Rabu, Desember 31, 2008

HAPPY NEW YEAR 2009

SELAMAT TINGGAL TAHUN 2008...SELAMAT DATANG TAHUN 2009...

SEMOGA DI TAHUN 2009 KEHIDUPAN KITA MENJADI LEBIH BAIK...
BBM TURUN HARGA-HARGA TURUN DAN ONGKOS ANGKOT TURUN..
TUNJANGAN DAN GAJI NAIK...REZEKI NAMBAH.
BISA MEMPERBAIKI RUMAH...
BISA MAPAN DALAM KARIR DAN BEKERJA ...
MENANTI KEDATANGAN SI KECIL ...
TERHINDAR DARI NAFSU DAN GODAAN SYETAN UNTUK BERBUAT MAKSIAT.
BERTAMBAH KETAQWAAN DAN IBADAH KEPADA ALLAH SWT...
SEMAKIN TAWADLU DAN SABAR...
RAJIN MELAKSANAKAN IBADAH...
GEMAR BERAMAL DAN SHODAQOH....
SEDIKIT MUSUH DAN BANYAK TEMAN ...
MELAKUKAN HAL LUAR BIASA DENGAN HAL YANG BIASA ...AMIN

DEM DAN STUDI ALIGMENT JALAN RAYA

Pembangunan jalan highway memerlukan investasi sangat besar untuk itu memerlukan perencanaan jalan maksimal dengan melakukan studi dari berbagai aspek. Studi jalan highway meliputi topografis (terain dan penutupan lahan), geologi, konstruksi jalan dan sosial. Tantangan terbesar dalam perencanaan jalan highway di Provinsi NAD adalah kondisi terain yang bergunung khususnya di bagian tengah, struktur geologi dengan gerakan tanah yang aktif dan area rawa pada beberapa bagian pantai timur, sentra kegiatan ekonomi masyarakat yang tersebar, tingkat kerawanan sosial yang tinggi. Dalam menghadapi berbagai masalah ini diperlukan peta akurasi tinggi sepanjang jalur alternatif jalan highway dimaksud. Seiring perkembangan teknologi pemetaan maka peta alternatif jalan highway harus dalam format dijital dengan sistem koordinat nasional sehingga dapat secara mudah digunakan dengan software GIS dan Remote Sensing.

Selain itu untuk merencanakan jalan baru atau merelokasi fasiltas jalan yang ada dengan pendanaan yang efektif dan efisien, diperlukan informasi koridor terrain (Terrain corrider). Pemetaan terrain yang akurat sangat penting untuk perencanaan dan desain koridor jalan raya (highway), pendugaan dampak lingkungan dan pengelolaan asset infrastruktur.

Jalan highway di Provinsi NAD memiliki volume pekerjaan dengan luas 18.000 km persegi, berupa lebar alternatif koridor (buffer) dari jalan utama ke arah kiri dan kanan jalan, dan panjang jalan sekitar 450 km.

Peran data DEM dalam studi alignment dapat dilihat dari pentingnya informasi akan terrain dalam studi ini. Data DEM memberikan informasi informasi terrain dan informasi ketinggian objek pada permukaan bumi. Data DEM (Digital Elevation Model) sendiri adalah data yang berisikan ketinggian suatu daerah terhadap satu bidang referensi tertentu. DEM dapat berupa : DSM (Digital Surface Model) yaitu data ketinggian permukaan objek yang ada di muka bumi seperti pepohonan dan bangunan, atau DTM (Digital Terrain Model) yaitu data ketinggian permukaan bumi (bold earth).

Proses pembuatan DEM dapat dilakukan melalui metode

1. Pengukuran langsung di lapangan seperti menggunakan levelling/waterpas atau menggunakan GPS-heighting (DGPS, RTK).
2. Menggunakan citra/foto udara. Yaitu satu citra/foto hanya memberikan informasi 2D, untuk memperoleh informasi ketinggian selalu diperlukan 2 citra dari daerah yang sama yang diambil dari posisi yang sedikit berbeda. Oleh karena itu diperlukan foto udara/citra optis: stereoskopi atau bisa pula menggunakan citra radar: interferometry (IFSAR) dan radargrammetry
3. Laser scanning: airborne atau terrestrial LIDAR


MASALAH /TANTANGAN

Masalah utama dalam penyediaan data dijital DEM wilayah Banda Aceh – medan sbb.
1. Sumber data yang ada belum meliput seluruh area dengan akurasi dan standar data yang seragam. Sumber data yang tersedia antara lain: data IFSAR, Foto Udara, Citra Satelit Resolusi Tinggi yang hanya mencover sebagian wilayah pantrai timur dan Peta Rupa Bumi – BAKOSURTANAL. Dengan system overlapping data yang ada dan data dijital tersedia maka dimungkinkan menyediakan data peta meliputi wilayah Banda Aceh hingga Aceh Tamiang,

2. Data IFSAR terdiri dari DSM – Digital Surface Model (data DEM dari first surface sinyal radar Band C) dan ORI (Ortho Rectified Image). Sedangkan DEM untuk rencana jalan highway memerlukan riil ground atau DTM (Digital Terain Model). Untuk melengkapi data IFSAR masih diperlukan Foto Udara dengan pemetaan fotogrametri dengan skala besar. Kedua data IFSAR dan fotogrametri ini dapat dipergunakan sebagai sumber data topografi tiga dimensi yang memadai.

3. Data liputan lahan tidak tersedia, sementara data IFSAR yang ada tidak dapat digunakan untuk interpretasi lahan. Diperlukan data optis seperti SPOT 5 atau data satelit Landsat. Data yang bersumber pada citra satelit optis dapat memberikan informasi penutupan lahan tetapi tidak dapat dipergunakan untuk membuat DEM dengan akurasi yang memadai untuk perencanaan jalan highway.


METODOLOGI PEMBUATAN DEM

Permukaan bumi, merupakan fenomena yang kontinyu. Satu titik di permukaan bumi akan selalu berhubungan dengan titik pada permukaan bumi lainnya. Model elevasi dijital atau Digital Elevation Model (DEM) adalah representasi permukaan bumi dalam bentuk dijital. Arah dan gerakan air di permukaan bumi sangat erat kaitannya dengan bentuk permukaan bumi. Fitur hidrologi, seperti pola aliran serta daerah aliran sungai akan lebih mudah diekstraksi dari model elevasi dijital. Dengan mengetahui bentuk permukaan bumi, dapat membantu dalam perhitungan analisis beaya yang mencakup aspek transportasi atau aksesibilitas.

Model elevasi dijital adalah suatu data yang berisi data ketinggian suatu bentang lahan. Digital Elevation Model (DEM) adalah kumpulan titik-titik ketinggian suatu area. DEM dibangun dengan kumpulan titik-titik yang bergeoreferensi dalam suatu wilayah pemetaan. Elevasi (ketinggian) biasanya disimbolkan dengan Z, ditambahkan dalam suatu koordinat horizontal X, Y. Keunggulan penggunaan citra radar adalah tidak tergantung cuaca daapat tembus awan.

Surface/permukaan yang disajikan dalam format grid sering dikenal dengan ‘functional surface’. Functional surface adalah kontinyus . Setiap lokasi x,y, hanya mempunyai satu nilai z. Kontur atau isoline, sering digunakan untuk mendefinisikan karakteristik umum sepanjang garis. Kontur, secara teknis adalah menghubungkan nilai-nilai yang sama, dalam hal ini kontur menyajikan ketinggian yang sama. Triangular Irregular Network (TIN), adalah struktur data vector yang digunakan untuk menyimpan dan menyajikan suatu model permukaan. TIN membagi ruang geografis dengan menggunakan sejumlah data titik yang tersebar secara irregular, masing-masing mempunyai x,y dan z. Titik-titik dihubungkan oleh garis yang membentuk-bidang-bidang segitiga, dan akhirnya membentuk permukaan kontinyus yang menggambarkan lereng.

Tahapan pembuatan data IFSAR yang dilakukan BAKOSURTANAL adalah sebagai berikut :
1. Pemotretan Lokasi dengan pesawat untuk mendapatkan data Radar
2. Registrasi data kompleks Radar (A1 dan A2) yang berisi amplitudo dan fasa sinyal
3. Pembuatan interferogran, yaitu perbedaan fasa antara A1 dan A2. Nilai perbedaan fasa ini pada kisaran antara 0 dan 2 π (phi).
4. Phase unwrapping untuk mengetahui nilai perbedaan fasa yang sesungguhnya.
5. Konversi nilai perbedaan fasa ke nilai ketinggian


Untuk perencanaan jalan highway raya memerlukan data DEM yang menggambarkan dengan persyaratan :
- Terain adalah permukaan bumi riil (bukan DSM)
- Grid DEM yang seragam dan cukup rapat (Griding berkisar 3 meter)
- Sistem koordinat planimetris UTM
- Koordinat Tinggi dengan referensi geoid lokal – bukan tinggi referensi global
- Format DEM dapat dibaca software ArcGIS, AutoCAD dan software Remote Sensing atau viewer lainnya yang banyak tersedia secara free seperti autodem (www.autodem.com).

Proses pembuatan DEM dari berbagai sumber data tersebut di atas dengan melakukan:
1. Rectifikasi data IFSAR dengan data rupabumi (RBI) skala 1:10.000 dan 1:50.000 , sehingga menghasilkan data ORI sebagai kontrol dan foto udara serta data lain yang merupakan bagian dari fundamental dataset jaring kontrol vertical (Titik Tinggi Geodesi) dan horizontal wilayah NAD.
2. Pengolahan data DSM (dijital surface Model) dan DEM dilakukan menggunakan stereo plotting dan teknik photogrametri dari Data ORI.
3. Tahapan yang paling penting adalah atas pengumpulkan data breakline terain, spot height, dan pola hidrologi, image mosaicing dan control point.
4. Proses DEM dari data hasil stereoplotting – pembentukan TIN dan griding DEM. Tahap pekerjaan ini menggunakan software remote sensing atau software khusus.
5. Overlay antara data DEM hasil fotogrametri dan image IFSAR dan data vector alternatif jalur jalan highway yang ada sebagai studi awal alternatif jalan highway (preliminary study).
6. Overlay antara data ifsar dan data fotoudara untuk mendapatkan keakurasian DEM dilapangan

Peralatan yang digunakan dalam proses stereoplotting menggunakan alat dan software:
1. Komputer/Workstation dengan dual processor dilengkapi card 3D, dual monitor
2. Software – softcopy photogrametri misal: summit evolution, socet set dll.
3. Proses DEM dan Griding menggunakan alat dan software remote sensing dan GIS
4. Komputer Desktop dengan speed tinggi dan RAM besar dilengkapi

AKURASI DATA DEM

DATA DEM yang dihasilkan, adalah sistem STAR-3i dengan ketelitian vertikal DSM sebesar maksimum 3 m dan DEM maksimum 1 meter. Untuk pemetaan skala 1:25.000 diperlukan ketelitian ketinggian sekitar 4 m, sehingga DEM dari ini memenuhi kriteria ini untuk pemetaan hingga 1:5.000-hingga 1:10.000

Solusi Barang Bekas Berkualitas (BBQ) di Perum Widyatama Indah


...Tanpa disadari barang-barang lama dirumah kita semakin menumpuk... dan ini terjadi hampir setiap tahun...padahal ada orang lain yang barangkali masih memerlukannya... lalu bagaimana solusinya....


Keberadaan barang bekas selain perlu ruang khusus penyimpanan, acapkali timbul masalah lingkungan seperti bau tidka sedap, penuh sarang nyamuk, sarang tikus, bahkan mengganggu keindahan rumah kita.

Barang-barang tersebut sebenarnya masih mempunyai nilai ekonomis atau masih dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Dalam arti kata barang tersebut masih dapat digunakan ulang (ReUSe), atau di daur ulang (ReCycle) bahkan diubah ke bentuk lain (ReForm). Dengan 3R konsep itulah Barang-barang lama yang masih berkualitas kita atasi..

BAZAR BBQ yang tiap tahun di adakan di perumahan Widyatama Indah bisa dinilai cukup sukses. Acara tersebut yang selalu diadakan menjelang tahun baru pada minggu pertama dijadikan sebagai sarana penjualan, pertukaran (barter), penyaluran hingga amal barang-barang lama yang masih punya nilai ekonomis namun sudah tidak lagi berguna bagi pemiliknya disekitar perumahan Widayatama Indah tersebut. Selain itu Bazar tersebut juga mempererat silaturahmi antar warga perumahan dan penduduk sekitar, yang pada beberapa wilayah seringkali memunculkan masalah sosial yang cukup komplek.

VISIT YEAR 2009 dan ATLAS PARIWISATA


Visit Indonesia Year tahun 1991 menyerap sekitar 2,5 juta wisatawan manca negara dinilai sukses oleh pemerintah Indonesia. Demikian pula VIY 1992, 1993 dan seterusnya termasuk VIY 2003 yang diperkirakan akan terganggu akibat peritiwa "rekayasa "BOM BALI tahn 2002 ternyata masih menyerap kunjunguan jutaan wisatawan mancaneara ke Indonesia.

Keberhasilan VIY tersebut tentunya tidak lepas dari adanya peningkatan berbagai fasiltas, baik berupa perbaikan hotel berbintang maupun kebijakan bebas visa kepada wisatawan dari beberapa negara ataupun visa on arrival (visa di tempat kedatangan) kepada wisatawan mancanegara lainnya.

Namun demikian, keberhasilan mendatangkan wisatawan mancanegara tersebut diharapkan dapat terus terulang tiap tahunnya. Banyaknya kunjungan wisatawan ke negara kita ini diharapkan dapat meningkatkan pula taraf hidup masyarakat Indonesia secara langsung atapun tidak langsung serta kewibawaan bangsa secara umum. Selain perbaikan berbagai fasilitas infrastruktur fisik, ketersediaan data dan informasi berupa Atlas pariwisata (seperti peta pariwisata NAD di atas) sebenarnya juga merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Peta ataupun Atlas (kumpulan peta dengan satu atau beberapa tema)pariwisata memudahkan perjalanan dan memperlancar arus informasi dan komunikasi.

Hanya memang patut disayangkan penggunaan peta dan Atlas rupanya belum membudaya di Indonesia. Masyarakat lebih suka mengandalkan BERTANYA daripada melihat PETA untuk mencari informasi atau membantu perjalanan mereka. Menjelang tahun 2009 ini saatnya kita budayakan BUDAYA BERPETA sebagai ganti BUDAYA BERTANYA" dalam menunjang Visit Indonesian Year 2009.

Remote sensing dan Rawan Banjir

Teknologi remote sensing (penginderaan Jauh) sebagai sarana penyedia data dan informasi dewasa ini telah berkembang sangat pesat. Pemakaian citra satelit resolusi tinggi telah menggantikan cara-cara konvensional dalam hal inventarisasi dan evaluasi sumberdaya alam serta pemantauan lingkungan dan perencanaan pengambilan keputusan. Pesatnya perkembangan teknologi ini tentunya sangat menguntungkan bangsa Indonesia terutama dalam menyiapkan sistem informasi kerawanan bencana, khsusunya banjir...

Indonesia sebagai Negara yang ter;etak sepanjang garis khatulistiwa, memiliki musim hujan dna musim kemarau yang tegas. Keberadaan musim tersebut setiap waktu dan tempat berbeda. Wilayah Indonesia Barat memiliki musim hujan atau bulan basah cukup banjyak, mencapai 10 bulan, bahkan kota Bogor terkenal sebagai kota hujan karena tidak terdapat bulan kering. Sementara wilayah Indonesia Timur memiliki bulan basah yang selatif sedikit dari bulan kering, bahkan pada wilayah Nusa Tengara bulan basahnya kurang dari 4 bulan. Banyaknya bulan basah dapat dijadikan indikasi banyaknya kejadian banjir pada daerah tersebut.

Penyebab banjir umumnya karena curah hujan yang tinggi. Banjir dapat pula disebabkan oleh pasang surut air laut dikenal sebagai banjir ROB atau bobolnya tanggul sungai atau bendungan.

Air hujan yang turun pada suatu daataran akan mengalir kedataran yang lebih rendah dengan menghanyutkan partikel-partikel tanah dan berbagai jenis polutan. Jika Volume air yang mengalir melebihi kapasitas daya tampung air pada dataran rendah, maka dapat dipastikan banjir. Kasus seperti ini dapat dijumpai di beberapa pelosok daerah di JABODETABEK.

Pasang surut air laut menimbulkan gelombang besar di sungai dan meluap pada daerah sekitarnya. Kasus ini banyak dijumpai pada daerah-daerah sekitar sungai besar di Sumatera, Kalimantan dna Papua dengan areal genangan bisa mencapai ratusan kilometer. Apabila debit air sungai terlalu besar akibat intensitas hujan tinggi dapat menyebabkan bobolnya bendungan sehingga menimbulkan banjir, seperti kasus banjir di kota Semarang, atau Bojonegoro.

Kasus-kasus banjir di wilayah Indonesia mempunyai karakteristik berbeda sperti: banjir di Sumatera Utara (Medan) terjadi akibat luapan sungai yang melebihi debitnya. Banjir di Padang dan Bengkulu sebagai akibat perpaduan antara gelombang laut dan sungai-sungai disekitarnya yang meluap. Banjir di Jambi dan kota-kota di Jawa Tengah akibat meluaonya sungai Batanghari dan Bengawan Solo akibat intensitas hujan yang tinggi. Banjir di Lampung disebabkan oleh berkurangnya daya resap tanah didaerah hulu akibat perusakan hutan.

Banjir yang menggenangi dataran rendah biasanya cepat menyusut apabila jenis tanahnya mempunyai aggregate mantap dan drainasi baik. Sementara banjir akibat meluapnya air sungai akibat pasang surut memerlukan waktu penurunan air lebih lama, karena biasanya tanah-tanah pada wilayah pasang surut berdrainase buruk.

Karakteristik banjir pada suatu daerah dapat difahami dari bentuk lahan (kondisi geografi), keadaan topografi, jenis tanah, jenis penggunaan lahan dan keadaan penutup lahan. Debit maksimum dapat pula ditambahkan sebagai faktor yang menentukan untuk pendugaan banjir pada suatu kawasan. Sebagai besar factor yang mempengaruhi debit maksimum dapat dipantau melalui citra satelit ataupun foto udara, seperti pola penggunaan lahan, kondisi hutan, bentuk lahan, jenis lereng, pola alur sungai, dan proses geomeorfologi. Sementara factor lainnya seperti sifat fisik tanah tanah dan curah hujan dapat dilakukan pengamatan secara langsung melalui survei multi tingkat (multi stage survey).

Remote sensing dapat diartikan sebagai cara memperoleh informasi dari objek atau gejala di atas muka bumi secara tidak langsung. Saat ini bahkan beberapa jenis citra penginderaan jauh dapat mengambil informasi beberapa meter di bawah muka bumi.

Pemanfaatan citra satelit untuk pemantauan banjir dilakukan melalui pendekatan geografi dan lingkungan yang bersifat makro dan synopsis, sehingga memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang areal banjir.

Kondisi geografi dan lingkungan yang dapat dipantau lewat citra satelit meliputi: bentuk lahan, keadaan topografi, luas daerah aliran sungai (DAS) termasuk luas areal banjir, vegetasi penutup lahan terutama hutan.

Bentukan lahan memberi gambaran tentang daerah-daerah sasaran banjir, seperti rawa belakang (back swamp), danau tapal kuda (Oxbow lake), dan dataran banjir (flooded plains) merupakan daerah rawan banjir akibat meluapnya air sungai. Sebaliknya dataran antiklinik, dataran perbukitan dan bentukan asal denudasional merupakan daerah bebas banjir tetapi keadaanya dapat menjadi sebab banjir pada dataran rendah di bawahnya, akibat rusaknya sistem tata air dan jenis tanah yang peka terhadap erosi.

Tipe tanah yang dominan peka terhadap erosi, biasanya berasal dari tanah-tanah yang baru berkembang. Topografi bergelombang serta lereng curam menyebabkan timbulnya banyak tanah longsor dilereng-lereng pegunungan dan genangan banjir pada dataran rendah.

Kondisi hutan yang rusak akibat illegal logging, perladangan berpindah, konsesi dan konversi hutan menyebabkab rusaknya tata air tanah dan turunnya produksivitas lahan sehingga menimbulkan kerawanan banjir pada musim hujan.

Faktor-faktor yang digambarkan di atas dapat dipantau dengan bantuan teknologi penginderaan jauh untuk menentukan variabilitas informasi banjir. Informasi yang didapat pada tahap awal berupa luasan areal yang kena banjir ataupun areal yang potensial banjir. Selanjutnya dapat pula diketahui kualitas air banjir (menyangkut tingkat kekeruhan, kandungan Lumpur, dan debit banjir) dan terakhir penyebab utama banjir pada suatu daerah, pendugaan areal yang paling parah terkena dampak banjir dan membutuhkan penyelamatan segera…

Seluruh Propinsi di Indonesia Rawan Banjir

Selama Musim hujan hampir tidak ada wilayah di Indonesia yang tidak terimbas banjir. Mulai dari wilayah-wilayah di Pulau Sumatera, Pulau Djawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat,Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku, serta Papua. Selain karena wilayah tersebut yang secara potensi memang merupakan daerah banjir -lihat pendekatan landsystem untuk rawan banjir-, kesalahan tata ruang dan eksploitasi hutan berlebihan juga sebagai penyebab lain terjadinya banjir. Jadi ya janganlah meneluh kalau daerah anda rawan terkena banjir, karena ratusan mungkin ribuan wilayah lainnya juga mengalami hal yang sama...

PULAU SUMATERA
Wilayah rawan banjir banjir pulau Sumatera cukup merata terutama pada sepanjang pesisir pantai utara mulai dari Propinsi Daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Riau, Jambi hingga propinsi Sumatera Selatan dan Lampung.

Khusus wilayah propinsi NAD banjir seperti sebuah kejadian rutin, terbesar sekitar tahun 2000 dimana lebih dari separuh kota Banda Aceh terendam air. Beberapa desa di Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya adalah rawan banjir akibat luapan sungai Krueng Tenom apabila kawasan tersebut diguyur hujan lebat selama beberapa hari. Demikian pula beberapa desa di Kecamatan Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan adalah rawan banjir seperti desa Lhok Raya, akibat meluapnya air sungai Krueng singkil secara tiba-tiba.

Wilayah NAD secara umum dibagi menjadi 13 satuan wilayah pengelolaan DAS, dengan karakteristik spesifik yang berbeda ditinjau dari bentuk, topografi dan tutupan lahannya. Dilihat dari bentuk DAS nya saja secara sekilas kita dapat dengan mudah memahami bahwa DAS Krueng Aceh, DAS Teunom Woyla dan DAS Singkil adalah bentuk DAS yang sangat rawan bencana Banjir (lihat Gambar 1a). DAS tersebut memiliki cakupan yang luas pada bagian hulunya dan bermuara pada satu atau dua sungai utama dengan wilayah muara yang sempit. Pengamatan geofisik DAS Krueng Aceh menunjukkan betapa rawannya Kota Banda Aceh terhadap bahaya banjir. Kota Banda Aceh merupakan daerah outlet paling ujung yang menerima semua aliran air dari semua arah mulai dari hulu hingga hilir dalam DAS Krueng Aceh yang memiliki luas area 197.354,5 hektar dan Krueng Aceh sebagai outlet utamanya.

Propinsi Sumatera Utara, daerah-daerah pesisir utara mulai dari Pangkalanbfrandan, tanjungpura hingga Belawan merupakan daerah rawan banjir. Demikian pula daerah lubuk pakam, Sei rampah, dan sepanjang muara sungai Asahan seperti Indrapura dan kualatanjung, tanjungbalai, Rantauprapat hingga menjorok ke Labuhanbilik merupakan daerah berpotensi rawan banjir.

Daerah sepanjang dataran rendah sekitar Kota Pakanbaru hingga sepanjang aliran sungai rokan kiri dan rokan kanan dan ke timur wilayah aliran sungai Kampar adalah daerah rawan banjir, termasuk pulau Bengkalis dan sebagian pulau Rangsang di propinsi Riau.

Untuk Propinsi Jambi mulai dari Kota Rengat, Tembilahan, sekitar pulau Basu hingga Kuala tungka dan sekitarnya. Demikian pula kota Jambi dan daerah dataran rendah sepanjang DAS sungai Hari mengarah ke Simpang lima dan Kampung laut juga daerah yang rawan tergenang.

Daerah rawan banjir di propinsi Sumatera selatan cukup luas mencakup area seperti Pulau Rimau dan daerah sekitarnya, Kota Palembang, Sungai gerung, hingga ke tanjung Lumut, termasuk wilayah sekitar Prabumulih dan muara-muara sungai yang menjorok ke selat Bangka.


PULAU KALIMANTAN

Wilayah Kalimantan pada umumnya mulai mengalami banjir pada bulan Oktober, hingga Desember dan Januari hingga April. Daerah berpotensi banjir umumnya terjadi pada bentukan lahan berupa dataran bajir dan dataran alluvial dengan kondisi topografi yang datar dengan kemiringan lereng kurang dari 2%, dan drainase lambat. Daerah rawan banjir paling luas dijumai di propinsi Kalimantan Tengah meliputi beberapa kecamatan sepanjang Sungai Barito dan Kapuas meliputi kabupaten seperti Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Gunung Mas, Kapuas, Katingan, KotaWaringin Barat dan Timur, Lamandau, Murung Raya, Palangkaraya, Pulau Pisau, Seruyan, dan Sukamara. Luas total daerah berpotensi banjir sekitar 3,5 juta (ha) atau seperti wilayah propinsi.

Kalimantan Barat mempunyai daerah berpotensi banjir cukup besar setelah Kalimantan Tengah. Sebaran daerah rawan banjir terutama meliputi kecamatan-kecamatan sepanjang muara sungai Kapuas. Demkian pula beberapa kecamatan yang masuk wilayah Kabupaten Sambas seperti Teluk Keramat, Kota Singkawang, Menpawah hingga Kota Pontianak. Pulau Padang Tikar dan Pulau Maya juga merupakan daerah yang berpotensi rawan banjir.

Wilayah rawan banjir pada Kalimantan Selatan dan Kalimantan timur relatif sedikit. Namun beberapa kecamatan di Kalimantan Selatan tampak berpotensi banjir seperti Kecamatan Simpang empat dan Martapura di kabupaten Banjar. Demikian pula pada beberapa kecamatan di Kabupaten Barito Kuala seperti Tabukan dan Tabunganen juga mempunyai daerah berpotensi banjir. Beberapa kecamatan di beberapa kabupaten seperti Kabupaten Hulu Sungai Selatan, HUlu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Tanah Laut termasuk kota Banjarmasin juga termasuk daerah rawan banjir. Untuk Kalimantan Timur sebaran daerah rawan banjir, meliputi Kabupaten Kutai, Kutai Barat dan Timur, Nunukan, Malinau, Tarakan, Kota Balikpapan dan Samarinda.

PULAU SULAWESI

Dua kabupaten di propinsi Gorontalo merupakan daerah rawan banjir yaitu Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo, terutama terjadi akibat meluapnya sungai Bone, Bolanga da Limboto.

Wilayah propinsi Sulawesi Utara daerah rawan banjir terdapat di daerah sekitar Minahasa dan sepanjang aliran sungai Bolaang Mongondow. Sebaran banjir terbanyak pada wilayah di propinsi Sulawesi Selatan meliputi kabupaten Baru, Bone, Gowa, Luwu, Mamuju, Maros, dan Pangkajene termasuk kota Makasar. Demikian pula dearah sepanjang teluk Bone meliputi Watampone, Palopo dan Masamba.

Daerah Banjir pada propinsi Sulawesi tenggara umumnya tersebar pada wilayah sekitar rawa Aopa Watumohae dan sepanjang danau Towuti.

Wilayah rawan banjir di Propinsi Sulawesi tengah meliputi kabupaten Banggai dan Banggai kepulauan. Sepanjang danau Poso, dan daerah sepanjang muara sungai Pasang kayu mendekati Tanjung Kaluku dan sepanjang teluk Tomori terutama daerah Dongi hingga lingkobu.

BALI, KEPULAUAN NUSA TENGGARA DAN SEKITARNYA

Ditinjau dari karakteristik sistem lahan yang ada, wilayah rawan banjir pada kepulauan Bali, Nusa Tenggara dan sekitarnya adalah sedikit. Sebaran daerah rawan banjir hanya meliputi kurang dari 10 % wilayah yanag ada. Seperti di pulau Lombok hanya tersebar sekitar kota Mataram, pulau Sumbawa hanya meliputi sebagain kecil daerah Taliwang, dan spot-spot kecil tersebar antara daerah Labu Sumbawa sampai Plampang, Dumpo dan Raba.

Untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur juga demikian, wilayah rawan banjir tersebar secara spot-spot kecil dengan penyebaran secara umumnya di pulau Timor, meliputi daerah Kupang dan Atambua dan Besikama sekitar Tanjung Wetah

PULAU JAWA

Secara umum pantai utara pulau Jawa menunjukkan wilayah yang secara alami mempunyai karakteristik sistem lahan yang merupakan wilayah rawan banjir. Banjir terjadi sejak awal-awal musim hujan, sekitar mingu ke tiga bulan Oktober. Demikan pula pada sebagaian wilayah selatan pulaua Jawa wilayah sekitar Segara anakan dan Cilacap, Kebumen hingga Purwodadi.

Wilayah pantai Utara Jawa mulai propinsi Jawa Barat me;iputi daerah Cilegon, Tangerang, dan terbesar berada pada kawasan bekasi dan karawang merupakan wilayah berpotensi rawan banjir termasuk daerah bandara Internasional Sukarno Hatta, Jakarta. Demikian ula sebagian wilayah di Ujung kulon, sekitar tanjung Lesung seperti pagelaran dan citeureup, sebagian Kota Bandung dan Cimahi adalah daerah yang secara alami rawan banjir.

Wilayah banjir di propinsi Jawa tengah dan jawa Timur umumnya tersebar pada pantai Utara yang sebagian besar masuk dalam wilayah DAS Bengawan Solo. Wilayah pantai Utara sepanjang pantai Utara di Propinsi Jawa Barat diantaranya adalah Cirebon, Brebes, Tegal hingga Pekalongan. Sementara wilayah pnatai utara Jawa Tengah meliputi pula Kota Semarang, Demak, Pati Kudus hingga Rembang. Daerah lain yang masih terpengaruh oleh aliran DAS Bengawan Solo juga merupakan daerah rawan banjir, seperti Sragen, Ngawi, Cepu, Bojonegoro sampai ke Lamongan. Demikian pula Kota Surabaya dan kota-kota sekitarnya seperti Sidoarjo, Monjokerto, dan Pasuruan. Untuk pulau Madura wilayah yang berpotensi banjir meliputi kota Bangkalan, Karangtengah, Pamekasan dan Sumenep.

Khusus DKI Jakarta, lebih dari separuh wilayah Jakarta adalah berpotensi banjir khususnya wilayah Jakarta Utara. Beberapa sungai dari wilayah Bogor bermuara ke Jakarta seperti sungai Cisadane dan Ciliwung. Untuk mengetahui potensi rawan banjir dalam skala yang lebih besar untuk wilayah Jakarta dan kota-kota besar lainnya pendekatan geomorfologi sistem lahan tidaklah mencukupi. Diperlukan informasi lain seperti rata-rata curah hujan dasarian, tata guna lahan sekala besar serta peta topografi.

KEPULAUAN MALUKU DAN SEKITARNYA

Wilayah rawan banjir di kepulauan Maluku dan sekitarnya menyebar mulai dari Pulau Morotai, Pulau Halmahera, P Obi dan pulau Sula di propinsi Maluku Utara hingga pulau Yamdena selatan dan kepulauan Aru Propinsi Maluku. Di pulau Seram sendiri, wilayah potensi rawan banjir meliputi daerah sepanjang pantai uatara mulai dari Wahai, Pasahari, KobiHati, hingga Kutar. Demikian pula wilayah sepanjang teluk Elpaputih terutama daerah Masohi dan Makariki.

KEPULAUAN PAPUA

Wilayah potensi banjir di wilayah Papua menyebar merata di sepanjang pantai Utara dan selatan pulau papua. Wilayah rawan banjir di sekitar kepala tanduk pulau Papua dapat ditemui mulai dari pulau Salawati, kota Sorong, Teminabuan sampai Bintuni yang merupakan bagian dari daerah aliran sungai Kamundan, Kais dan Timbuni.

Diwlayah punggung papua mulai dari kota Nabire, Asori, Pamdai, Teba sapai kota Sarmi secara geomorfologis juga merupakan daerah yang rawan banjir. Wialayh tersebut merupakan bagian dari DAS Membramo. Demikian pula untuk wilayah lembah Wamena yang masih terpengaruh oleh wilayah DAS Membramo, khususnya sepanjang sungai Idenburg dan sungai Tariku.

Di Selatan sepanjang pantai yang merupakan wilayah berawa mulai dari kota Timika, Agats, Birufu dan daerah sekitar wilayah DAS Sungai Baliem merupakan daerah yang secara alami berpotensi banjir. Demikian pula sepanjang sungai Digul mulai dari Abemare, Mapi, dan Nuweh termasuk sebagian wilayah di pulau Yos Sudarso merupakan daerah rawan banjir.

Landsystem dan Rawan Banjir di Indonesia

Banjir secara umum dikatakan sebagai peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat. Banjir merupakan sebuah fenomena alam yang terjadi karena adanya aliran air dalam jumlah besar dan menggenangi wilayah atau sumber-sumber kehidupan manusia. Air dalam jumlah besar tetapi tidak menggenangi wilayah tempat hidup manusia, tidaklah dikatakan sebagai banjir, misalnya rawa-rawa, danau, sungai dan lain-lain.

Deskripsi ini menggunakan peta rawan banjir hasil turunan dari peta landsystem, yang dipublikasi oleh Bidang Atlas Sumberdaya Alam dan Atlas Publik, Pusat ATLAS BAKOSURTANAL...

Banjir terjadi karena luapan air yang berlebihan di suatu tempat. Peluapan air bisa akibat hujan besar, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan sungai,termasuk banjir kiriman dari wilayah atasan (hulu) atau biasa disebut banjir bandang. Apabila daya serap tanah terhadap air rendah maka limpasan air permukaan (run off) menjadi besar dan dapat melebihi daya tampung sungai yang ada.

Selain faktor air hujan dalam jumlah besar, kondisi geofisik daerah aliran sungai (DAS) juga menentukan terjadinya banjir. Faktor air hujan meski dapat dipetakan dan diprediksi namun sulit dikendalikan. Sementara, kondisi geofisik DAS relatif bisa dikendalikan dan dimodelkan dalam bentuk sistem informasi geospasial wilayah rawan banjir. Melalui pemahaman bentuk topografi dan luas DAS, jenis tutupan lahan, tipe tanah dan kapasitas sungai/kanal dalam menampung air. Diharapkan dapat membantu menanggulangi bahaya banjir ini.


Pada saat ini, berbagai model pemetaan banjir dikembangkan oleh komunitas survei dan pemetaan. Prinsipnya adalah semakin detil informasi yang disajikan maka semakin banyak melibatkan data dan analisa. Yang disajikan pada atlas banjir ini adalah pemetaan potensi banjir dengan pendekatan karakteristik sistem lahan pada setiap wilayah. Sistem lahan adalah suatu bentuk lahan yang memiliki pola pengulangan yang relatif seragam dalam sifat topografi, tanah, vegetasi dan iklim.

Sistem lahan yang rawan genangan banjir mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.merupakan bentukan lahan hasil proses fluvial, yaitu proses transportasi dan sedimentasi bahan alluvium oleh aliran sungai
2.mempunyai topografi datar
3.jenis tanah termasuk inceptisol atau entisol dengan drainase terhambat dan bertekstur halus
4.pola drainase berbentuk berkelok-kelok (meandering), pararel, rectangular, dendritic, trellised, atau deranged

Sebagai contoh wilayah yang mempunyai lereng datar, tanah dari batu yang kedap air dengan pola drainase yang kompleks dan berkelok-kelok seperti dendritik dan deranged merupakan daerah dengan potensi banjir besar. Pola aliran sungai dapat dilihat pada gambar di bawah.

Banjir dan Masalah Air Tawar

Setelah tsunami, banjir yang secara periodik terjadi di Indonesia, ternyata merupakan bencana alam yang paling banyak menimbulkan korban daripada bencana alam lainnya. Curah hujan yang tinggi diduga sebagai penyebab utama terjadinya banjir. Kekhawatiran akan adanya penggenangan akibat curah hujan yang tinggi dan kelangkaan air akibat kurangnya hujan cukup beralasan, mengingat terdapat batas yang tegas antara musim penghujan dan musim kemarau di Indonesia. Konsep penanggulangan banjir dengan memahami karakteristik air hujan sebagai sumberdaya air tawar tersedia terbesar sudah sepatutnya dipikirkan. Lewat pemanfaatan penginderaan jauh seperti data satelit dan foto udara dapat disediaakan data dasar yang menunjang rencana tersebut.

Baru saja Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) memperingati 4 tahun terjadinya bencana alam Tsunami. Sejanak merefleksi ternyata, Bangsa Indonesia dalam lima tahun belakangan ini tampaknya tidak lepas dari adanya bencana alam. Pertama di penghujung tahun 2004, sekitar pukul 8.40, tanggal 26 Desember 2004 wilayah paling barat Indonesia, propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) terjadi gempa bumi berkekuatan sekitar 8.7 skala richter disusul dengan datang gelombang pasang tsunami yang menimbulkan korban jiwa ratusan ribu orang serta ratusan ribu lainnya mengungsi termasuk berbagai kerusakan fisik wilayah NAD tersebut. Memasuki tahun 2005, gempa sejenis dan tsunami masih kerap terjadi di sepanjang kepulauan Sumatera dan kepulauan Nias yang juga menimbulkan korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Belum lagi lepas dari kepedihan akibat bencana di bumi serambi mekah dan kepulauan Nias tersebut, kembali pertengahan 2006 bumi Jogjakarta dilanda bencana serupa gempa bumi yang juga menimbulkan korban jiwa dan berbagai kerugian materi.

Selain gempa bumi dan tsunami yang belakangan terjadi, bencana alam banjir merupakan bahaya laten bagi beberapa wilayah Indonesia termasuk termasuk ibukota Jakarta. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB dahulunya BAKORNAS - PB) dalam kurun waktu 1998 sampai 2004 jumlah kejadian banjir di wilayah Indonesia tercatat 402 kejadian banjir dengan jumlah korban meninggal dunia yang cukup banyak yaitu sebanyak 1.144 orang. Sementara menurut data BPS tahun 1990, sejak tahun 1987 hingga 1989 jumlah korban akibat banjir sekitar 1.827.681 orang. Jumlah ini jauh lebih besar daripada bencana alam lainnya seperti letsan gunung berapi, gelombang pasang dan kecelakaan perahu dan gempa bumi.

Banjir yang belum lama ini melanda Pati, Grobogan, Semarang Kudus, Pekalongan, Tuban dan wilayah sepanjang pantai utara (Pantura) mengakibatkan sedikitnya 26 orang tewas serta kerugian materi yang tidak ternilai. Peristiwa banjir tersebut diduga akibat hujan yang terus menerus turun, sementara sungai dan tanggul yang ada tidak mampu menahan limpahan air hujan tersebut sehingga meluap menggenangi daerah sekitarnya.

Ketidak mampuan sungai dan tanggul untuk menampung volume air hujan, secara tidak langsung disebabkan oleh rusaknya daya dukung sumberdaya alam daerah hulu, terutama rusaknya kondisi hutan dan vegetasi lainnya serta penggunaan lahan yang kurang memperhatiakn prosentase daya serap tanah terhadap air. Sehingga terjadi limpasan air yang lebih besar dari capasitas daya tampung air oleh sunggai dan tanggul yang ada. Selain faktor daya dukung sumberdaya alam, beberapa daerah memang mempunyai topografi yang rawan banjir, seperti kasus banjir yang terjadi diwilayah Kalimantan Barat

Namun ironisnya, karena perbedaan musim yang tegas maka fenomena banjir di musim hujan selalu dibarengi dengan adanya bencana kekeringan di musim kemarau. Bencana kekeringan bukan hanya terjadi di wilayah-wilayah Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara dan kepulauan disekitarnya teta[i juga terjadi di bagian tengah dan Barat Indonesia. Padahal apabila kita mau, maka kelebihan air pada musim hujan dapat dimanfaatkan untuk disimpan menghadapi musim kemarau. Pembuatan sumur resapan ataupun danau buatan adalah salah satu upaya menahan kelebihan air musim hujan untuk musim kemarau...