Rabu, November 12, 2008

Bokunokoto: Problem Sampah di komples ku : Widayatama Indah Pondok Rajeg

Bokunokoto: Problem Sampah di komples ku : Widayatama Indah Pondok Rajeg

Problem Sampah di komples ku : Widayatama Indah Pondok Rajeg

Saat olah raga pagi tadi kebetulan ketemu Bang Arief (tukang sampah di kompleks PWI)..
entah sengaja atau tidak beliau curhat...intinya ingin minta kenaikan tarif sampah..
Dia minta kenaikan sampai Rp. 1.100.000 (satu juta seratus ribu) atau naik dua ratus ribu dari biasanya...
Saya tanya kenapa naik, bukannya BBM turun..
harusnya kan kita dapat penurunan harga...
Sambil senyum kecut dia menjawab. Dia kata penurunan BBM gak terlalu pengaruh. Dia menjelaskan kalau dana yang dia terima selama ini, dibagi tiga, keneknya Rp.300.000 (untuk 2 orang), bensin Rp. 300.000, dan sisanya gaji dia termasuk sewa lahan kebun pisang dekat rel kereta.Dia akan berhenti jadi tukang sampah di PWI apabila tidak dikabulkan pengurus RW, tambahnya.... Waduh bisa dibayakna repotnya jadi RW...

Pada akhirnya sampah akan jadi problem juga di lingkungan kita...bukan hanya jaringan internet yang saat ini mulai mewabah di perumahan-perumahan
saya gak tahu persih jumlah sampai perbulannya dari tiap kompleks perumahan. namun yang pasti yang dihasilkan dari komplekas PWI..perkiraan saya lebih dari 1.5 ton seminggu atau kl. 10 ton sebulan (estimasi 1 kali angkat pick up sampah penuh 850 kg, seminggu 2X diangkut, tiap angkut 2x riet)..Bisa terbayang berapa jumlah sampah wilayah Cibinong perbulannya mungkin lebih dari 50 ton.

Namun, berapapun uang yang kita bayar untuk membuang sampah lewat bang Arief-bang arief akan selalu kurang. Karena mereka selalu membuang tanah dipekarangannya atau sewa dari penduduk sekitar seperti bang arief. Dimanapun harga sewa tanah yang di pakai untuk terminal akhir pasti naik terus...sebaliknya juga tidak mudah nagih uang sampah dari warga apalagi menaikkan iuran..
di RT saya aja ada warga yang lebih galak dari pengurusnya saat ditagih iuran sampah..padahal saat sampahnya tidak ditarik protes keras...pengurus dianggap tidak becus.weleh-weleh..

Sebenarnya siapa tanggung jawab penanggulangan sampah ? Jawabnya pasti PEMDA..
cuma ada gak warga kita yang pernah lapor ke pemda masalah sampah di PWI? wallahu alam..namun sepertinya tidak..karena kita terlalu mengabaikan masalah ini
Apalagi PEMDA Cibinong juga punya problem serupa..mencari lokasi TPA susah..
TPA yang sudah ada, yaitu TPA pondok rajeg dekat kompleks HANKAM, status nya sudah tidak aktif, karena didemo warga bahkan statusnya akan ditutup...bayangkan yang demo puluhan hingga ratusan tentara..pasti tutuplah..
Sebagian warga di kompleksky ambil jalan pintas, buang sampah ke sungai... tapi begitu hujan terjadi banjir. Seperti kejadian kemarin minggu 2 November 2008. Hari itusangat kebetulan hujan besar dan sebagian wilayah pondok rajeg terkena banjir. Bayangkan rumah bang Mawi (persin belakang saya) yang puluhan tahun tidak pernah banjir kemarin terendam hingga se lutut, bahkan warga 3 RT di daerah atas marah besar ramai2 mendatanngi ketua RT1 (RT wilayah ku) dan memaksa pembongkaran beberapa bangunan yang dianggap penyebab banjir..bahkan terakhir mereka mau nuntut ganti rugi..tercatat pemilik tambak rugi 10 juta, pedagang gas puluhan juta dsb... namun sepertinya batal, karena kita tak tahu siapa yang harus mereka tuntut dan ini banjir. Dampaknya bukan wilayah mereka saja tapi daerah lain dibawah mreka juga banjir dan ini memang bencana..apalagi setelah survei lapangan kita memang menemukan kompleksnya masalah seperti adanya sampah disamping bangunan yang seenaknya diabngun diatas kali..

Kalau PEMDA saja sudah buta dan tuli tentang problem sampah, apa lantas kita diam saja..PEMDA mah gak kebanjiran atau ke bau an...
Lalu gimana solusinya...tambah ongkos ke pak Arief... menurut saya ini gak bijak..ibarat kita melempar batu sembunyi tangan... saya yakin pak Arief gak tahu kalau tidak semua sampah bisa di bakar. Pastik mesti telah dibakar masih perlu waktu 300 tahun untuk hancur...saya juga yakin pak arief gak tahu kalau dalam sebagian plastik ada dioxin yang bisa mematikan bila terhirup. Ataupun olie dan minyak bisa turun ke sumber air dan bila terminum oleh manusia yang tinggal di atasnya bisa menyebabkan kanker atau gangguan kecerdasan dalam waktu 25 tahun kedepan.

Apa lalu masalah sampah tak tertangani..tidak juga...Mimpi saya sih begini..Mungkin kita perlu mulai memilah-milah sampah, msl organik, non organik dan cairan. Non organik terpisah lagi plastik, kaca, botol, besi, batu bateri dan bahan2 kimia berbahaya. Cairan misal minyak goreng, Oli dan Cat. Organik bisa kita bakar secara periodik dan timbun dibeberapa tempat untuk pupuk. Sampah non organik saat ini boleh dikata tidak ada barang yang tidak bisa dijual plastik laku, kaca2 laku apalagi besi, botol, embel pasti laku. Hanya batu bateri, cat dan oli yang tidak tahu. Nah tugas pak Arief mungkin kita peringan hanya membuang sampah yang tidak bisa lagi kita ryclye tetapi ke TPA yang legal. Pak Arief juga tidak harus mutar dari rumah ke rumah ambil sampah yang menghabiskan bensin, tetapi kita arahkan kebeberapa tempat pembuangan sampah. 2 atau 3 lokasi di PWI. Warga juga perlu sedikit berolah raga dalam membuang sampah..sedikit berjalan lah, jangan lagi tiap rumah ada tempah sampahnya..sudah umum status sosial terkadang sangat mudah dilihat dari bak sampahnya. ada yang mampu bikin tempat sampah dari semen, tertutup dan bagus, namun ada yang hanya dari kaleng yang sudah butu dan tidak tertutup lagi...Intinya optimalkan konsep Recycle-Reuseu dan Reform.

Selasa, November 11, 2008

Atlas Dijital

Selepas dari tugas di Aceh, saya ditempatkan di Pusat Atlas. Di pusat ini saya diminta langsung sebagai staf dibawah kepala pusat Atlas. Inilah pertama klainya sejak 1991 saya pindah dari pusat survei matra Darat. Bagi saya dimanapun ditempatkan sama saja, " there is no future in any job the future lies on the one who hold the job". Istilah Barack Obama " Change We Need". Jadi perpindahan saya ke tempat baru ini, mudah-mudahan memang dalam rangka perubahan.

Pusat Atlas terdapat dua kegiatan yang mesti saya support yaitu: Global Mapping dan Spasial Dynamic.

Dalam program Global mapping, Bakosurtanal berkomitmen untuk menyediakan data tenatik pada skala 1 juta meliputi landcover, hidrologi, jalan, dan toponimi, dan juga penduduk. Kerjasamanya dengan GSI (geographical Survey Institute), Japan. Sementara dalam spasial dynamic adalah kegiatan yang dikontrakkan.Kendala utama kegiatan global mapping adalah kesulitan memperoleh data,terutama landcover. Karena pusat atlas tidak memproduksi sendiri, perolehan data lnscover dari pusatlain seringklai mengalami hambatan.

Spasial Dynamic adalah menbahas teknologi terkini pembuatan atlas. Terdapat pergeesan antara atlas kartografis dan atlas dynamic. Kendala utama adalah pengintegrasian antara dynamic model dan spasial dynamic yang tidak mudah. Secara teori keudanya mudah ditemukan, namun bagaimana bentuk dan implementasinya jelas tidak mudah..

Climate change is What I can not Avoid

Kuala Lumpur, 4 November 2008. Masih sekitar satu jam lagi pesawat MH 723 jurusan Jakarta berangkat. Lumayan ada waktu untuk sedikit menulis beberapa catatan. Selama beberapa hari (2-6 November 2008), saya menghadiri seminar tentang "climate change and its effect to vegetation". Kedatangan saya atas undangan University Malaysia Sabah (UMS), Kinabalu. Sabah. Di UMS memang terdapat beberapa kawan baik saya seperti Dr. Phua Mui How, Prof, Mahmud Sudin, Dr. Jamili, Jupiri Titin, Dr. Rahimatsah Ahmad dan masih banyak lagi. Secara kebetulan kami sering bertemu dalam workshop terkait isu hutan tropis, baik Heart of Borneo, degradasi hutan Borneo, kebakaran hutan baik di Jepang ataupun Malaysia. Seperti seminar kali ini yang membahas isu perubahan iklim (climate change)dan dampaknya terhadap tanaman. Kami mencoba mendiskusikan sekaligus memformulasikan berbagai macam kemungkinan penyusunan kerjasama proyek (joint collaboration) terkait climate change antara Malaysia, Indonesia dan German.

Berbagai topik kami bahas selama, mulai dari aplikasi GIS dan remote sensing untuk pemetaan hutan, ground truth, metode alometrik, illegal loging dan defragmentasi hutan. Semua topik itu tentunya sangat menarik.

Kali ini bukan topik tersebut yang akan saya tulis di sini. Tetapi keterlibatan saya dalam program dan diskusi disana itu cukup menarik. Barangkali dari semua peneliti atau presenter makalah dalam pertemuan tersebut, hanya saya yang bukan dosen atau peneliti di organisasi non pemerintah (NGO). Mesti berlatar belakang pendidikan pada “Global forest environment” dari Tokyo University, namun separuh masa kerja saya lebih banyak untuk melakukan proyek pemetaan ataupun pengelolaan data geospasial alias bukan penelitian. Kondisi itu pula yang menjadi kendala sekaligus tantangan buat saya untuk beradaptasi dengan komunitas yang sudah terlanjur terbentuk. Bayangkan, sejak tahun 2006-2008 bersama professor Kanehiro Kitayama (Kyoto University) dan Dr. John Tay (UMS-Malaysia), kami sama-sama mendapat grant untuk penelitian JSP dengan tema “Land Conversions and Ecosystem Consequences under Climate Change in the Tropical Rain Forests of Borneo: Developing Societal Adaptability with Integrated Ecosystem Management”. Untuk Tahun 2009-2010 bersama dengan Dr. Phua Mui How dan Prof. Tsuyuki Satoshi (Tokyo University) kami sama-sama mengajukan proposal ke Asia Pasific Network (APN) program dengan tema “Integrated prediction of Dipterocarp species distribution in Borneo for supporting sustainable use and conservation policy adaptation”.

Barangkali di BAKOSURTANAL, cukup banyak peneliti yang tertarik untuk bekerja terkait climate change, hanya yang mendapat kesempatan melakukan kegiatan secara langsung sangat sedikit bakan boleh dibilang belum ada. Melihat kondisi itu, kegiatan ini merupakan tantangan buat saya untuk terlibat dalam kegiatan tersebut. Paling tidak mencari suatu hubungan keterkaitan antara data spasial dan climate change.

Seminggu menjelang keberangkatan ke Malaysia ini, kebetulan saya juga diminta menemani kepala BAKOSURTANAL, bapak Matindas, untuk berdiskusi dengan expatriate dari GTZ terkait isu climate change. Saat itu Dr. Nana (selaku tim leader GTZ di Indonesia) sedang mencari masukan kegiatan BAKOSURTANAL terkait climate Change. Jadi sepertinya pas banget..Hanya di akui dana penelitian dari kantor BAKOSURTANAL boleh dikata tidak ada, karena semua sudha di alikan ke bidang Geomatika…. sekian