Kamis, April 24, 2008

Titik tinggi Geodesi (TTG) NAD pasca tsunami

Saat ini di Banda Aceh barangkali terdapat ribuan bench mark atau tanda titik tinggi yang dipasang NGO lokal maupun asing, dalam mendukung kegiatan mereka untuk membantu program rehabilitasi dan rekonstruksi NAD-Nias. Saya tidak tahu bagaimana metodologi dan coverage pengukurannya, karena memang data ini tidak terpublikasi sehingga publik tidak tahu (selain kotak atau pralon padat yang banyak dijumpai dilapangan seperti terlihat di gambar sebelah).





(Keterangan gambar : berbagai titik benchmark di Banda Aceh oleh NGO (gambar atas) dan model referensi tinggi yang dibangun oleh Satuan Tugas Geospasial BRR-BAKOSURTANAL (gambar bawah))

Terkait adanya perubahan pada wilayah NAD karena pengaruh gempabumi, Satuan Tugas Geospasial mencoba memfasilitasi untuk melakukan kegiatan evaluasi dan pengukuran ulang TTG wilayah NAD-Nias. Sayangnya kegiatan tersebut yang membutuhkan biaya skeitar Rp. 1.5 Milyar tidak mendapat tanggapan positif dari BRR sehingga tidak dapat dilaksanakan. Karena BRR tidak mengalokasikan dana untuk melakukan pembaharuan titik TTG, saya pernah mengundang beberapa NGO lokal dan asing terkait pemakaian titik tinggi dan termasuk internal BRR untuk berdiskusi tentang perubahan TTG (pertemuan hari senin 29 Mei 2006, sementara hari Sabtunya persis terjadi peristiwa gempa di Jogyakarta). Pada kesempatan itu Kepala bidang Geodinamika BAKOSURTANAL, Cecep Subarya M.Sc. menyampaikan saran koreksi nilai TTG yang lama lewat pendekatan matematis. Hasil hitungan referensi titik tinggi mengunakan titik referensi di Lhokseumawe yang dianggapnya relatif stabil. Formulasi berikut adalah hasil diskusi pak Cecep Subarya, Dr. Fahmi Amhar dan tim konsultan Sea Defence, formulasi hitungan revisi TTG adalah sebagai berikut berikut :


HT = HL + (hThL) + (NL – NT)


Keterangan

H = Tinggi geoid; h = tinggi ellipsoid; N = undulasi (h- H)

HT = Titik yang telah diketahui nilai tingginya terhadap mean sea level

HL = Titik yang akan ditentukan nilai tingginya

hT, hL = Tinggi ellipsoid WGS84 hasil pengukuran GPS

NL,NT = Hasil hitungan undulasi dengan menggunakan EGM96 pada titik A dan B

Dengan menggunakan formulasi di atas, beberapa lokasi titik tinggi referensi sudah dihitung, seperti titik tinggi di BTJ01 di Monumen Ratu Safiatuddin, kantor Gubernur, jalan Tengku H.M. Daoed Beureuh yang awalnya adalah 3.126 meter menjadi 2.123 meter. Beberapa titik lainnya juga telah dilakukan perhitungan. Informasi lebih detil hubungi drmoel@yahoo.com

Rabu, April 23, 2008

Referensi Titik Tinggi NAD perlu di evaluasi Ulang


Referensi titik tinggi sangat penting dalam pembangunan infrastruktur terutama jalan dan perumahan. Referensi ini biasa dikenal sebagai titik tinggi geodesi (TTG).Tanda atau Titik Tinggi Geodesi (TTG) merupakan gambaran fisik tinggi suatu titik di permukaan bumi dan biasanya didefinisikan juga sebagai tinggi di atas bidang acuan tertentu. Sementara gambaran posisi suatu titik di muka bumi relatif terhadap bidang referensi tertentu biasa diamati dari hasil pengukuran GPS (Global Positioning System). Dalam ilmu geodesi, bidang acuan tinggi dimaksud adalah bidang nivo yang merupakan bidang ekuipotensial gaya berat, disebut geoid dan berada hampir berhimpit dengan bidang permukaan laut rata-rata yang tidak terganggu. Selain sebagai acuan utama kontrol pemetaan topografi, TTG dan titik GPS juga menjadi acuan atas setiap pekerjaan survei teknis geodesi dan survei pertanahan. Di samping aspek praktis, TTG dan GPS juga berfungsi untuk studi gerakan vertikal kerak bumi.

Untuk wilayah Banda Aceh sebaran TTG wilayah NAD berada di sepanjang jalan utama. Mestipun tidak selalu, namun lokasi titik GPS biasanya mengikuti titik TTG yang ada dapat dilihat pada di bawah. Terdapat sekitar 539 TTG di wilayah Banda Banda Aceh dan sepanjang jalan utama setiap 0,5 km pengukuran tahun 1988 oleh BAKOSURTANAL. Di wilayah NAD, juga terdapat kurang lebih 120 titik GPS. Kecuali titik kontrol GPS yang telah diukur ulang oleh BAKOSURTANAL, kondisi data TTG khususnya di sepanjang pantai barat rusak, hilang karena tsunami atau dipindah orang, sebagian telah dilakukan evaluasi. Patut disayangnya selama program pemulihan NAD-Nias, BRR tidak menyediakan anggaran dana untuk merevitalisasi keberadaan titik referensi tersebut.

Selasa, April 22, 2008

Pemetaan Batas Desa di Kabupatren Aceh Besar


Pasca terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami di NAD 26 Desember 2004, terjadi banyak pemekaran daerah administratif di propinsi NAD. Salah satunya adalah pembentukan kecamatan blangbintang di Kabupaten Aceh Besar. Bappeda Kabupaten Aceh besar (dalam hal ini tim dari GIS center Kabupaten Aceh Besar) dengan dibantu oleh tim DED (German) dan BAKOSURTANAL melakukan pemetaan batas desa di wilayah kecamatan tersebut. Peralatan yang digunakan meliputi GPS dan foto udara resolusi tinggi bantuan dari BAKOSURTANAL dan BRR. Dibawah ini adalah rekaman gambar saat survei lapangan dan hasil laporan yang mereka buat. batas desa spasial tersedia di Bappeda Kabupaten Aceh Besar.


Latar Belakang

Blang Bintang merupakan kecamatan pemekaran dari kecamatan Ingin Jaya, Montasik, dan Kuta Baro. Pemekaran kecamatan Blang Bintang dituangkan dalan Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor : 3 Tahun 2006. Di dalam Qanun ini disebutkan bahwa Blang Bintang berasal dari sebagian wilayah kecamatan Montasik, Kecamatan Kuta Baro, Kecamatan Ingin Jaya yang terdiri dari 26 desa. Pada pasal 5 ayat 3 disebutkan bahwa Batas wilayah Kecamatan Blang Bintang secara pasti di Lapangan ditetapkan oleh Bupati. Berdasarkan pasal tersebut maka GIS Center Kabupaten Aceh Besar bermaksud untuk melakukan identifikasi batas wilayah kecamatan Blang Bintang.

Langkah awal yang dilakukan untuk pengidentifikasian batas administrasi tersebut adalah pengumpulan data digital yang tersedia. Salah satu sumber data batas administrasi desa adalah BPS (Badan Pusat Statistik).

Data yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) ada beberapa desa di kecamatan Blang Bintang yang masuk ke wilayah kecamatan lain, jadi tidak bisa dipakai sebagai acuan dalam pembuatan baseline data di GIS Center.


Pelaksanaan Kegiatan

Identifikasi batas kecamatan Blang Bintang dimulai dengan membuat data vector pointGIS Center) serahkan ke pihak kecamatan untuk memverifikasi batas wilayah dengan tokoh masyarakat, imum mukim, kepala desa di kecamatan Blang Bintang. Hasil verifikasi di atas kertas ini diberikan kembali kepada GIS Center dan GIS Center membuat kembali dalam format digital. Pekerjaan ini berlangsung dari bulan Agustus 2007 sampai dengan bulan Oktober 2007. Pada tanggal 3 Oktober 2007 kecamatan Blang Bintang membuat rapat Legalisasi Batas Desa. Hasil rapat tersebut dibuat dalam Berita Acara yang isinya menyebutkan bahwa mereka ingin memverifikasi batas tersebut dengan membuat patok sementara di lapangan dan patok tersebut berupa kayu ukuran 3x4 cm dengan panjang 30 cm. Penyediaan patok oleh pihak desa. Mereka meminta tim GIS Center kabupaten Aceh Besar untuk ikut serta mengambil titik GPS sesuai dengan patok yang mereka pasang. desa-desa di kecamatan Blang Bintang berdasarkan peta Topografi dari Bakosurtanal dan dipadukan dengan foto Citra Satelit. Pembuatan batas desa disesuaikan dengan peta sketsa blok sensus dari BPS. Kemudian hasil pengerjaan secara digital ini kami (

Pada tanggal 5 November 2007 tim GIS Center dengan tokoh masyarakat desa Cot Madi melakukan pengambilan titik GPS di batas desa antara Cot Madi dan kecamatan Kuta Baro, tetapi mereka tidak memasang patok yang disepakati. Kemudian tim GIS Center berkoordinasi lagi dengan pihak kecamatan dan mereka menyepakati untuk membuat patok sesuai dengan kesepakatan. Tim GIS Center mengambil 9 titik GPS di lapangan.

Tanggal 6 November 2007 kembali ke lapangan dan mengambil titik GPS di batas desa antara desa Cot Madi dan Kampung Blang dan mengambil 10 titik GPS.

Tanggal 15 November 2007 mengambil titik GPS di garis perbatasan desa Cot Geundret – Meulayo – Lamme – Kecamatan Kuta Baro – Kecamatan Ingin Jaya.

Tanggal 19 November 2007 mengambil titik GPS di garis perbatasan desa Lamsiem – Meulayo – Cot Puklat – Kec. Ingin Jaya – Kec. Montasik.

Tanggal 20 November 2007 mengambil titik GPS di garis perbatasan desa Cot Puklat – Cot Geundret Kec. Montasik – Kec. Ingin Jaya.

Tanggal 21 November 2007 mengambil titik GPS di garis perbatasan desa Cot Meulangen – Cot Rumpun – Cot Mon Raya – Cot Jambo – Cot Hoho – Cot Karieng – Cot Nambak – Kec. Ingin Jaya.

Tanggal 22 November 2007 mengambil titik GPS di garis perbatasan desa Cot Rumpun – Cot Mon Raya – Cot Jambo – Cot Hoho – Cot Karieng – Cot Nambak.

Tanggal 6 Desember 2007 mengambil titik GPS di garis perbatasan desa Bung Pageu – Cot Malem – Cot Karieng – Cot Sayuen – Cot Hoho – Cot Jambo.

Tanggal 10 Desember 2007 mengambil titik GPS di garis perbatasan desa Bung Pageu – Teupin Batee – Cot Sayun – Cot Malem Cot Leuot – Cot Bagi.

Kendala di Lapangan

Rencana kegiatan survey lapangan dari tanggal 5 November 2007 sampai dengan tanggal 16 November 2007. Namun rencana tersebut tidak dapat dijalankan sesuai dengan jadwal karena terkendala adanya perselisihan tokoh masyarakat antar desa mengenai penetapan patok batas desa. Masalah ini sudah diserahkan ke pihak kecamatan untuk mengantisipasinya dan GIS Center kemudian dihubungi kembali dan melakukan survey dan pengambilan titik GPS dari tanggal 15 November 2007 sampai dengan tanggal 10 Desember 2007. Dan sampai batas waktu 14 Desember ada 10 desa yang tidak disurvey kembali karena terkendala dengan permasalahan penetapan patok batas antar desa.

Alat Bantu

Alat yang dipakai untuk survey adalah GPS Navigasi Garmin eTrex Vista HCx dan Mobile GIS PDA Trimble Recon. Untuk patok digunakan kayu balok ukuran 3x4 cm sepanjang 30 – 50 cm.

Tim GIS Center

  1. Tim yang ke lapangan terdiri dari :
  2. Tim GIS Center Kabupaten Aceh Besar (Ir. Zakaria ; Ir. Bayu Sumarno ; Nirwansyah, ST ; Mursidah , ST ; Rusmini, STP ; Anita Fitriyani ; Jamaluddin ; Winro Junaidi dan Isfandiari)
  3. Tim DED (Jochen Kranik dan Cut Susanti)
  4. Tim Bakosurtanal (Teguh Mulyadi dan Mustopa)
  5. Tim GTZ-SLGSR (Makmur Widodo dan Wanhar)

Rekomendasi Profil Kecamatan Blang Bintang

  1. Luas Kecamatan : 41, 75 km2
  2. Koordinat : 95° 23’ 4” – 95° 29’ 46” BT

5° 29’ 1,7” - 5°34’18,6” LU

  1. Batas Wilayah : Barat : Kec. Ingin Jaya

Timur : Kec. Mesjid Raya

Utara : Kec. Kuta Baro

Selatan : Kec. Montasik


Kota Jantho, 18 Desember 2007

Mengetahui :

1. Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Besar Ir. Zulkifli R., M. Si NIP. 390 009 529

2. Team Leader Ir. Zakaria NIP. 080 127 974




Bolehkah PNS meiliki saham di perusahaan swasta

Perdebatan tentang bolehkah PNS mempunyai jabat rangkap tampaknya mulai meredup, seiring dengan keluarnya kebijakan masing-masing Departemen. Pijakan hukum yang membolehkan jabatan rangkap PNS sebenarnya mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29/1997 yang selanjutnya dirubah dengan PP Nomor 47/2005. PP ini jelas membolehkan PNS menduduki jabatan rangkap yaitu sebagai struktural dan fungsional. Meskipun ada peraturan lain yaitu PP nomor 100 tahun 2000 pasal 8 yang melarang jabatan rangkap.

Seiring dengan waktu, jabatan rangkap sepertinya dibolehkan karena ada pijakan hukumnya. Contoh yang dibolehkan seperti di LIPI jelas boleh, LAPAN, demikian pula di seperti Departemen PU, sementara di BAKOSURTANAL mestipun malu-malu mengakui tetapi dibolehkan. Akhirnya lagi-lagi kembali kepada kebijakan masing-masing departemen. Apalagi PP 47 tahun 2005 tidak secara jelas membatalkan (menasyahkan) PP 100 tahun 2000.

yang tidak kalah peliknya adalah bolehkah PNS berbisnis atau menjadi komisaris atau direksi suatu perusahaan swasta?. kalau kita lihat PP 30/1980 pasal 3 tentang kedisplinan pegawai negeri jelas dilarang "memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkupnya" atau memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan kepemilikkannya itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan jalannya perusahaan"

Apakah berarti PNS dilarang memiliki saham di suatu perusahaan?. Bila iya, bagaimana dengan wakil presiden, para menteri yang saat ini menjabat. Sudah bukan asing lagi mereka mempunyai bisnis. "Tapi kan mereka sudah tidak memiliki jabatan lagi diperusahaan swasta saat menjabat mentri alias sudah meletakkan jabatan " sela kawan saya. Jika seperti itu, berarti PNS boleh memiliki saham di perusahaan swasta selama tidak menduduki jabatan struktural atau politis. Kalau nanti jadi menteri ya lepasin jabatan tersebut.

tetapi kalau melihat UU no 40 tahun 2007 tentang pendirian PT tidak disebutkan larangan pendirian oleh PNS. He2x... lagi-lagi peraturan bermacam-macam. Sekarang tergantung pada interpretasi masing-masing lah...karena semua ada konsekwensinya. Hanya saat pembuatan pendirian perusahaan ke notaris, perlu KTP pemilik saham. Nah bila di KTP tertulis pekerjaan PNS apa bermasalah atau akan malu saat sang notaris bilang "maaf pak PNS dilarang bikin PT". Beruntung sekali kawan saya di KTPnya tertulis hanya pegawai sehingga dia bisa menduduki sebagai wakil direktur diperusahaan swasta untuk beberapa tahun sebelum diangkap menjadi kepala personalia di suatu departemen.

Juga misalkan saya yang juga mengecap pendidikan master di ilmu lingkungan. Yang pernah belajar berbagai problem lingkungan global dan regional, ataupun pengolahan limbah lewat recycle, reuse dan reform. Kalau pengen sekali bantu pemerintah dalam menangani limbah di sekitar lingkungannya, dari sekedar keinginan lalu punya peluang mendirikan industri pengolahan limbah, apa tidak boleh?. Dari sekedar hobi, menjaga kebersihan alam, berdiskusi tentang pengelolaan dan monitoring lingkungan hidup. Tapi tiba-tiba ada peluang juga untuk menciptakan indutsri pengolahan limbah yang tidak saja dapat mengurangi problem lingkungan tapi juga menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat umum, apa lantas dibiarkan saja, dan bersikap cuek. Padahal kesempatan baik jarang datang dua kali.

Kesimpulannya selama tidak bermasalah ya silahkan saja, sewaktu ada masalah ya itu konsekwensi...mau apalagi. Memang ini bukan jawaban yang bijak. Tapi apa perlu bijak dalam menjawab masalah seperti ini, atau bukannya serahkan saja pada pola strategi dan taktik saja. Yang utama bagaimana berusaha semaksimal mungkin melakukan kegiatan yang berguna bagi orang banyak.

Minggu, April 20, 2008

Daftar Program Intensif Ristek

Setelah lebih dari seminggu gagal mencoba, baik waktu pagi, siang dan malam akhirnya saya bisa juga mendaftar online program intensif di http://www.ristek.go.id. Entah kenapa pendaftaran online selalu gagal. Saya coba tanyakan ke bagian IT kantor sayapun mereka gagal. Awalnya saya curiga bandwith dikantor terlalu kecil untuk melakukan online registration (pendaftaran online) saya coba ke warnet di Banda Aceh ternyata juga gagal.

Program intensif dari ristek sungguh menggiurkan. Mereka menawarkan bantuan program riset mulai dari 250 juta hingga 500 juta, untuk fokus kegiatan meliputi ketahanan pangan, sumber energi baru dan terbarukan, teknologi dan managemen transportasi, teknologi informasi dan telekomunikasi, teknologi pertahanan dan keamanan dan teknologi kesehatan dan obat. baik untuk riset dasar, terapan, peningkatan kapasitas sistem produksi, percepatan difusi dan pemanfaatan iptek dan Riset unggulan strategis nasional yang untuk tahun ini ditiadakan.

Terus terang saya penasaran ingin melihat formulir pendaftaran seperti apa. Dalam kesempatan lain saya bepergian ke Lhokseumawe, disana saya coba dari fasilitas hotel juga gagal, bahkan lewat ipod dan ponsel juga gagal. Atas saran petugas hotel saya diminta pergi ke warnet paling anyar di lhokseumawe dan speednya juga tinggi karena pakai broadband. Ternyata disana pun gagal. aneh banget. gagalnya bukan saat membuka halaman ristek tetapi saat mau online selalu tertulis " the connection has time out" terlihat status posrt http://www.ristek.go.id:5001/.

Seolah menyerah, saya coba kirim email ke kawan untuk di copikan isi formulir pendaftaran. Karena alamat tersebut dapat dibuka dari wilayah Bogor. kawan tersebut akhirnya mengirimkan daftar isian pada online registration. Akhirnya entah mengapa malam ini tepat jam 21.39 saya bisa masuk ke tempat pendaftaran. Waktu tersisa masih satu hari. Akhirnya saya coba konsentrasi menulis dan mengisi formulir yang ada.

Saya sempat curiga, apakah port tersebut sengaja ditutup untuk wilayah di luar Jawa. Kalau iya ini kesalahan kantor Menristek. tetapi tidak mungkin hal ini dilakukan kantor menristek. tetapi yang jelas, saya bersyukur sudah bisa mendaftar online mesti belum tentu masuk. alhamdulillah

Jumat, April 11, 2008

Survei IDSN di Propinsi NAD

Mulai senin nanti insyaallah saya akan mengikuti survei potensi pusat GIS di seleuruh kabupaten NAD Nias. Ada sekitar 23 kabupaten yang akan saya kunjungi. Rencananya kami akan mulai menyisir pantai timur mulai dari Sigli kabuapetn piddie hingga Langsa dan Aceh Tamiang. Setelah Itu menyusuri Pantai Barat mulai dari Aceh Jaya-Calang, hingga Singkil, Kabupaten Aceh Singkil.

Survei ini dilakukan dalam rangka menidentifikasi potensi pusat-pusat GIS dan infrastruktur penunjang kegiatan pemakaian data geospasial. Pasca tsunami, di propinsi Aceh Banyak terdapat kegiatan pemetaan. Hanya sayangnya data tersebar secara tidak merata. Oleh karena itu kami mencoba mengambil dan menjemput bola untuk mendistribusikan data data geospasial yang ada sekaligus mengidentifikasi dat spasial yang ada di kabupaten.

Kami juga menyebarkan quesioner seperti tersaji di bawah :

Petunjuk pengisian

  1. Mohon setiap pertanyaan dijawab dengan lengkap dan sedetail mungkin guna membantu dalam penyusunan rencana dan bantuan teknis yang tepat dalam rangka pengembangan pusat GIS kabupaten di wilayah Anda. (Please answer the following as best you can so we will be able to properly plan and assign the proper assistance to your GIS center.)
  2. Anda dapat pula menggunakan format sendiri dan mohon hasil pengisian dapat dikirim ke alamat m.darmawan@brr.go.id and drmoel@yahoo.com. (Please feel free to type up your own style document and email to m.darmawan@brr.go.id or drmoel@yahoo.com)

Administrasi/Administration

Organisasi/organization :

……………………………………………………………………..

Posisi Geografis/Geographic position :

Kontak person/Contact Information :

……………………………………………………………………..

Nama/Name :

……………………………………………………………………..

Nomer telepon/Phone Number :

……………………………………………………………………..

Nomer fax/Fax Number :

……………………………………………………………………..

Alamat email/Email address :

……………………………………………………………………..

Geographic Information System (GIS)

1. Apakah organisasi anda sekarang mengunakan GIS? (Are your organizations currently using GIS?) Ya (Yes), Tidak (No)

2. Apakah organisasi anda membuat layer GIS atau shape file? (Have your organization created any GIS layer or shapefile?) : Ya (Yes), Tidak (No)

3. Jika ya, apa nama layer tersebut dan lembaga yang akan mengelola data tersebut? (If so, what layer and what organization for maintaining the data?). Boleh memilih lebih dari 1 jawaban (you may check more than one)

4. Layer apa yang paling dibutuhkan dan belum tersedia? (What layers are you interested and has not available?). Boleh memilih lebih dari 1 jawaban (you may check more than one)

5. Berapa jumlah staf anda yang telah mendapatkan training GIS? (How many of your staff members received GIS training?)

6. Departemen apa yang tertarik dalam penggunaan GIS? (What departments are interested in using GIS?)

7. Untuk keperluan apa GIS digunakan? (What would GIS use for?)

8. Seberapa banyak pekerjaan di departement atau lingkungan sekitar anda yang menggunakan bantuan GIS? (How many type of work on your department are using GIS)

9. Berapa jumlah pengguna GIS yang terdapat di departement atau lingkungan sekitar anda? ((How many person on your department are familiar with GIS)

Perangkat keras dan perangkat lunak (Hardware and software)

10. Spesifikasi komputer yang umum terdapat di departmen Anda (please mention the common computer specification on your department):

11. Jumlah server yang tersedia (have any servers available?)

12. Apakah sudah terpasang jaringan komputer (is the computer networking installed)?

13. Berapa bandwidth internet yang digunakan (type of Internet bandwidth available)?

14. Apakah terdapat plotter (have any plotter within your organization)?

15. Perangkat lunak GIS dan penginderaan jauh yang tersedia (what types of GIS and remote sensing software are available):

Perencanaan/Planning

14. Apakah tersedia anggaran untuk pembelian hardware dan software (Is there money budget available for GIS hardware and software)?

15. Apakah tersedia anggaran untuk training (is there money budget available for GIS training)?

16. Apakah ada kemungkinan dan rencana untuk membayar staf honorer dalam bidang GIS (Is there a plan and possibility of hiring honorary staff that will be dedicated to GIS related task)

Kamis, April 10, 2008

Askes ditolak karena gak teliti nulis nama

Baru-baru ini saya mengajukan klaim asuransi ke kantor Asuransi banda Aceh, lewat kantor saya untuk pengantian pembelian kacamata baru. Kantor saya menyediakan polis asuransi askes untuk para karyawannya. Saya terdaftar sebagai peserta askes PLATINUM, dan perawatan kelas 1. Akhir Febuari, lalu mengajukan klaim penggantian kacamata senilai Rp. 1.600.000. Setelah menunggu lebih dari sebulan, awal April, saya mendapat kabar bahwa klaim saya ditolak. Alasannya karena nama yang tertulis dikuitansi optik berbeda dengan yang tertulis di di kuitansi resep dokter. Setelah saya periksa memang ada perbedaan penulisan. Resep kacamata menulis Mulyanto D. sementara di optik tertulis M. Darmawan. Sementara nama lengkap saya mulyanto Darmawan..Nasib..nasib punya nama dua..tidak teliti melihat kuitansi ...koq bisa ya...ini kan bukan salah saya..tapi peraturan tetap peraturan ya ditolak saya harus memperbaikinya.

Saya memang tidak sempat cek nama tersebut, mesti kecewa ya terpaksa harus mikir apa harus pergi lagi ke Jakarta, untuk sekedar menyamakan nama di kuitansi. Masalahnya adalah saya bikin kacamata di Jakarta sementara kerja di Banda Aceh. Untuk pulang pergi tiket pesawat saja bisa mencapai Rp 1.7 juta (paling murah). Tapi rasanya aneh petugas askes tidak mau berfikir logis, atau sedikit kreatif apalagi mereka pegang data kartu askes saya dengan nama jelas Mulyanto Darmawan. Mana mungkin salah nama, yang mengajukan dari satu kantor, dari satu arsip. Tapi ya gitulah.mau gimana lagi...terpaksa harus merelakan tidak mendapat ganti.

Sebetulnya tidak diganti oleh askes, bukan yang pertama saya alami. Sebelumnya klaim asuransi untuk kacamata anak saya senilai Rp. 1.400.000 juga ditolak. Awalnya karena saya mengajukan struk elektronik untuk kacamata dan resep dokter (karena memang ini yang saya terima dari dokter ataupun optik). Pihak asuransi meminta kuitansi tangan (padahal struk sesuai dengan yang dibeli dan tidak bisa dimanupulasi, sementara kuitansi tulisan tangan yang sangat mungkin bisa di mark up). AKhirnya saya usahakan ke dokter dan optik untuk minta kuitansi lalu saya ajukan kembali. Setelah menunggu sekitar 3 minggu akhirnya di tolak. Alasannya minus anak saya masih di bawah standard askes. Anak saya minus 0.5 dan standard askes adalah lebih besar 0.75. Innalillahi wa inna ilai rojiun cuma ini yang saya bisa ucap. Apakah saya harus minta dokter untuk menulis dikuitansi, kalau anak saya minus 0.75 atau 1. Masyaallah gak beranilah, Saya masih takut sama sama yang di Atas.

Penolakn lain adalah dan yang paling kesel sewaktu istri saya kecelakaan. Saat itu istri jatuh dari motor dan tangannya patah dan dibawa kerumah sakit terdekat untuk operasi. Belakangan rumah sakit tempat operasi istri tidak menerima asuransi Askes. Akhinya saya harus bayar seluruh biaya perobatan istri yang mencapai sekitar Rp 15 juta (lima belas juta rupiah) dengan uang cash. Parahnya sewaktu saya akan mengajukan komplain tidak dapat karena rumah sakit tersebut memang tidak punya kerjasama dengan askes..
waduh repot deh.. Akhirnya operasi ke dua berupa pencabutan saya ajak ke rumah sakit umum dan yang menerima askes, lumayan habis sekitar Rp 4 juta..

jadi bagi anda yang akan berobat menggunakan askes..pastikan apa rumah sakit tersebut menerima askes apa tidak kemudian harus ada kuitansi tidak boleh struk, dan terakhir nama harus benar-benar sama dengan yang tertulis dalam kartu. Semoga hanya saya aja yang menerima kerepotan ini.

Senin, April 07, 2008

Aset data Geospasial Tematik NAD

Gambar pertama ini adalah ilustrasi aset data tematik spasial yang dihasilkan selama program rehabilitasi dan rekonstruksi. Aset ini meliputi peta tematik berupa peta tata ruang baik tingkat desa (village planning) hingga tata ruang kabupaten dan kota, peta infrastruktur jalan, lokasi dan sebaran perumahan, peta geologi dan potensi sumberdaya alam, dan data tematik yang dihasilkan dinas seperti peta kawasan hutan, peta Daerah aliran sungai termasuk beberapa produk cetak. Satuan tugas geospasial mengumpulkan sekitar 50 peta tematik.

Selain alat dan data, terdapat pula sistem aplikasi yang dihasilkan. Sistem tersebut berupa webGIS dan sistem metadata. WebGIS menggunakan Mapguide Enterprise (MGE) dan sistem metdata menggunakan geonetwork. Kedua sistem tersebut merupakan bagian dari tranfer aset untuk memperkuat capacity building. Ilustrasinya terlihat pada gambar di atas.

Terkait program IDSN, data asset yang dihasilkan berupa metadata foto dan data TLM. Subtansi metdata telah disusun selama periode 2006, menyangkut isi seperti deskripsi data, peraturan perolehan data, status kepemilikan. Selama periode 2007 hanya dilakukan data entry. harusnya perkerjaan mudah ini dapat dilakukan secara cepat. Namun karena hambatan teknis, tidak seluruh data geospasial yang ada dapat diselesaikan. Ilustrasi aset terkait IDSN tersaji dalam gambar paling bawah ini

Fundamental dataset Geospasial wilayah NAD


Terkait penyerahan aset pasca BRR. Secara umum, asset yang dapat diserahkan dalam hal data geospasial yaitu terbagi atas produk-produk data dasar, data tematik, asset yang dapat menunjang capacity building, dan asset yang menunjang kegiatan IDSN seperti diilustrasikan dalam gambar sebelah untuk data dasar berupa data satelit dan foto udara (sebelah kanan), data garis atau vektor (sebelah kiri pohon) berupa data peta garis dijital (topographic line map-TLM) pada berbagai skala, data rupabumi dijital skala tertentu, data ETOPO, peta-peta tata ruang dan produk cetak, titik referensi geodesi dan data batimetri (kedalaman laut).

Semua data tersebut bagian dari fundamental dataset yang diperlukan dalam penanganan wilayah bencana. Vekum termasuk data tematik hasil turunan.

Pembangunan Infrastruktur Data Geospasial NAD

Peningkatan Kemampuan (Capacity Building)

Salah satu ruang lingkup tugas tim geospasial BRR adalah membantu pembangunan infrastruktur data geospasial Propinsi NAD dan kepulauan Nias. Saya menafsirkan ruang lingkup ini sebagai bagian dari program peningkatan kemampuan (capacity building) Pemerintah Propinsi NAD dalam bidang pengelolaan data geospasial. Pasca gempa dan tsunami 26 Desember 2004 wilayah NAD seperti layaknya ”bank data” berbagai bantuan dan produk pemetaan dalam berbagai format beredar, mulai dari kegiatan pemotretan foto udara yang menghasilkan data mentah (raw data) hingga produk jadi seperti peta-peta perencanaan wilayah yang ukurannya diperkirakan lebih dari 10 terabyte. Demikian pula, untuk peralatan dan sistem yang ada hasil bantuan para NGO seperti plotter, printer, scanner dan perangkat lunak GIS, tersedia cukup banyak. Namun, kemampuan daerah untuk mengelola semua itu masih diragukan, mengingat sedikitnya sumberdaya manusia yang tersedia serta kekurang pengalaman pemerintah daerah bekerja dengan data geospasial. Oleh karena itu peningkatan kemampuan daerah dalam bidang pengelolaan data geospasial sangat diperlukan. Dalam arti diperlukan kesiapan tidak saja berupa ruangan dan server yang memadai tetapi juga sumberdaya manusianya.

Dalam konsep pembangunan Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN), yang menjadi komponen utama peningkatan ”capacity building” adalah aspek kelembagaan, peraturan hukum dan perundang-undangan, data utama, sumberdaya manusia, serta kegiatan penelitian dan pengembangan. Kelima komponen tersebut saling terkait, data dan manusia ada tetapi tanpa ditunjang dengan kegiatan berupa riset dan pengembangan, maka akan mandek kegiatannya (stagnant). Jika manusia dan data ada termasuk kegiatan tetapi tidak ditunjang dengan peraturan yang jelas dan mendukung, maka hasilnya tidak optimal karena tidak mempunyai landasan hukum.

Peningkatan kemampuan kelembagaan (Capacity building) dirasakan memang harus melibatkan orang daerah, karena mereka yang nantinya mengelola semua peninggalan rekonstruksi ini. Artinya, sebisa mungkin STG menjalankan program dengan selalu melibatkan unsur daerah sebagai nara sumber atau “focal point”. Di sinilah, saya lihat peran besar teman-teman di Aceh baik dari rekan BRR sendiri yang bekerja terkait GIS baik Bappeda, ataupun komponen lain seperti perguruan tinggi Unsyiah dan dinas-dinas.

Beberapa tantangan dalam program peningkatan kemampuan daerah di NAD di antaranya terkait ”exit strategy” BRR ke pemerintah daerah yang dilakukan secara bertahap. Selain itu beberapa organisasi kemasyarakatan asing juga melakukan aktifitas pembangunan infrastruktur geospasial seperti GTZ dengan memberi bantuan komputer dan software ArcGIS ke beberapa kabupaten seperti Kabupaten Aceh Besar, Kabuapten Bireun, dan Bappeda Kota.
BRR menginisiasai pembentukan AGDC (Aceh Geospatial Data Center) di Bappeda. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan dan mempercepat aktifitas kerja pengelolaan data geospasial di Bappeda propinsi dan akan berdampak ke seluruh kabupaten di propinsi NA.

Perencanaan Infrastruktur Jaringan di NAD

Memanfaatkan “golden moment” masa rekonstruksi di NAD, Badan Pengelola Data Elektronik (BPDE) memotori instalasi jaringan komunikasi antar dinas di propinsi dan daerah, baik menggunakan teknologi VSAT ataupun penggunakan kabel jaringan. Saat ini telah tersambung jaringan online dan wireless antar dinas atau lembaga daerah dan pendidikan di Kota Banda Aceh yang mencakup sekitar 64 dinas/lembaga di propinsi NAD dan dinas/lembaga di kota Banda Aceh. Demikian pula koneksi radio (point to point) antar kantor pusat BPDE dan Pendopo (rumah dinas kediaman Gubernur NAD) dan kantor walikota Banda Aceh telah dilakukan, Ke depan direncanakan membangun jaringan interkoneksi VSAT antar kabupaten dan kota sepropinsi NAD, dengan kantor BPDE Banda Aceh sebagai pusat jaringan (center hub).

Program capacity building bidang pengelolaan data geospasial cukup terbantu dengan adanya jaringan antar dinas di kota Banda Aceh. Bappeda propinsi NAD lewat AGDC memanfaatkan jaringan koneksi antar dinas/lembaga di propinsi NAD untuk melakukan pembinaan terhadap tenaga daerah yang telah dilatih GIS. Tiap dinas menyiapkan dua tenaga pemetaan untuk mengikuti pelatihan GIS baik tingkat dasar maupun tingkat analisis, selanjutnya mereka dapat melakukan pekerjaan-pekarjaan terkait GIS di Bappeda dengan memanfaatkan koneksi jaringan komputer Bappeda dengan komputer di dinas mereka masing-masing. Pemerintah Jerman, lewat GTZ telah membantu seperangkat komputer ke Bappeda dan dinas-dinas/ lembaga untuk mendukung program AGDC.

Pelatihan-Pelatihan

Program pelatihan yang dilaksanakan terkait pengelolaan data geospasial oleh tim geospasial tidak terlepas dari bentuk pelatihan GIS. BRR baik tim geospasial atau unit lainnya telah beberapa kali melakukan pelatihan baik ke internal BRR ataupun ke dinas-dinas dan NGO. Beberapa pelatihan yang sempat dilakukan baik tersaji dalam table 1.

Pelatihan GIS tingkat dasar bisanya diberikan berupa pelatihan penggunaan ArcGIS. Modul pelatihan telah tersedia dalam bahasa Indonesia, hasil terjemahan oleh rekan-rekan di GIS consorsium Aceh dari modul pelatihan ArcGIS bahasa Inggris yang disusun oleh perusahaan konsultan NGIS-Australia. Selain modul ArcGIS, tersedia pula modul pelatihan WebGIS menggunakan MapGuide Enterprise yang disusun oleh Autodesk dan EDP Media (reseller produk Autodesk di Indonesia), termasuk pula modul pelatihan kartografi yang disusun oleh tim geospasial, BRR dan BAKOSURTANAL.

Transfer Alih data Geospasial ke Pemerintah Daerah

Masa kerja BRR akan segera berakhir menjelang April 209. Sejalan dengan itu isu-isu terkait strategi pengalihan tugas (Exit strategy) BRR di NAD-Nias makin sering. Bukan hanya di kalangan interen BRR namun juga secara terbuka banyak diulas di harian umum yang beredar di Propinsi NAD. Saya tidak tahu persis bagaimana ”road map” dari proses peralihan ini, yang saya tahu kedeputian kelembagan BRR selama ini terlihat sibuk melakukan inventarisasi asset. Bahkan secara bertahap sejak pertengahan 2007 sudah ada beberapa penyerahan asset ke pemerintah daerah. Khusus data geospasial, telah dilakukan persiapan-persiapan berupa inventarisasi dan dokumentasi asset yang selama ini digunakan untuk mendukung penggunaan data geospasial. Secara umum, asset yang dapat diserahkan dalam hal data geospasial yaitu terbagi atas produk-produk data dasar, data tematik, asset yang dapat menunjang capacity building, dan asset yang menunjang kegiatan IDSN.

Minggu, April 06, 2008

Demo Pengungsi ke BRR

Setelah tiga hari berdemontrasi ke BRR tanpa membuahkan hasil, para pendemo yang berjumlah 300 orang pergi ke pendopo kantor gubernur. Para pendemo tetap menuntut dana rehabilitasi rumah sebesar Rp. 15 juta yang susah dipenuhi BRR. Menurut informasi internal BRR, agak susah bagi BRR memenuhi dana tersebut yang jumlahnya tidak kurang dari Rp. 1.5 trilyun belum lagi tuntutan para pendemo yang meminta dimasukkan beberapa desa dan wilayah yang belum terdata. Yang pasti berapapun dana yang dikucurkan pasti tidak akan cukup apabila data jumlah penerima bantuan tidak akurat. Wajar kepala BRR tetap bersikeras bahwa tidak mungkin melakukan pendataan ulang pada saat ini dan keputusan jumlah tersebut sudah final.

Dalam kondisi BRR seperti sekarang, memang agak susah mengumpulkan data yang akurat. Banyak hambatan yang ada seperti sikap mental karyawan BRR, kondisi geografis daerah gempa, mental penerima bantuan dan pelaksana kegiatan hingga keterbatasan dana. Sikap mental karyawan BRR sudah mulai berubah tidak seperti sedia kala awal-awal tahun 2006 dan 2006. Memasuki awal 2007 semangat mendedikasikan untuk membantu korban gempa dan tsunami mulai luntur. sebaliknya mulai terlihat banyak sekali kepentingan pribadi dan kelompok didahulukan daripada kepentingan rehab-rekon dan korban tsunami itu sendiri. Beberapa program yang hanya "paste copy" dan tidak mempunyai dampak langsung kepada pembangunan daerah atau pengungsi mudah sekali dikucurkan. Setiap unit di BRR amat suka mencari tenaga asisten (TA) yang membantu kegiatan. Mereka lebih suka mempekerjakan orang dengan proyek yang mudah didapat dari BRR daripada bekerja sendiri. Mesti grafiti dan pemberian dilarang, tetapi mereka tidak bisa menutupi pemberian tersebut. Ternyata gaji besar tidak menjamin mereka bekerja maksimal.

Kondisi geografi juga menjadi kendala sendiri untuk mendata kembali rumah yang rusak. Luasnya areal terkena dampak, periode waktu yang terus berjalan dan banyaknya pelaksana rekonstruksi dan jalan-jalan ya masih susah dilalui menyebabkan susah untuk menemukan kembali rumah-rumah yang rusak akibat gempa, terutama di daerah-daerah pantai Barat.

Yang paling parah adalah mental manusianya. meskipun mental adalah masalah pribadi, namun masalah mental menjadi kendala pula dalam pendataan ulang. Menurut informasi internal awal dat awal yang akan di beri dana rehab adalah sekitar 84.000 rumah, dengan rincian 64 ribu di propinsi NAD dan 20 rb di Nias. Saat dilakukan verifikasi ulang ternyata jumlahnya menyusut menjadi separuhnya atau sekitar 44 rb karena banyak penerima ganda. Besar danapun bervariasi mulai dari Rp 15 juta, Rp 12 jt, Rp 10 jt hingga Rp 2,5 juta tergantung besar kecilnya kerusakan. Untuk yang benar2 rusak dan hilang BRR telah menyediakan bantuan rumah. Sehingga BRR mengalokasikan dana hanya sekitar Rp 350 milyar. Karena berlarut-larutnya masalah entah kenapa dana akhirnya malah turun menjadi hanya Rp 90 Milyar, akan tetapi BRR sudah terlanjur membagi rata dana rehab sebesar Rp 15 juta ke wilayah Banda Aceh dan kabupaten Aceh Besar. Kontrol sosial yang seharusnya muncul diantara penerima bantuan tidak terjadi. Sebaliknya pelaksana kegiatanpun demikian. Sudah bukan rahasia umum kalau di NAD mungkin juga Nias kegiatan proyek selalu di sub kontrakkan. Dalam satu buah kegiatan bisa dua hingga tiga level sub kontrak. Satu rekan tim penulis pernah di tawari sub kontrak kegiatan land clearing senilai Rp 600 juta, pemberi hanya minta 10% atau Rp 60 juta entah berapa proyek sebenarnya. Demikian pula salah satu swasta bidang pendataan di banda aceh menerima sub kontrak senilai Rp. 1.5 M dari proyek senilai 3 M (terakhir katanya malah senilai Rp. 9 M). rekanan swasta tersebut sempat menanyakan ke rekan saya tentang besaran sebenarnya proyek tersebut karena kesulitan mengerjakan dan merasa dananya kurang. Herannya kenapa dia mau saja disub kontrakkan kegiatan tersebut.

Keterbatasan dana jelas. BRR sebagai lembaga adhoc secara berangsur mulai dikurangi dananya. Informasi bagian keuangan sekitar Rp 3 trilyun dana BRR tahun 2008 berkurang. dampaknay jelas pengurangn karyawan besar-besaran. Hingga akhir juni diperkiran 700 karyawan akan segera berakhir kontraknya.

Yang pasti untuk mengatasi tuntutan pendemo dari pantai barat itu Gubernur Aceh dan DPRA (DPRD) sendiri sudah turun tangan. Pemerintah daerah telah membuat rekomendasi ke BRR diantaranya meminta pendataan ulang, hasilnya akan diumumkan sekcara berkala di surat kabar secara terbuka, untuk yang benar-benar rumahnya rusak diberikan dana Rp 15 juta, pendemo diganti semua pengeluarannya selama berdemo di BRR. Tetapi mendengar bahwa sulitnya pendataan ulang sebagaimana saya utarakan di atas, mungkin agak sulit bagi BRR memenuhi rekomendasi tersebut. Mudah-mudahn ada jalan keluar.

Index Data Foto Udara dan IFSAR NAD

Gambar 1 Indeks lokasi pemotretan foto udara terbaru wilayah NAD bantuan Pemerintah Norwegia (kiri dengan arsir warna hijau) dan Indeks lokasi pemotretan IFSAR bantuan Pemerintah Australia (kanan dengan arsir warna kuning) - karena keterbatasan space gambar dibuat dalam resolusi rendah info lebih detil silahkan lihat paper saya data geospasial atau hubungi saya di drmoel@yahoo.com

Untuk membantu pembangunan wilayah-wilayah yang hancur akibat tsunami, BAKOSURTANAL sebagai kustodian utama data rupabumi melakukan berbagai upaya perbaikan dan pembaharuan dataset utama wilayah NAD-Nias khususnya data topografi (rupabumi) wilayah NAD.

Salah satu program tersebut dan telah digunakan secara langsung adalah program pemotretan terbaru wilayah NAD-Nias awal Juni 2005. Program pemotretan foto udara wilayah NAD-Nias menghasilkan foto udara digital resolusi 30 cm meliputi areal seluas 6000 km2. Termasuk dalam bantuan ini adalah data peta garis (line map) dan data digital elevation model (DEM) . Program lain adalah pemotretan tahap ke dua, sebagai ”filling the gap menggunakan teknologi radar (IFSAR-Interoferimetri Synthetic Aparture Radar) seluas kurang lebih 13.000 km2. Index foto udara wilayah NAD tersaji pada gambar sebelah kiri dan coverage Data IFSAR pada gmabar sebelah kanan. Hampir seluruh daerah yang tercover foto udara telah diturunkan peta garisnya dalam berbagai skala yaitu skala 1:2.000 untuk kota Banda Aceh dan skala 1:5.000 dan 1:10.000 untuk daerah di luar kota Banda. Sementara data IFSAR belum satupun yang diturunkan menjadi data garis. Di harapkan melalui kerjasama antara Pemerintah NAD dan BAKOSURTANAL pasca berakhir nya BRR (Badan rehabilitasi dan rekonstruksi) NAD-Nias data garis wilayah IFSAR bisa diselesaikan. Wilayah kepulauan Simelue dan Nias hanya tercover oleh data IFSAR. Khusus wilayah Nias tersedia pula data topografi dijital sekala 1:25.000



Sabtu, April 05, 2008

Data Dasar Geospasial NAD

Konflik berkepanjangan di Propinsi NAD berpengaruh pula terhadap keberadaan dataset utama wilayah ini. Peta dasar yang tersedia adalah skala kecil 1:50.000 dan skala 1:250.000. Peta dasar skala 1:50.000 terbitan tahun 1978 dibuat dari foto udara skala 1:100.000 tahun 1977 dengan kamera Wild RC-10 dan film pankromatik (hitam putih). Peta dasar ini dibuat dalam rangka pemetaan rupabumi dan dilaksanakan oleh Jawatan Topografi (JANTOP) TNI-AD dengan bantuan Pemerintah Australia. Sementara peta dasar skala 1:250.000 adalah produksi tahun 1986-1987, kerjasama antara BAKOSURTANAL dan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM). Peta ini merupakan revisi dari peta Joint Operation Graphic (JOG) milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) terbitan tahun 1969, ditambah peta liputan lahan BAKOSURTANAL tahun 1981 dan peta lain yang mendukung.

Untuk menyediakan data dasar geospasial terbaru wilayah NAD – Nias, BAKOSURTANAL melalui hibah dana dari Pemerintah Norwegia melakukan pemotretan udara wilayah NAD pasca kejadian tsunami, tepatnya dilakukan awal Juni 2005. Pekerjaan pemotretan dilaksanakan oleh PT BLOM, perusahaan swasta dari Jerman, dengan hasil akhir berupa foto udara resolusi tinggi, data DTM (Digital Terrain Model) dan data garis sepanjang pantai utara dan barat Sumatera termasuk kota Banda Aceh, dan Meulaboh dengan luas area lebih dari 6000 km2 dengan resolusi foto adalah 30 cm .

Kamera digital foto udara Vexcel Ultracam digunakan dalam kegiatan pemotretan wilayah NAD dan ditempatkan dalam pesawat turbo Rockwell 690A Turbo Commander OH-UTI dari FM-Kartta Oy, perusahaan Finlandia kontrak di bawah BLOM.

Program lain adalah pemotretan tahap ke dua, sebagai ”filling the gap wilayah yang telah selesai dikerjakan dalam tahap pertama. Berbeda dengan tahap pertama, pemotretan tahap kedua menggunakan teknologi radar (IFSAR-Interoferimetri Synthetic Aparture Radar) seluas kurang lebih 13.000 km2. Pemotretan tahap kedua ini telah diserahkan ke pemerintah daerah yang diwakili kepala Bapeda Prof. Abdul Rahman Lubis, dan ke BRR yang diwakili saya selaku kepala Satuan Tugas Geospasial BRR. Penyerahan berlangsung di kantor BAKOSURTANAL, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, pada hari Rabu 26 September 2007. Data yang diserahkan berupa data Orthorectified image, data DTM (Digital Terrain Model), Data DSM (Digital Surface Model) dan Data IFSAR (Interoferimetri Radar). Karena tergolong data dengan teknologi baru, saya rasa tidak banyak pihak dapat menggunakan data tersebut secara langsung.

Patut disayangkan proyek IFSAR tidak berlanjut, karena dihentikan sepihak oleh AUSAID, konon dananya di alihkan untuk kegiatan asset mapping di BRR. Sementara di BRR sendiri kegiatan asset mapping menggunakan dana APBN. Istilah asset mapping di BRR juga bukan dalam arti kegiatan pemetaan, tetapi lebih pasnya inventarisasi aset dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan aktivitas pemetaan. Ini hanya istilah komersial di BRR.

Masalah Batas Administrasi Desa NAD

Batas administrasi sebenarnya merupakan satu layer utama dalam peta rupabumi Indonesia. Hanya biasanya, batas administrasi dalam peta rupabumi Indonesia (RBI) produk BAKOSURTANAL meski tercantum tetapi tidak dapat dijadikan dasar hukum penetapan batas sebenarnya di lapangan. Batas administrasi dalam peta rupabumi tidaklah diturunkan langsung secara fotogrametris dari data dasar peta seperti foto udara maupun data satelit tetapi merupakan data yang didapat di lapangan, baik dari pemerintah daerah ataupun badan terkait penetapan batas administrasi seperti Departemen Dalam Negeri (DEPDAGRI). Dasar hukum penetapan di lapangan biasanya melalui pendekatan peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 27 tahun 2006 tanggal 10 Oktober 2006, dengan melibatkan pemerintah daerah dan dokumen sejarah yang ada, sementara BAKOSURTANAL hanya mensuport dari segi pemetaan dan kartografi.

Batas administrasi yang tercantum di peta rupabumi selama ini paling detil hanya sampai tingkat kecamatan, sementara untuk desa hanya dicantumkan penamaan desa (toponimi) sesuai survei posisi seperti yang ada pada peta RBI skala 1:50.000 dan 1:25.000. Hal inilah yang menjadi sedikit masalah peran data geospasial untuk rehabilitasi dan rekonstruksi NAD-Nias yaitu ketersediaan data geospasial sampai level desa. Data administrasi wilayah NAD-Nias yang beredar dan banyak digunakan oleh hampir setiap pelaksana rehab-rekon adalah batas administrasi digital yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Entah tahun berapa, karena tidak diketahui catatan pembuatannya (historical record). Aceh frame menggunakan data BPS untuk laporan tahun 2005 dan 2006 desa-desa yang rusak terkena tsunami, padahal jelas terdapat perbedaan jumlah desa dalam laporan meraka yang bersumber dari data BPS dengan jumlah desa yang ada di lapangan, bahkan untuk kota Banda Aceh sendiri. Saya juga pernah menggunakan data BPS pada tahun 2001. Artinya data BPS tersebut kemungkinan telah ada sejak tahun 2001 alias data tersebut sudah beredar di kalangan masyarakat GIS.

Tahun produksinya tidaklah terlalu masalah, yang menjadi masalah adalah data BPS tersebut bukanlah referensi yang baik untuk digunakan sebagai data dasar pekerjaan menggunakan data geospasial di NAD-Nias. Data BPS tidak memuat posisi dan lokasi sebenarnya di lapangan, sehingga sangat sulit untuk digabungkan dengan data dasar yang ada. Dengan kata lain data BPS tersebut hanya sket tanpa memuat unsur geografis. Bahkan banyak kasus dijumpai batas desa juga salah. Saya tidak tahu persis bagaimana metodologi penentuannya, kenapa dikeluarkan oleh BPS dan data dasar apa yang mereka gunakan. Toponimi dari peta rupabumi skala 1:50.000 dari BAKOSURTANAL memuat lebih benar posisi desa dari data BPS.

Beberapa kabupaten mencoba membenahi batas administrasi tersebut, contohnya kabupaten Aceh Besar. lewat kerjasamanya dengan DED (the German Department Service) dan BAKOSURTANAL, GIS center Bappeda Kota Janto melakukan pemetaan desa menggunakan GPS dan bantuan data dari BAKOSURTANAL. Hasilnya tersimpan di kantor Bappeda Aceh Besar, GIS center..