahun 2006-2008 bersama professor Kanehiro Kitayama (Kyoto University) dan Dr. John Tay (UMS-Malaysia), kami sama-sama mendapat grant untuk penelitian JSP dengan tema “Land Conversions and Ecosystem Consequences under Climate Change in the Tropical Rain Forests of Borneo: Developing Societal Adaptability with Integrated Ecosystem Management”. Untuk Tahun 2009-2010 bersama dengan Dr. Phua Mui How dan Prof. Tsuyuki Satoshi (Tokyo University) kami sama-sama mengajukan proposal ke Asia Pasific Network (APN) program dengan tema “Integrated prediction of Dipterocarp species distribution in Borneo for supporting sustainable use and conservation policy adaptation”.

Barangkali di BAKOSURTANAL, cukup banyak peneliti yang tertarik untuk bekerja terkait climate change, hanya yang mendapat kesempatan melakukan kegiatan secara langsung sangat sedikit bakan boleh dibilang belum ada. Melihat kondisi itu, kegiatan ini merupakan tantangan buat saya untuk terlibat dalam kegiatan tersebut. Paling tidak mencari suatu hubungan keterkaitan antara data spasial dan climate change.

Seminggu menjelang keberangkatan ke Malaysia ini, kebetulan saya juga diminta menemani kepala BAKOSURTANAL, bapak Matindas, untuk berdiskusi dengan expatriate dari GTZ terkait isu climate change. Saat itu Dr. Nana (selaku tim leader GTZ di Indonesia) sedang mencari masukan kegiatan BAKOSURTANAL terkait climate Change. Jadi sepertinya pas banget..Hanya di akui dana penelitian dari kantor BAKOSURTANAL boleh dikata tidak ada, karena semua sudha di alikan ke bidang Geomatika…. sekian

Rabu, Agustus 20, 2008

in Memorium H. Andi Kurniawan

Kaget juga menerima sms singkat dari istri " H. Andi Kurniawan, meninggal dunia di Tsukuba Jepang jenasah akan datang di bandara Sukarno Hatta besok". Innalillahi wa inna ilaihi rajiun...Hampir tidak percaya saya coba buka email ternyata betul dia kawan lama saya Andi Kurniawan, di Tsukuba Jepang. Sorenya saya telpon ornag tuanya di tebet, Jakarta sekaligus menanyakan sebab musababnya. Karena sepengetahuan saya Andi orangnya gagah, sehat dan gesit serta sangat dinamis tidak terlihat sedikitpun tanda-tanda ada penyakit.

Informasi yang saya terima dari ibunya sedikit banyak membantu mengetahui penyebab kematiannya, yaitu "stroke" padahal tidak ada tanda-tanda dia mengidap darah tinggi. Beberapa hari sebelumnya Andi memang mengeluh ke ibunya sakit perut, dia curiga kena Mag, bahkan sempat konsultasi jarak jauh ke dokter tentang penyakitnya. Kamis 7 agustus Andi masih sempat komunikasi ke ibunya, bahkan ibunya telah mengirimkan resep dari dokter untuk ditebus di apotik di Jepang. Jumat 8 agustus pagi ibunya telpon namun tidak ada jawaban, demikian pula sore harinya pun tidak ada respon. Ibunya minta tolong kawan Indonesianya di Jepang untuk menengok keadaan andi. Jumat sore kawannya melihat mobil ada di garasi dan rumahpun lampu menyala, namun tidak ada orang. Selanjutnya dia mengajak kawan jepangnya untuk kembali ke rumah tersebut bersama polisi setempat. Namun polisi masih tidak berani masuk, karena khawatir melanggar peraturan. Hari minggu mereka kembali bersama polisi dan mendobrak pintu, saat itu Andi ditemukan sudah tidak bernyawa di depan pintu kamar mandi masih memegang handuk. Beberapa saksi mata masih melihat Andi mengikuti shalat jumat di masjid Tsukuba.

Yang saya tidak lupakan dengan rekan Andi adalah, kita sama-sama satu tim dikepengurusan TSUMRA (Tsukuba Muslim Residen), saya sebagai perwakilan indonesia yang sebagian besar pelajar dan Andi sebagai salah satu pengurus TSUMRA. Hampir setiap akhir ramadhan Andi selalu mengajak saya dan rekan lain Indonesia untuk i'tikaf di masjid. Biasanya dia bawa slepping bag dan kita mulai kumpul di masjid setelah pukul 23.00. Demikian pula selepas studi di jepang, saya sekeluarga diantar ole Andi ke bandara menggunakan mobilnya.

Kamatiannya terasa mendadak, tanpa terdeteksi sebeleumnya. Namun saya masih ingat senyum ramahnya dan kedinamisannya.. saya hanya bisa mengucap innalillahi wa inna ilahi rajiun, selamat jalan sahabatkun semoga Allah SWT mengampuni dosamu, menerima amal ibadahmu dan melipat gandakan kebaikan yang pernah engkau lakukan di dunia dan menghadiahi al Jannah. Amien. Insyaallah kita akan berkumpul kembali disana untuk bersama bermain dan beri'tikaf di masjid-masjid Allah

Ekspedisi Geografi dan Peringatan kemerdekaan 17 Agustus

Saat ini bangsa Indonesia baru saja memperingati hari raya kemerdekaannya yang ke 63. Tepatnya jatuh pada hari minggu lalu 17 Agusutus 2008. Hampir diseluruh pelosok tanah air, khususnya di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi masyarakat melakukan memperingatinya. Pegawai negeri sipil dan militer lewat upara 17 an di kantor, sementara masyarakat desa lewat spontanitas acara masing-masing.

Kebetulan masa kecil saya habiskan di Jakarta, jadi tahu persis bagaimana semangatnya masyarakat Jakarta menyambut setiap acara peringatan 17 an. Setiap RT menampilkan saat itu menampilkan parade apa saja, mulai dari ondel-ondel, kuda lumping dan berbagai corak lucu, selanjutnya berjalan mengelilingi kampung. Saya dan anak-anak saat itu benar-benar terkagum-kagum, bahkan sampai saat ini masih teringat beberapa orang yang selalu penuh ide dan kreatif dalam meramaikan acara 17 tersebut.

Namun, acara semacam itu saat ini semakin susah ditemukan. Sekalipun ada parade lebih banyak diwarnai kemegahan dan kemewahan. Sehingga acara tersebut hanya menjadi milik segelintir orang dan pemodal. Sementara rakyat jelata hanya bisa melihat tanpa dapat berperan.
Namun acara yang dipelopori pengurus RT 01 RW 10 kelurahan pondok Rajeg, Cibinong cukup menarik. Mereka melakukan ekspedisi geografi sekitar lokasi perumahan, lewat acara jalan santainya menyusuri lingkungan di belakang perumahan, lalu sungai ciliwung dengan airnya yang mulai dangkal hingga ke lokasi makam pahlawan. Pengenalan geografi mutlak diperlukan buat anak-anak dan generasi muda umumnya. Agar mereka mengetahui keadaan topografi wilayahnya masing-masing. Sehingga kita benar-benar memahami kondisi sekitar kita, apakah rawan bencana atau berbukit, penuh rawa, daerah tergenang dan sebagainya. Sehingga masyarakat diharapkan menjadi lebih siap dan kritis apabila terjadi sesuatu yang tidak dikendaki seperti adanya gempa bumi dimana dan kemana lokasi penyelematan (escape area), atau jalur-jalur penyelamatan (escape road).

Peristiwa bencana alam tsunami di Banda Aceh 26 Desember 2004 lalu yang menelan korban demikian besar sekitar 200 ribu jiwa meninggal atau hilang adalah karena masyarakat bukan saja tidak mengetahui apa itu tsunami dan bahayanya tetapi juga kondisi geografi kurang difahami sehingga mereka tidak tahu kemana harus menyelamatkan diri.
Semoga saja kegiatan seperti ini, semakin semarak di wilayah lain di tanah air...yaitu ekspedisi geografi sekitar...

Senin, Juli 21, 2008

In Memorium Bapak H. Tarmidi Bin Kasnari (Kapten Infantri)

Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun

Telah berpulang ke Rahmatullah ayahanda tercinta Bapak H. Tarmidi bin Kasnari, pada hari Sabtu 12 Juli 2008 pukul 01.30 di rumah sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto pada usia 70 tahun dan dimakamkan pada hari yang sama di TPU Menteng pulo.

Ayahanda sejak tahun 1990 mengalami stroke hingga menghalangi gerak dan bicaranya. Sakit ini pula yang membatasi aktifitasnya sebagai seorang tentara aktif di ARHANUDRI (artileri Pertahanan Udara RI). Berbagai pengobatan alternatif dilakukan seperti pijat, tusuk jarum, selain pengobatan resmi dari dokter. Namun semua itu tidak membuahkan hasil yang menggembirakan. Menurut pengakuan beliau, sesaat setelah pengobatan memang terasa segar namun beberapa lama kemudian kondisi kembali seperti semula lemah dan sulit bergerak.

Sejak 5 tahun terakhir kondisi bapak memang menurun seiring usianya yang bertambah. Bapak sudah semakin sulit berjalan, praktis kemasjidpun harus dituntun. Sejak tahun 2005 beliau juga sudah tidak ingin ke dokter lagi. Berbagai alasan dikemukakan, menurut beliau, di rumah sakit hanya di periksa sekedarnya dan diberi resep obat yang sama selama beberapa tahun. Beliau lebih suka menebus obat tersebut di apotik langsung. Selain itu perjalanan kerumah sakit yang jauh dan sulitnya berjalan membuat beliau semakin enggan ke rumah sakit.

Bapak tidak meninggalkan pesan tertulis ataupun wasiat khusus. Namun kami semua hafal akan pesan pesan moral dan wejangan yang disampaikannya. Sejak kematian adik kandungnya (pak yadi) sebelum lebaran tahun 2006, beliau terlihat pasrah dan seringkali menceritakan kematian. Bahkan untuk bergerakpun semakin sulit. Kami berinisiatif membelikan kursi roda. Bapak seringkali berpesan, bahwa dia meninggalkan uang untuk pengurusan kematiannya supaya keluarga tidak kesusahan, beliau juga berusaha menghemat pengeluaran agar terkumpul cukup dana untuk mengurus kematiannya.

Karena berulang kali diucapkan, terasa bosan juga kami anak-anaknya mendengar bicarannya tentang persiapan kematian. Sering pula kami sedikit bercanda kepada bapak sambil menanyakan “kapan meninggalnya pak ?” atau “memang bapak sudah tahu kapan akan mati”. Secara pribadi saya seringkali menyampaikan untuk tidak berbicara tentang kematian, lebih baik dana yang ada untuk usaha seperti buka warung, kalau masalah kematian kita tidak pernah tahu dan itu fardlu kifayah, jadi pasti ada yang menanganinya. Saya sampaikan kepada adik dan kakak bahwa perlu dihidupkan semangat bapak dengan sesuatu seperti merapikan rumah, merenovasi rumah atau membuat usaha untuk adik-adik yang masih menganggur.

Kebetulan dua adik masih belum lagi punya pekerjaan pasti dan saya lihat ini salah satu masalah yang mungkin mengganjal fikiran bapak. Dengan adanya usaha keluarga untuk kedua adik tersebut, ataupun merenovasi rumah untuk dapat ditinggali bersama diharapkan bapak juga semakin tenang. Kondisi ini secara tidak langsung akan menenangkan fikiran dan menambah daya tahan tubuhnya.

Saat itu entah kenapa, bapak sepertinya menunggu saya pulang. Setelah 2.3 tahun bertugas di Aceh. Sabtu 5 Juli 2008 saya kembali. Biasanya apabila saya kembali dari Aceh, selalu saya sempatkan main ke rumah orang tua dan bertemu bapak. Kami biasa ngobrol. Bila saya dan anak-anak datang, beliau pasti keluar dari kamar dengan kursi rodanya dan akan duduk di ruang tamu menemani kami hingga menjelang zuhur dan kembali ke kamar.

Namun kali itu, saya menunda mengunjungi bapak. Barangkali karena ini kepulangan terakhir dan kemungkinan tidak kembali lagi ke Aceh sehingga saya berfikir banyak waktu dan berniat akan datang di akhir minggu. Apalagi saat itu anak-anak masih dalam liburan sekolah praktis saya menunda-nunda mengunjungi bapak. Kamis (10 Juli) sore saya di telpon Rudi (adik) bahwa bapak sakit dan minta di bawa dokter, malam hari saya telpon ibu memberi tahu bahwa saya akan datang jumat pagi sekaligus akan membawa bapak ke rumah sakit. Saya minta ibu menyiapkan surat-surat rumah sakit. Jumat 11 Juli 2008, bertepatan dengan hari ulang tahun istri, saya ke Jakarta pagi hari. Sesampainya di rumah orang tua, Saya lihat kondisi bapak seperti orang tidur antara sadar dan tidak dan terdengar suara seperti mengorok. Kemungkinan karena banyaknya cairan di tenggorokan. Saya hanya dapat membisikkan kedatangan dan bilang bahwa saya sudah kembali dari Aceh, sudah berkumpul dengan keluarga dan saya minta bapak sabar dan tabah dan selalu berzikir dalam hati.

Saya putuskan membawa bapak ke rumah sakit dengan menggunakan ambulan dari pelayanan 118. Selama menunggu ambulan saya mencoba membantu bapak untuk mengucap syahadat. Saya yakin bapak mendengar mesti tidak bisa melihat, ini bisa saya rasakan dari sentuhan tangannya. Pukul 11 bapak dibawa ke rumah sakit Ridwan Meuraksa (tempat beliau selama ini berobat jalan) di ruang unit gawat Darurat (UGD). Kami diberi tahu bahwa ruang ICU rumah sakit sedang di sterilisasi dan disarankan pindah ke rumah sakit rujukan RSPAD. Setelah Jumatan kami bawa bapak ke RSPAD. Saya sempat mendengar bapak mengucap kalimat laa illa ha illallahu mesti terasa berat saat di rumah sakit. Disana pun ternyata seluruh kamar dan ruang ICU sudah penuh, sehingga praktis bapak hanya di rawat di ruang UGD RSPAD. Malam pukul 21.00 saya dapat kepastian bahwa ada kamar yang sedang disiapkan untuk bapak yaitu di lantai 3 unit stroke.

Saya tidak tahu persis apa penyakit bapak. Namun menurut analisa sementara dokter di rumah sakit Ridwan Meuraksa, bapak mengalami stroke ke dua dan juga ada gagal ginjal dan perlu diperiksa darah ataupun dicuci darah sesudahnya. Kedua komplikasi tersebutlah yang membuat bapak terlihat lemas dan tidak sadarkan diri. Namun feeling saya mengatakan bahwa bapak pada kondisi menjelang sakratul maut dan barangkali sudah ajalnya. Ibu menyuruh saya untuk pulang sekalian mengantar adik-dik dan pakaian kotor. Sesampainya di rumah sekitar pukul 23.00 malam saya diberi tahu mbak tuti (kakak pertama) bahwa kondisi bapak menurun. Saya minta mbak tuti membimbing bapak membaca syahadat. Suasana di UGD yang ramai dengan pasien dan pengunjung memang menyulitkan dia untuk selalu menuntun bapak bersyahadat. Kondisi bapak makin menurun. Pukul 24 dipasang alat picu jantung serta berbagai pengobatan lainnya. Saya terus berkomunikasi dengan mbak tuti di rumah sakit, saya hanya minta dia sabar dan tetap membantu bapak membaca shahadat.

Sekitar pukul 01.30 saya diberi kabar mbak tuti bahwa bapak telah meninggal dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun hanya itu yang saya bisa ucapkan. Tanpa terasa air mata mengalir. Bapak yang sejak sakit terkesan tidak ingin merepotkan anaknya telah kembali. Bapak yang saya kenal gagah, baik hati, tidak banyak bicara banyak rencana akhirnya menyerah juga pagi itu untuk kembali kepangkuan Illahi. Bapak yang sempat membuat sumur pompa untuk mengatasi kesulitan air di rumah, Bapak yang sempat membenari atap ruang tamu yang rusaknya. Inilah jalan panjang dari Allah atas hambanya. Inilah cara Allah untuk meng akhiri penderitaan panjangnya. Bapak memang seperti menunggu saya pulang dari Aceh untuk mengucapkan perpisahan. Selamat jalan bapak, allahuma firlahu warhamhu waafihi wa’fuanhu. Ya Allah yang maha pengampun, ampunilah dosa bapak ku, kasihanilah dia dan aafkanlah kesalahanny, muliakanlah tempat kembainya, lapangkanlah kuburnya dan cuculah dia dari dosa sebagaimana kain ihram yang dikenakannya untuk menutupi jenasahnya. Amin ya robbal alamin.

Ucapan terima kasih kepada pengurus dan jamaah Mushola Al hidayah, para ustad dan alim ulama di kampong Bali-Manggarai yang dengan sukarela membantu mengurusi persiapan pemandian, sholat jenasah hingga pemakaman dan tahlilan selama 7 malam dengan khatamam alquran. Juga kepada handai tulan dan sabahat yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang menyampaikan belasungkawa dan doanya. Semoga Allah membalas amal saudara/sdri semua. Amin.

Atas nama keluarga almarhum bapak Tarmidi, kami istri, saudara dan anak-anak serta cucunya,menyampaiakan mohon maaf dan sudilah bapak dan ibu sekalian memaafkan kesalahannya selama ini. Apabila masih ada permasalahan yang belum diselesaikan menyangkut hutang pituang kami mohon dapat diberitahu. Terima kasih

Cibinong, 17 Juli 2008

Dari ananda Mulyanto Darmawan

Rabu, Juni 18, 2008

Perspektif Pengelolaan data Geospasial NAD

Berbagi pengalaman dan Belajar dari Pengalaman

Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias ibarat ladang pengetahuan dan pengalaman, setidaknya itulah yang dirasakan beberapa rekan yang bekerja di BRR. Berbagai pengalaman selama bekerja untuk program rehabilitasi dan rekonstruksi telah, sedang dan akan senantiasa ditulis sebagai buku putih atau saksi dinamika kerja di BRR dari pandangan internal yang barangkali akan berguna dikemudian hari, dalam rentang waktu yang tidak dapat ditentukan.

Demikian pula yang saya alami dalam hal mengelola data geospasial, benar-benar luar biasa mulai dari melengkapi data dasar berupa membantu pemotretan foto udara, membuat peta garis untuk peta rupabumi hingga penggunaannya untuk berbagai keperluan, seperti perencanaan tata ruang mulai dari desa, kecamatan hingga kabupaten. Selain itu, pemanfaatan data geospasial untuk kebutuhan kegiatan pembangunan infrastruktur jalan, jembatan dan irigasi mulai semakin jelas membutuhkan data titik tinggi referensi termasuk data pasang surut. Meski analisa GIS relatif jarang dilakukan, namun pemanfaatan data geospasial secara sederhana berupa interpretasi visual dan tumpang tindih sudah sangat membantu kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi NAD-Nias.

Analisa-analisa GIS detil sangat diperlukan terutama untuk mendukung kegiatan seperti pemodelan bahaya tsunami, ataupun pemetaan geo-hazard dan Rencana TataRuang Wilayah (RTRW). Tampak sekali perlunya ketersediaan peta dasar yang cukup detil hingga skala 1:10.000 untuk mendukung setiap kegiatan penanganan darurat wilayah terkena bencana. Selain kedetilan, terbaru dan mudah serta cepat diakses merupakan tuntutan logis keberadaan data geospasial, sehingga bermanfaat pula untuk kegiatan penyusunan RTRW wilayah kota dan kabupaten.

Barangkali akan merupakan kerugian untuk kedua kali kalau kita tidak bisa mengambil hikmah ajar (lessons learnt) dari peristiwa gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Untuk wilayah lain yang tidak terkena bencana setidaknya perlu berkaca diri dan membenahi data utama yang mendukung setiap kegiatan pembangunan wilayah mereka mulai dari data rupabumi, data Jaring Kontrol Vertikal (JKV) dan Jaring Kontrol Horizontal (JKH) serta data batimetri atau kedalaman laut. Selain itu mengingat luasnya permasalahan dan besarnya kegiatan maka kecepatan pengambilan keputusan dan koordinasi menjadi sangat vital dalam setiap kebijakan.

Dalam hal kejadian bencana alam di suatu wilayah, maka peran data geospasial dapat ditunjukkan lewat skenario sebagai berikut. Kegiatan yang pertama dilakukan pada wilayah yang tidak tersedia data geospasial adalah berupa pemotretan foto udara dan interpretasi data tersebut menjadi peta garis dalam berbagai skala. Dalam hal keterbatasan dana, maka data satelit resolusi tinggi seperti Quick Bird dan Ikonos yang mempunyai resolusi 50-60 centimeter dapat menjadi alternatif terbaik. Ketersediaan data tersebut terbukti sangat membantu mengenali kondisi lingkungan fisik dan topografi sebelum dan sesudah bencana di wilayah NAD-Nias. Data utama tersebut selanjutnya menjadi dasar untuk kegiatan penyusunan peta perencanaan wilayah ataupun penyusunan peta tematik lainnya.

Selain penyiapan data dasar rupabumi dan tematik, maka pelayanan data tanpa biaya menjadi kunci utama suksesnya pemanfaatan data geospasial untuk membantu kegiatan pemulihan NAD-Nias. Bisa dibilang sebenarnya para NGO atau pelaksana kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi tidak terlalu mempedulikan apakah kegiatan mereka memerlukan data geospasial atau tidak. Dalam arti, meskipun mengalami kesulitan akses data geospasial, mereka masih dapat menyelesaikan kegiatan. Sehingga, di sini terlihat peran tim GIS yang harus secara agresif menjelaskan ke pelaku pembangunan akan manfaat data geospasial untuk optimalisasi kegiatan mereka. Namun, walaupun data diberikan tanpa biaya tetap diperlukan aturan main yang pasti berupa peraturan penggunaan data (data usage agreement) agar tidak disalahgunakan oleh pihak ketiga untuk keperluan pribadi atau komersil, karena semua data tersebut diperuntukkan bagi korban bencana dan tidak layak dimanfaatkan semena-mena.

Semua bentuk pelayanan dapat berjalan cepat dan lancar manakala tersusun suatu basis data geospasial yang baik, oleh karena itu penyusunan metadata dan pembenahan basis data geospasial harus tetap menjadi prioritas kerja berikutnya tim GIS setelah pelayanan, termasuk penyiapan WebGIS untuk penyebaran informasi data lewat jaringan internet. Bentuk terakhir skenario adalah peningkatan kemampuan daerah, khususnya berupa pemberian pelatihan mulai dari penggunaan GPS hingga pelatihan GIS baik tingkat dasar, lanjut hingga pelatihan GIS untuk pengambil keputusan.

Selain itu tidak dapat dipungkiri peran organisasi non pemerintah atau NGO untuk membantu kelancaran kerja tim GIS di daerah, khususnya dalam mengimplementasikan data geospasial ke seluruh organisasi pelaksana pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi. Peran NGO, khususnya NGO lokal sebagai rekan kerja (partner) dari daerah terbukti sangat efektif membantu program peningkatan kemampuan daerah. Meskipun tidak jarang terjadi persaingan kegiatan antar tim pusat dan daerah, maka dalam hal ini diperlukan suatu aturan main yang jelas berupa kesiapan tim pusat dengan berbagai paduan dan modul siap pakai. Tidak kalah penting dukungan kantor pusat atas tim GIS yang dikirim ke daerah mutlak diperlukan, agar mereka dapat bekerja dengan penuh percaya diri dan ada legistimasi.

Terkait pengiriman tim GIS atau tim survei cepat ke lokasi bencana, pada masa tanggap darurat dapat dikirimkan selama-lamanya satu hingga dua bulan kerja. Pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi sebaiknya pengiriman langsung ke lapangan yang efektif adalah paling lama 1 tahun. Selebihnya merupakan program sistematis yang merupakan bagian dari program rencana jangka panjang lembaga yang bersangkutan (masuk dalam program rencana strategis lembaga) ataupun di alihkan tanggungjawabnya kepada pemerintah daerah atau organisasi swasta lainnya di bawah koordinasi intansi pemerintah yang berwenang. Terlalu lama waktu kerja ternyata cukup membosankan bagi tim yang bersangkutan, apalagi tidak ditunjang dengan kesiapan program jangka panjang dari kantor pusat. Selain itu untuk pengiriman jangka panjang, sebaiknya perlu dilakukan pergantian personil tiap 6 bulan dengan program yang berbeda tergantung pada prioritas kerja hasil diskusi dengan tim terkait lainnya di daerah. Keperluan tim yang utama adalah tenaga ahli bidang GIS yang berasal dari geografi atau disiplin ilmu lain terkait pemetaan, tenaga ahli survei GPS dan bidang geodesi, tenaga bidang infrastruktur jaringan dan webbase, tenaga ahli yang menguasai komputer dan basisdata dan tenaga ahli bidang penginderaan jauh serta beberapa operator kartografi yang mampu mengoperasikan aplikasi GIS dan CAD.

Program jangka panjang terkait pengelolaan data geospasial pada wilayah bencana setidaknya melengkapi peta dasar berbagai skala secara sistematis, termasuk pemasangan dan pembenahan JKV dan JKH dengan menggunakan teknologi GPS. Pengukuran JKH secara terestris meski lebih teliti, tampaknya kurang tepat dilaksanakan karena memakan waktu yang panjang serta dana yang besar. Pada keadaan normal maka kegiatan pengukuran secara terestris dapat dilakukan secara intensif oleh lembaga berwenang.

Jumat, Juni 13, 2008

Susahnya bertemu Gubernur NAD

Bertemu dengan pejabat tinggi sudah pasti susah, apalagi setingkat gubernur. Saya mengalami sendiri bagaimana susahnya bertemu gubernur NAD. Kami sudah kirim surat dan telepon jauh-jauh hari, karena kesibukan kami akhirnya diberi tahu bisa menjumpai beliau kebtulan beliau baru sampai dari Jakarta.

Hari itu (Rabu 11 Juni 2008) kami pergi ke kantor Gubernur, dan jam menunjukkan pukul 11 karena dijadwalkan kami akan bertemu sekitar pukul 13.00 atau sehabis makan siang. Tak terbayangkan sebelumnya, ternyata menunggu di ruang tamu gubernur seperti menunggu dokter umum di rumah sakit umum di jakarta, atau seperti antri tiket kereta untuk mudik bahkan mungkin lebih tetap antri jumpa artis. Ya Gubernur yang satu ini bak Artis, bagi masyarakat Aceh. beliau terpilih secara demokratis lewat calon independen (non partai). Beliau mengijinkan siapapun bertemu langsung dengannya, bahkan sering kali kami mendengar beliau menyetir sendiri kendaraan dinasnya. Salah seorang rekan saya, kebetulan dia membuka toko komputer di Banda Aceh pernah kedatangan gubernur hanya untuk membayar uang komputer. Beberapa hari sebelumnya dia memang ditelepon bahwa gubernur memerlukan laptop dan toko dia mengirimkan sebuah laptop.

Demikian merakyatnya sampai sampai aturan protokol seperti tidak jalan. Sambil menunggu saya perhatikan begitu banyaknya pengunjung sampai bangku yang ada tidak cukup menampung semua dan masing-masing ingin segera bertemu bahkan terkesan memaksa ingin bertemu. Berkali-kali ajudan gubernur bilang kemereka tolong ikuti prosedur, namun tetap saja mereka tidak beranjak dan berharap bertemu.

terkadang urusanpun tidak terlalu penting, saya perhatikan ada seorang ibu yang minta biaya tiket pesawat untuk anaknya yang akan pergi keluar daerah, ada yang minta bantuan biaya operasi plastik, bantuan biaya modal bengkel yang hanya 20 juta dan banyak lagi masyarakat yang membawa amplop proposal. Dalam group lain tampak para pengusaha dengan tas dan baju rapi, para konsultan asing, beberapa pejabat pemerintah hingga beberapa organisasi masyarakat.

Seperti halnya saya, masing-masing mempunyai satu tujuan yaitu pengin ketemu langsung dengan gubernur. Disinilah masalahnya kami yang sudah ikut protokol ternyata dengan begitu saja dikalahkan oleh mereka yang langsung "selonong boy". Saya perhatikan beberapa kali kami tersela, padahal sang ajudan sudha bilang, pak habis ini silahkan bapak masuk. Namun kami tersela oleh seseorang yang menurut infonya adalah mantan komandan GAM (Gerakan Aceh Merdeka), lalu kami tersela lagi oleh pejabat daerah, dan kami tersela lagi oleh pengusaha yang juga mantan kombatan (istilah tentara GAM), lalu tersela lagi oleh seseorang yang masih familinya. Masing-masing mereka membawa orang lain. Jadi lebih mirip calo, karena yang membawa masuk keluar tetapi orang yang dibawanya masih didalam. Demikain hal itu terjadi berulang-ulang sampai waktu menunjukkan pukul 16.30. Saat itu diluar sudah menunggu rombongan KIP (Komite Independen Pemilu) dan tim asisten gubernur, merekapun sudah memasuki lorong ke dua dan berkumpul di ruang rapat. Ruang tunggu gubernur NAD berkamar-kamar, ruang tunggu utama besar, lalu ada ruang tunggu sebelum masuk kamar beliau. Biasanya ruang tunggu persis depan gubernur penuh orang, ada yang merokok ada yang batuk-batuk ada yang minum kopi dan hanya ada 3 tempat duduk sehingga praktis yang lain berdiri.

Kebetulan kondisi saya saat itu juga sedang flue, sehingga kepala pening, perut mual karena belum makan, belum sholat zuhur dan asyar,..karena berdiri berjam-jam tanpa kepastian. Akhirnya setelah dapat informasi bahwa Gubernur akan rapat dengan KIP dan tim asistennya yang mungkin sampai malam, saya putuskan pulang. Aduh capek deh.... Padahal saya saat itu adalah utusan kepala BAKOSURTANAL untuk memastikan pertemuan menyangkut nota kesepahaman antara pemda dan kantor BAKOSURTANAL.

Itulah pengalaman pertama dan barangkali terakhir saya antri untuk ketemu gubernur. memang tidak bakat jadi tim protokol kali ya.. Mungkin perlu bagi khalayak yang dekat dengan gubernur untuk memahami tentang aturan protokol, administrasi kenegaraan dan yang paling penting budaya antri, tidak "selonong boy" karena ini juga kezaliman...

Sabtu, Juni 07, 2008

BRR dan BRA berlomba membangun Aceh

Meskipun berbeda huruf kedua lembaga tersebut mempunyai banyak kesamaan. Meskipun mempunyai tujuan, visi dan misi berbeda, ke dua lembaga tersebut pasca terjadinya tsunami 26 Desember 2004 di wilayah propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

BRR adalah Badan rehabilitasi dan rekonstruksi (BRR). Sejak April 2005, Pemerintah Indonesia membentuk Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh – Nias (BRR) yang diberi mandat untuk mengkoordinir bantuan tsunami dan proses rehabilitasi di Aceh pasca tsunami. Selama 5 tahun program kerjanya, diperkirakan membutuhkan dana sebesar 60 trilyun. Dana tersebut berasal dari moratorium hutang Indonesia, bantuan lain dari Negara luar, donator pribadi baik dalam maupun luar negeri.

BRA adalah Badan Reintegrasi Aceh (BRA). Pasca penandattanganan nota kesepahaman (MOU) damai antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki 15 Agustus 2005, Pemerintah membentuk Badan Reintegrasi Aceh. Badan ini dibentuk untuk mengelola kegiatan dan dana reintegrasi bagi korban konflik maupun mantan kombatan GAM. Pemerintah menyiapkan anggaran khusus untuk mendukung program reintegrasi pasca MOU, selama tahun 2005/2006 diperkirakan tidak kurang dari 200 milyar telah di salurkan ke BRA. Sementara dalam RAPBN tahun 2008 pemerintah menganggarkan Rp 450 milyar untuk mendukung program BRA yang disalurkan lewat Departement Sosial.

Jumat, Mei 30, 2008

DP3 ditolak di tanda tangani BOS..

Belum pernah saya sejengkel hari itu, namun apa mau dikata. Masalahnya sepele, sebagai seorang pegawai saya diminta mengumpulkan DP3 (Daftar Penilaian Pegawai) karena sejak tahun 2006 tidak masuk lembaran DP3 tersebut kebagian personalia. Selidik punya selidik, ternyata DP3 saya nyangkut di kepala Pusat (sebut aja BOS..). Dengan berbagai alasan yang kurang logis, intinya BOS tidak mau menanda tangani DP3 tersebut. Akhirnya saya kembalikan ke atasan saya yang lebih tinggi ternyata beliau menyetujui menanda tangani, akhirnya masalah selesai.

Belakangan saya baru tahu, rupanya BOS merasa risih dengan berbagai aktifitas saya yang dianggap tidak lapor ke dia. Bukan hanya tidak lapor, tapi juga tidak dilibatkan dan konsekwensinya ya seperti bola salju, tidak dapat honor, tidak dikenal dan berbagi tidak lainnya..akhirnya ya jalan pintas DP3 tidak ditanda tangani. Aneh juga sih kalau dikatakan seperti balas dendam.

Menurut kepala personalia DP3 wajib ditanda tangani atasan. Ilustrasinya karena DP3 seperti raport. Bisa jelek bisa juga baik terserah penilai atau guru. Kalau sudah ditanda tangani oleh guru dan perlu di ketahui (ACC) kepala sekolah lalu kepala sekolah enggan tanda tangan maka hanya ada dua alasan. pertama, rapotnya hilang karena kepsek teledor atau rapotnya di masih di guru atau murid.

Kasus saya, atasan langsung saya sebagai tim penilai sudah menanda tangani demikian pula saya sudah melihat dan menyetujui tinggal menunggu si BOS..lah koq 2 tahun gak keluar.. Kalau melihat PP no 10/80 ? jelas terlihat yang menanda tangai adalah atasan strukturalnya, jadi hampir pasti bos tidak baca PP tersebut atau mungkin udah lupa.. maklum sudah terlalu lama jadi BOS mana sempat baca buku.

Sebagai bawahan, saya memang tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi sejak hari itu sepertinya hormat saya jadi hilang kepada BOS saya tersebut. Kalau dulu masih bisa basa-basi salam dan menegor sapa, mungkin saat ini wallahu alam. Hanya kawan saya berbisik."biasanya orang yang suka mempersulit bawahan memang bawaan dimana berada seperti itu bahkan mungkin dia juga punya sejarah seperti itu dipersulit sehingga akan selalu mempersulit dan dipersulit... seperti hukum sebab akibatlah ". BOS seperti itu merasa bawahan adalah abadi bawahan...

Barangkali benar juga, makanya saya gak pernah niat menjadi pejabat struktural, lebih bebas sebagai fungsional tidak ada bawahan abadi. Lebih jauh lagi saya tidak pernah menyebutnya atasan tapi BOS...Karena BOS beda dengan atasa. Menurut Renald Kasali dalam bukunga Change (2006) ada beda antara BOS dan atasan diantaranya, atasan sangat suka bawahannya maju, sementara BOS tidak mau disaingi bawahan, BOS melihat sesuatu dengan emosional kalau atasan melihat sesuatu rasional..

Potret Aceh lewat jepretan Surveyor Pemetaan

selepas terjadinya tsunami bisa dibilang ribuan bahkan jutaan foto beredar tentang aceh. Diambil baik oleh fotografer profesional ataupun amatir. foto yang menggambarkan korban tsunami, program rehabilitasi dan rekonstruksi, keindahan alam, foto survei dan masih banyak lagi. Tidak ketinggalan saya termasuk yang beruntung bisa memotret lansung persitiwa tersebut, dengan berbekal kamera dijital 5M olympus, puluhan mungkin ratusan foto peristiwa pasca tsunami telah saya ambil. Sebagian foto tersebut terutama pfoto pada masa darurat di Aceh telah dimuat dalam album atlas tsunami diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh, saya masih melanjutkan pengambilan-pengambilan gambar tersebut. Kali ini saya memakai NIKON 40X resolusi 10 M yang saya beli saat menghadiri worskhop di Kyoto 9-16 Desember 2007. hasilnya memang luar biasa tajam.

Kelebihan NIKON memang pada lensanya, boleh dibilang bila di potret dengan kamera ini jerawatpun akan tampak besar. Saya coba lihat-lihat kembali foto-foto tersebut, ternyata foto memberikan sejuta kata. Saya berminat membuat album foto-foto tersebut dalam bentuk buku, sebagai satu sumbangsing saya buat pemerintah Aceh. Kedepan bergabung dalam acara galeri atau pameran fotografi bukanlah sesuatu yang mustahil. Banyak dari foto-foto tersebut yang menggambarkan spirit membangun wilayah Aceh dan Nias dari kerusakan akibat gempa bumi dan tsunami. Mudah-mudahan ide ini terealisir.

Banda Aceh, 30 Mei 2008

Jumat, Mei 02, 2008

Infrastruktur Jalan Pantai Barat NAD, Pria punya selera

Selama tiga hari mulai dari 28 - 30 April 2008, saya mengikuti survei potensi GIS di kabupaten sepanjang pantai Barat NAD. Selain melihat keadaan kesiapan daerah dalam mengelola data geospasial khususnya dalam hal sumberdaya manusia, hardware dan software, program dan perencanaan, perangkat hukum termasuk mendeliver data, saya menyempatkan diri mengamati kondisi jalan sepanjang pantai barat tersebut.

Sebagaimana diketahui, kota Banda Aceh NAD dan Medan di propinsi Sumatera Utara, saat ini terhubung dengan dua jalur utama. Lewat Pantai timur melalui Kabupaten Piddie, Piddie Jaya, Bireun, Lhok seumawe, Aceh Timur, Utara kota Langsa dan Medan. Dan Jalur Barat, mulai dari Lhooknga, calang, Lamno, Meulaboh,Blang Piddie, Tapak Tuan, Subussalam dan Medan.

Boleh dibilang jalan-jalan di wilayah pantai timur bagus, hotmix dan relatif lancar mesti dalam pelebaran jalan hingga ke Medan. Namun, wilayah pantai Barat, mulai dari lhoknga ke Calang, kurang lebih 5 jam perjalanan, keadaan jalan kondisinya rusak berat. Anda sebaiknya memakai double Cabin bila ingin melewati jalur ini, kemungkinan kendaraan box speerti kijang inova susah lewat, kecuali anda memaksakan diri. Beberapa jalan baru tampak hampir selesai tetapi belum boleh digunakan terkadang kita terhibur dengan beberapa ruas jalan cukup baik. Menjelang Calang hingga tapak tuan dan bahkan ke Subussalam/singkil jalan relatif bagus, mesti terdapat lobang sana sini.

Perjalanan pantai Barat umumnya melalui pegunungan, paling tidak tiga kali kita akan melalui perbukitan dan gunung mulai dari Lhoknga hingga ke Calang. Mulai dari Tapak Tuan ke Medan, kita akan memalui pergunungan bukit Barisan dan kawasan hutan Leuser.

Kondisi jalan yang berliku-liku sepanjang pergunungan, tidak jarang membuat kita mual dan Mabok. namun anda tidak perlu khawatir, anda bisa berhenti kapan dan dimana saja, karena alamnya sangat indah. Selain pantai yang indah, anda akan menikmati luasnya perkebunan kelapa sawit terutama di wilayah Kabupaten Acah barat daya dan Aceh Selatan.

Sebelum masuk kota Tapak Tuan, anda juga bisa mandi-mandi di air terjun di kota air dingin, lokasinya persis dipinggir jalan. Anda juga bisa melihat danau toba (mesti dari kejauhan) sepanjang jalan menuju Brastagi. Anda bisa juga bermalam di tapak tuan dan membeli oleh-oleh manisan pala.

Terdapat perbedaan yang cukup kontras wilayah pantai Barat dan timur, bisa terlihat dari bentuk bangunan dan tipe budidaya masayarakat pada umumnya. Mungkin akibat kondisi topografi yang berbeda. Yang pasti wilayah pantai Barat dengan kondisi topografinya yang relatif bergunung, menuntut kerja ektra keras dari aparat pemerintah untuk membangun wilayah tersebut. Jika kalau anda punya banyak waktu, kondisi fit, kendaraan juga Oke tidak ada salahnya mencoba jalur pantai Barat mulai dari Banda Aceh ke Medan...buaknkah pria punya selera

Medan, 2 Mai 2008

Kamis, April 24, 2008

Titik tinggi Geodesi (TTG) NAD pasca tsunami

Saat ini di Banda Aceh barangkali terdapat ribuan bench mark atau tanda titik tinggi yang dipasang NGO lokal maupun asing, dalam mendukung kegiatan mereka untuk membantu program rehabilitasi dan rekonstruksi NAD-Nias. Saya tidak tahu bagaimana metodologi dan coverage pengukurannya, karena memang data ini tidak terpublikasi sehingga publik tidak tahu (selain kotak atau pralon padat yang banyak dijumpai dilapangan seperti terlihat di gambar sebelah).





(Keterangan gambar : berbagai titik benchmark di Banda Aceh oleh NGO (gambar atas) dan model referensi tinggi yang dibangun oleh Satuan Tugas Geospasial BRR-BAKOSURTANAL (gambar bawah))

Terkait adanya perubahan pada wilayah NAD karena pengaruh gempabumi, Satuan Tugas Geospasial mencoba memfasilitasi untuk melakukan kegiatan evaluasi dan pengukuran ulang TTG wilayah NAD-Nias. Sayangnya kegiatan tersebut yang membutuhkan biaya skeitar Rp. 1.5 Milyar tidak mendapat tanggapan positif dari BRR sehingga tidak dapat dilaksanakan. Karena BRR tidak mengalokasikan dana untuk melakukan pembaharuan titik TTG, saya pernah mengundang beberapa NGO lokal dan asing terkait pemakaian titik tinggi dan termasuk internal BRR untuk berdiskusi tentang perubahan TTG (pertemuan hari senin 29 Mei 2006, sementara hari Sabtunya persis terjadi peristiwa gempa di Jogyakarta). Pada kesempatan itu Kepala bidang Geodinamika BAKOSURTANAL, Cecep Subarya M.Sc. menyampaikan saran koreksi nilai TTG yang lama lewat pendekatan matematis. Hasil hitungan referensi titik tinggi mengunakan titik referensi di Lhokseumawe yang dianggapnya relatif stabil. Formulasi berikut adalah hasil diskusi pak Cecep Subarya, Dr. Fahmi Amhar dan tim konsultan Sea Defence, formulasi hitungan revisi TTG adalah sebagai berikut berikut :


HT = HL + (hThL) + (NL – NT)


Keterangan

H = Tinggi geoid; h = tinggi ellipsoid; N = undulasi (h- H)

HT = Titik yang telah diketahui nilai tingginya terhadap mean sea level

HL = Titik yang akan ditentukan nilai tingginya

hT, hL = Tinggi ellipsoid WGS84 hasil pengukuran GPS

NL,NT = Hasil hitungan undulasi dengan menggunakan EGM96 pada titik A dan B

Dengan menggunakan formulasi di atas, beberapa lokasi titik tinggi referensi sudah dihitung, seperti titik tinggi di BTJ01 di Monumen Ratu Safiatuddin, kantor Gubernur, jalan Tengku H.M. Daoed Beureuh yang awalnya adalah 3.126 meter menjadi 2.123 meter. Beberapa titik lainnya juga telah dilakukan perhitungan. Informasi lebih detil hubungi drmoel@yahoo.com

Rabu, April 23, 2008

Referensi Titik Tinggi NAD perlu di evaluasi Ulang


Referensi titik tinggi sangat penting dalam pembangunan infrastruktur terutama jalan dan perumahan. Referensi ini biasa dikenal sebagai titik tinggi geodesi (TTG).Tanda atau Titik Tinggi Geodesi (TTG) merupakan gambaran fisik tinggi suatu titik di permukaan bumi dan biasanya didefinisikan juga sebagai tinggi di atas bidang acuan tertentu. Sementara gambaran posisi suatu titik di muka bumi relatif terhadap bidang referensi tertentu biasa diamati dari hasil pengukuran GPS (Global Positioning System). Dalam ilmu geodesi, bidang acuan tinggi dimaksud adalah bidang nivo yang merupakan bidang ekuipotensial gaya berat, disebut geoid dan berada hampir berhimpit dengan bidang permukaan laut rata-rata yang tidak terganggu. Selain sebagai acuan utama kontrol pemetaan topografi, TTG dan titik GPS juga menjadi acuan atas setiap pekerjaan survei teknis geodesi dan survei pertanahan. Di samping aspek praktis, TTG dan GPS juga berfungsi untuk studi gerakan vertikal kerak bumi.

Untuk wilayah Banda Aceh sebaran TTG wilayah NAD berada di sepanjang jalan utama. Mestipun tidak selalu, namun lokasi titik GPS biasanya mengikuti titik TTG yang ada dapat dilihat pada di bawah. Terdapat sekitar 539 TTG di wilayah Banda Banda Aceh dan sepanjang jalan utama setiap 0,5 km pengukuran tahun 1988 oleh BAKOSURTANAL. Di wilayah NAD, juga terdapat kurang lebih 120 titik GPS. Kecuali titik kontrol GPS yang telah diukur ulang oleh BAKOSURTANAL, kondisi data TTG khususnya di sepanjang pantai barat rusak, hilang karena tsunami atau dipindah orang, sebagian telah dilakukan evaluasi. Patut disayangnya selama program pemulihan NAD-Nias, BRR tidak menyediakan anggaran dana untuk merevitalisasi keberadaan titik referensi tersebut.