Selasa, November 10, 2009

Infrastruktur Data Spasial Nasional dan Usaha Penyelamatan Diri dari Tsunami

Pendahuluan

Saat ini istilah tsunami menjadi momok yang paling menakutkan bagi bangsa Indonesia. Khususnya bagi masyarakat yang hidup disepanjang pantai atau mereka yang mengandalkan hidup dan kehidupannya dari sektor kelautan mudah sekali cemas, apabila terjadi sedikit saja gempa di wilayahnya. Kita tentunya tidak lupa peristiwa tsunami di Samudra Hindia pada 26 Desember 2004 yang telah meluluh lantahkan wilayah Nanggroe Aceh Darusalam dan Kepulauan Nias wilayah Sumatera Utara serta beberapa negara seperti Thailand dan Srilanka. Peristiwa tersebut yang menewaskan lebih dari 300 ribu orang dan kerusakan fisik yang maha dahsyat dan terparah adalah yang menimpa wilayah Aceh.

Besarnya korban pada peristiwa tsunami 26 Desember 2004 di Aceh, karena umumnya masyarakat Aceh, khususnya mereka yang tinggal dipesisir pantai barat belum mempunyai pengetahuan tentang apa itu tsunami dan pemerintah (daerah dan pusat) lalai memberikan sistem peringatan dini akan datangnya tsunami. Bayangkan saat kasawan sekitar pantai barat Aceh diterjang tsunami yang sangat besar dalam sejarah peradaban manusia, masyarakat tidak bersegera melakukan evakuasi ketempat-tempat tinggi melainkan terpaku menyaksikan surutnya muka air laut dan turut mengambil ikan. Selain faktor tersebut, infrastruktur yang buruk, fasilitas mitigasi, fasilitas evakuasi dan sistem komunikasi informasi kebencanaan tsunami yang kurang layak turut memperbesar jumlah kerusakan yang terjadi.

Saat ini dengan teknologi terkini pun sangat sulit bagi seseorang untuk mengetahui apakah gempa dan tsunani akan datang, yang dapat kita lakukan adalah terbatas pada persiapan guna meminalisasikan jumlah korban dan memperkecil kerusakan fisik dan lingkungan dengan belajar dari pengalaman yang ada.

Selain itu dengan meningkatnya perhatian internasional atas meningkatnya frekuensi dan tingkat kerusakan gempa dan tsunami di Indonesia, maka kita mendapat banyak pelajaran, salah satunya adalah semakin mengerti bahwa informasi data geospasial (baik berupa pengumpulan, aksesibilitas dan sharing) adalah isu penting dalam menajemen bencana alama. Data spasial tersebut dapat digunakan untuk beberapa level kepentingan penanganan bencana dan digunakan oleh berbagai lembaga yang berbeda, sehingga lebih efisien dan mengurangi redundansi data yang tidak perlu.

Oleh karena itu buku menyelamatkan diri dari tsunami, yang ditulis oleh para peneliti tsunami dan pencegahan bencana terkemuka Jepang atas prakarsa Coastal Development Institute of Technology sangat baik dan bermanfaat bagi masyarakat umum siapapun. Bagi pengambil keputusan ataupun organisasi pemerintahan, khususnya yang terlibat langsung dalam penanganan bencana buku ini baik sebagai masukan dalam membantu menyempurnakan program Pengurangan resiko bencana (Disaster Risk Managemen).

Penyelamatan diri dari tsunami dan Peta rawan bencana

Pembelajaran paling baik dari kasus tsunami sebagai mana diuraikan dalam buku-buku tentang tsunami ini adalah penyelamatan atau evakuasi baik diri maupun berkelompok adalah penting. Selain itu juga pentingnya informasi tentang tsunami dengan peta rawan bencana tersosialisasi dalam rangka kesiap siagaan nasional.

Evakuasi dan ketersediaan peta rawan bencana adalah kata kunci pengurangan resiko bencana tsunami. Peta rawan bencana tsunami memuat tidak hanya terbatas sebaran genangan tsunami, tetapi juga informasi detil tentang jalur-jalur evakuasi, lokasi-lokasi pengungsian dan jalur logistik, serta informasi dasar tsunami itu sendiri seperti waktu terjadinya tsunami, kecepatan aliran, tinggi air.

Ketersediaan peta rawan bencana tsunami ini mutlak memerlukan dasar geospasial yang bukan saja akurat dan up to date tetapi juga mudah di akses. Aplikasi web maping dan desktop populer seperti google earth, google map, dan yahoo map telah memberikan kontribusi besar akan akses dan sharing informasi data spasial dan meningkatkan kesadaran masayarakat secara umum tentang penting informasi spasial. Fenomena ini seharusnya memberikan ide akan pentingnya pembangunan infrastruktur nasional dan publik untuk akses data geospasial. Sayangnya hal ini tidak atau belum lagi terlaksana, sepertinya diperlukan usaha yang lebih besar dan sungguh-sungguh untuk membuat infrastruktur nasional dan publik dapat terakses luas atau lebih berdaya guna dengan memanfaatkanteknologi seperti geoportal.

Hal ini bisa dimaklumi, mengingat pada saat ini diketahui bahwa banyak organisasi yang mengumpulkan dan mengelola data dan informasi spasial sesuai dengan kebutuhan masing-masing organisasi tersebut. Demikian pula tidak terdapat satu organisasipun yang bisa mengklaim memiliki data spasial sangat lengkap untuk aktifitas pemerintahan dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu diperlukan bukan hanya teknologi, tetapi juga kebijakan dan sumberdaya manusia yang sesuai untuk mewujudkan ide pertukaran data (data sharing) untuk berbagai aktifitas program pemerintahan.

Infrastruktur data spasial nasional dan Pengurangan resiko bencana


Kedepan penyediaan informasi spasial senantiasa dengan program pengurangan resiko bencana (Disasaster risk management). Program ini melibatkan bukan hanya badan nasional penanggulangan bencana (BNPB) tetapi juga segenap stakholder pendukung, termasuk Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nnasional (BAKOSURTANAL) yang mempunyai wewenang dalam menyiapkan infrastruktur data spasial nasional yang akurat, konsisten dan dapat dipergunakan.

Sebagai mana diketahui pengurangan risiko bencana (Disaster Risk Management) mengacu pada kerangka konseptual unsur-unsur yang kemungkinan dipertimbangkan dapat meminimalkan kerentanan dan risiko bencana di seluruh masyarakat, untuk menghindari atau untuk membatasi dampak bahaya, dalam konteks luas pembangunan berkelanjutan dengan menambahkan perspektif manajemen yang mengkombinasikan pencegahan, mitigasi dan respon pasca bencana.

Pengurangan resiko bencana dan evakuasi diri senantiasa berurusan dengan koordinasi dan kemitraan. Sementara pengurangan resiko bencana harus dilakukan pada masa pra-bencana, selama dan setelah bencana. Beberapa langkah sekaligus tantangan strategis dalam optimalisasi program pengurangan resiko bencana dan evakuasi diri adalah:
a)Mengubah pola pikir orang lebih pada upaya pencegahan, kesiapsiagaan melalui penyusunan peta bahaya bencana lebih detail.
b)Mempersiapkan organisasi dan program-program pencegahan dalam berbagai aspek, mulai dari pusat, provinsi, kabupaten / kota ke desa.
c)Menciptakan sistem informasi bencana dengan jaringan kerjasama lintas sektor dan lintas program serta dengan organisasi-organisasi non-pemerintah, masyarakat dan lembaga internasional
d)Pemberdayaan semua potensi di daerah melalui gerakan sadar bencana melalui penyediaan dan pemanfaatan data spasial.

Pada tahap pra-bencana DRM ditujukan untuk memperkuat kapasitas dan ketahanan masyarakat dan termasuk rumah tangga untuk melindungi kehidupan dan kelangsungan hidup mereka, melalui langkah-langkah untuk menghindari (pencegahan) atau membatasi (mitigasi) dampak buruk suatu bencana dan dapat memperkiraan bahaya.

Pada fase tanggap darurat, masyarakat dan organisasi-organisasi bantuan fokus pada menyelamatkan nyawa dan harta benda. Sementara dalam tahap pasca bencana, fokusnya adalah pada pemulihan dan rehabilitasi.

Belajar dari pengalaman pengiriman tim geospasial ke Banda Aceh 2005-2008 dan terakhir pengiriman tim geospasial ke wilayah Sumatera barat September_Oktober 2009 lalu, menunjukkan bahwa data geospasial berperan dalam servis peta (map servis dan map action) pada setiap fase penanganan bencana. Pada masa darurat di Aceh data spasial berguna untuk memetakan sebaran pengungsi, menyediakan peta situasi dan peta batas administrasi hingga level desa. Pada kejadian bencana di Sumbar, peta lebih diarahkan pada penyediaan peta situasi, peta batas administrasi dan sebagai dasar untuk ploting data kerusakan gedung per desa. Data dan informasi tersebut diperlukan oleh hampir setiap pelaksana lapangan untuk mengoptimalkan oprasi bantuan yang mereka lakukan.

Pada masa rehabilitasi dan rekonstruski pasca tsunami di Aceh, data spasial berperan dalam beberapa aspek, meliputi program peningkatan infrastruktur jaringan spasial propinsi, peningkatan ketersediaan peta dasar skala besar, pemetaan tematik, penyusunan basis dataspasial dan mendukung beberapa aplikasi survei dan pemetaan.

Pada wilayah-wilayah yang tidak terdapat bencana, maka program penyediaan data spasial dapat dioptimalkan hingga skala besar (1:25.000 atau lebih besar), demikian pula penyediaam peta tematik dan penyusunan database spasial juga dikaitkan pada penyediaan informasi kewilayah yang akurat hingga level pedesaan.

Penutup.

Lewat peningkatan aksesibilitas, kontinuitas dan utilitas data geospasial dan percepatan perwujudan program IDSN diharapkan pergurangan resiko bencana tsunami dapat dioptimalkan.

Cibinong, 10 November 2009
Moel