Percepatan Asistensi Peta Tata Ruang melalui mekanisme
konsultasi Online “VikonTarung” : Sebuah proyek perubahan bidang pemetaan tata
ruang
Mulyanto Darmawan
Abstrak
Sebagai competence autorithy untuk validasi peta tata ruang sesuai PP no 8 /2013 tentang ketelitian peta tata ruang, Badan Informasi Geospasial (IG) wajib mengembangkan mekanisme konsultasi dan asistensi peta yang efisien, efektif dan aman. Proses asistensi yang dilakukan selama ini masih mengandalkan pada pertemuan langsung antara tim teknis BIG dan tim penyusun peta ruang dari semua daerah yang sedang menyusun dokumen tata ruang wilayah. Selama tahun 2015 saja tercatat sekitar 980 konsultasi daerah ke BIG, atau minimal 3 kali sehari ada kegiatan asistensi daerah di BIG. Tentunya proses asistensi langsung seperti yang selama ini terjadi berdampak pada inefisiensi kegiatan. Menyadari pentingnya peta sebagai dokumen tidak terpisahkan dari rancangan peraturan daerah tentang tata ruang wilayah untuk 20 tahun kedepan, BIG melalui pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PTRA) mengembangkan sistem asistensi berbasis online yang dinamakan “VIKONTARUNG”. Sistem asistensi online diharapkan membantu percepatan asistensi, menjamin keterbukaan dan kemanan data. Sistem vikontarung bertujuan untuk percepatan pemetaan tata ruang adalah prototipe sistem validasi dan konsultasi online yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi berbasis webGIS. Beberapa fitur yang dikembangkan yaitu : registrasi, view status, upload data, interaktif menu, teleconference, screen sharing, dan pelaporan. Tulisan ini mengulas singkat tentang pengembangan program ini latar belakang, tujuan yang ingin dicapai dan evaluasi kemanfaatan berdasar survey dan uji coba kebeberapa daerah.
Latar belakang
Memanfaatkan hari jadi geospasil 17 oktober 2015
Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas mendemokan konsultasi dan validasi peta
tata ruang bernama Vikontarung di Aula badan Informasi Geospasial. Peluncuran
fasilitas online konsultasi ini untuk menjawab kebutuhan mereka akan konsultasi
peta tata ruang wilayah untuk memperoleh proses persetejuan gubernur atas
peraturan daerah terkait tata ruang.
Pentingnya peta tata ruang semakin dirasakan dalam
beberapa tahun belakangan ini, sejalan dengan adanya sangsi pidana atas
pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai peta tata ruang. Adanya pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
tata ruang hanya dapat diketahui apabila tersedia peta tata ruang. Dengan
demikian, peraturan daerah (perda) terkait tata ruang akan menjadi dokumen
penting sebagai rujukan kebijakan apabila disertai peta tata ruang yang akurat,
dapat dipertanggung jawabkan dan substansinya sesuai dengan perda. Bila sebelumnya
dokumen perda tata ruang tersebut hanya menjadi pajangan pada lemari para pejabat
di pusat dan daerah, saat ini pemerintah daerah seperti berlomba melengkapi
peraturan daerah tersebut untuk proses
pengendalian, pemberian ijin dan penanganan konflik pemanfaatan lahan. Apalagi
beberapa kepala daerah saat ini masih terjerat kasus hukum akibat pelanggaran
tata ruang.
Perda tata ruang bagi pimpinan daerah sedikitnya
mewakili empat kepentingan yaitu : sebagai dokumen perlindungan hukum atas
kebijakan yang akan diimplementasikan di lapangan, dokumen arahan pengembangan
pembangunan 20 tahun kedepan, acuan dalam pemberian berbagai ijin, dan acuan
penanganan konflik. Dalam kerangka yang luas ketersediaan dokumen tata ruang
merupakan syarat utama dalam penyelenggaraan penataan ruang yang bertujuan mewujudkan
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.
Penyelenggaraan tata ruang dilakukan secara
berjenjang dan saling melengkapi. Rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN)
yang dituangkan pada skala peta 1 : 1.000.000 akan dilengkapi dengan RTRW
propinsi skala 1 : 250.000, demikian pula RTRW propinsi akan dilengkapi RTRW Kabupaten
atau Kota pada skala peta 1 : 50.000 / 1 : 25.000 dan Rencana Detil Tata Ruang
(RDTR) pada skala 1 : 5.000 merupakan alat untuk pengendalian rencana tata
ruang di atasnya.
Meskipun amanahnya jelas, bahwa pemerintah daerah wajib
menyelesaikan perda tata ruang paling lambat dua
tahun untuk RTRW Provinsi
dan tiga tahun untuk
RTRW Kabupaten/Kota (pasal 78 UU No 26/2007) serta perda RDTR 36 bulan
setelah Perda RTRW (PP 15 Tahun 2010
tentang RDTR), dalam kenyataannya belum semua provinsi menyelesaikan
amanah tersebut dengan baik. Sampai tahun 2016 ini baru sekitar 29 dari 34
provinsi telah menyelesaikan RTRW provinsi, baru sekitar 50% dari 540 kabupaten
mempunyai tata ruang, demikian pula
hanya sekitar 80 dari 94 kota yang mempunyai RTRW perkotaan. Belum lagi RDTR
dari sekitar 1491 yang ditargetkan pemerintah dalam RPJM 2014-2019 kurang dari
10% yang sudah selesai raperda RDTRnya. Artinya mesti tidak selesai dan
melanggar undang-undang tetap saja tidak ada sangsi berarti.
Sehingga, masalah utama dalam penataan ruang adalah
belum selesainya raperda tata ruang yang menjadi landasan legalitas bagi
program pembangunan dan bagaimana memberikan kesadaran baik terkait adanya
insentif ataupun sangsi kepada pemerintah daerah dalam hal pelanggaran terhadap
amanah tersebut.
Oleh karena itu perlu percepatan penyelesaian perda
tata ruang dan karena peta bagian tidak terpisahkan dari dokumen tata ruang maka
perlu percepatan proses pemetaan tata ruang. Dalam rangka percepatan pemetaan tata
ruang, sebenarnya pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP)
No. 8 Tahun 2013 tentang ketelitian peta tata
ruang, bahwa penyusunan peta rencana tata ruang wajib dikonsultasikan ke BIG (pasal 7) dan Instruksi Presiden
(Inpres) No 8 tahun 2013 tentang percepatan penyelenggaraan informasi geospasial
dasar (IGD). Menindak lanjuti
keluarnya PP 8/2013 dan Inpres 8/2013 tersebut, Badan Informasi Geospasial (BIG) mengeluarkan
Peraturan Kepala BIG No 16/2014 tentang tata cara konsultasi penyusunan peta RTRW.
Terkait dengan tata cara konsultasi peta tata ruang,
standard BIG untuk proses asistensi peta tata ruang meliputi evaluasi aspek
geometris, tematik dan konsistensi data. konsekwensi lanjut ketentuan tersebut
adalah proses asistensi kepada 34 provinsi, 540 lebih kabupaten dan kota serta
1400 lebih RDTR menjadi lama dan panjang. Kendala ini juga yang menjadi
perhatian BIG untuk disederhanakan. Namun, seperti mitos buah simalakama, satu
sisi pemerintah ingin kualitas peta tata ruang yang baik (teliti dan akurat) dilain
sisi dikejar target penyelesaian yang cepat. Pilihan kepentingan antara
berkualitas atau ingin memperbanyak peta tata ruang secara kuantitas.
Bagaimanapun juga, tidak dapat dihindari tuduhan
bahwa lambatnya proses pengesahan perda tata ruang yang terjadi saat ini salah
satunya, karena masalah persetujuan perpetaan. Bahkan isu desentralisasi persetujuan peta tata ruang mencuat pada
sidang komisi 1 rapat kerja regional (Rakereg) BKPRN tanggal 09 September 2016
di Jogjakarta dengan tema “Penguatan Instrumen Penataan Ruang dalam rangka
Percepatan Pembangunan Nasonal”. Isu
desentralisasi persetujuan peta ini muncul ditengah kenyataan baru sekitar 23
dari 1400 lebih wilayah Rencana detil tata ruang (RDTR) yang sudah perda ditahun
2016 dan salah satu kendala utama adalah pada masalah perpetaan.
Oleh karena itu, terkait percepatan meski pada
dasarnya saat ini BIG telah mengakomodasi apa yang disebut program asistensi
yang melibatkan pelibatan PPIDS (Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial)
dan BKPRD, penyediaan tenaga ahli dalam proses asistensi dan onsite supervisi
serta percepatan penyerahan citra satelit resolusi tinggi. Maka, konsultasi
online merupakan sebuah keharusan dan penerapan program ini bisa menjawab
kebutuhan langsung daerah dalam proses asistensi. Sehingga terobosan percepatan asistensi peta
tata ruang melalui pembangunan sistem konsultasi online wajib dilakukan.
Tujuan, Ruang Lingkup dan Manfaat konsultasi online
Keinginan untuk melakukan terobosan dan percepatan
sistem validasi peta tata ruang merupakan satu tujuan utama dibangunnya sistem
konsultasi online. Optimalisasi validasi peta tata ruang yang melibatkan peran
aktif stakeholder diperlukan. Sehingga, adanya sistem validasi dan konsultasi peta tata ruang
(VikonTarung) online ini dapat membantu BIG mencapai tujuan dalam hal :
- Percepatan penyelesaian validasi peta tata ruang wilayah guna mendukung Inpres 8/2013 tentang percepatan penyelesaian peta tata ruang dan PP 8/2013 tentang ketelitian peta
- Optimalisasi mekanisme konsultasi dan validasi peta tata ruang wilayah melalui penyediaan dan pengembangan sistem konsultasi dan pelaporan secara online dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi geografo (SIG).
- Penguatan sinergi dan peran stakeholder guna penguatan networking untuk validasi dan sosialisasi peta tata ruang wilayah
Adapun manfaat pembangunan sistem VIKONTARUNG
- Adanya kejelasan program percepatan pemetaan tata ruang oleh BIG sebagaimana diamanahkan dalam PP 8/2013 dan Inpres 8/2013 melalui ketersediaan tim sistem aplikasi.
- Terjaminnya proses validasi peta secara cepat melalui pengurangan frekuensi pertemuan langsung konsultasi, transparan konsultasi, dan online
- Mengurangi komplain daerah atas lama dan panjangnya proses konsultasi peta tata ruang oleh BIG
- Proses pengiriman data lebih aman karena melalui fasilitas upload langsung ke server BIG
- Proses konsultasi terjadwal memudahkan pengaturan waktu dan sumberdaya yang ada
- Memudahkan proses updating dan dapat memantau status peta mereka secara online
- Memudahkan alokasi resources (SDM dan ruangan) di BIG untuk proses konsultasi
Kriteria/Indikator
Keberhasilan
Proyek perubahan yang dilakukan pada PTRA, BIG
terkait konsultasi peta tata ruang diharapkan menjadi model bagi proses
konsultasi, asistensi dan validasi informasi geospasial tematik lainnya. Sebagaimana
diamanahkan UU no 4 tahun 2014 bahwa setiap penyelenggaraan peta tematik wajib
mengacu kepada IGD dan BIG wajib melakukan pembinaan penyelenggaraan IGT.
Eksisting konsultasi peta tata ruang
Terbitnya berbagai peraturan
pemerintah tentang konsultasi peta tata ruang merupakan pekerjaan besar buat
BIG sekaligus tantangan. Pekerjaan besar, karena urusan tata ruang semakin
menguat isunya secara nasional dan semakin memainkan peran penting dalam pembangunan
nasional. Menjadi tantangan, keterbatasan infrastruktur yang ada di BIG untuk
mendukung proses validasi tata ruang tersebut. Bila terjadi kelambanan proses
validasi peta tata ruang ataupun ketidak akuratan peta tata ruang maka BIG akan
menjadi sumber tudingan sumbatan (botle neck) masalah peta tata ruang.
Eksisting
mekanisme dan proses konsultasi peta tata ruang dapat dilihat dari aturan yang
tertuang dalam perka BIG NO 16 tahun 2014 seperti tersaji dalam Gambar 1. Tahap
pertama pemohon-dalam hal ini adalah pemerintah daerah, mengajukan konsultasi
ke Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PTRA), BIG dengan menggunakan fax, pos,
kurir ataupun surat elektronik. Tahap berikutnya adalah, pelaksanaan
konsultasi, proses ini yang sangat menguras waktu, fikiran dan tenaga. Berbagai
masalah teknis dibahas dalam pertemuan ini dan memerlukan waktu yang cukup
panjang. Tahap akhir rekomendasi atau persetujuan peta tata ruang. Rekomendasi
akhir keluar setelah melalui rapat pleno yang dihadiri oleh bukan hanya tim
teknis penyusun tata ruang tetapi juga unsur pimpinan.
Pada tahap
konsultasi, setiap pemohon mendapat penjadwalan konsultasi selambatnya tiga
hari kerja. Pada tahap ini pemohon diminta menyerahkan data dasar, data tematik
yang digunakan, dan Raperda Tata Ruang bila sudah ada. Selanjutnya data yang
diterima akan dilakukan verifikasi oleh tim BIG. Verifikasi peta tata ruang
meliputi 4 aspek (Gambar 2) yaitu aspek
peta dasar terkait peta dasar yang digunakan dan tingkat ketelitian
meliputi ketelitian geometris berupa sistem referensi, skala dan unit pemetaan;
aspek peta tematik meliputi jenis
peta tematik yang digunakan dan ketelitian muatan ruang meliputi kelas unsur
dan simbolisasi; aspek substansi
meliputi kesesuaian antara peta rencana dan raperda; dan aspek kartografi berupa simbolisasi, pewarnaan dan layout peta.
Gambar
1. Alur proses konsultasi peta tata
ruang sesuai perka BIG No 16 /2014
Setelah
selesai proses konsultasi akan ada berita acara pemeriksanaan, berisi waktu dan
tempat pemeriksaan, materi verifikasi dan rekomendasi perbaikan yang ditanda
tangani oleh tim konsultasi dan pemohon. Setelah diperbaiki pemohon wajib
melakukan permohonan konsultasi berikutnya. Setelah proses perbaikan dan
verifikasi selesai, pemohon akan mendapatkan surat rekomendasi yang ditanda
tangani oleh kepala Pusat Pemetaan tata Ruang dan Atlas. Surat rekomendasi ini
selanjutnya akan digunakan oleh pemda kabupaten untuk mendapatkan persetujuan
gubernur (persub) dan selanjutnya ditetapkan Perda tata ruang bersama anggota
Dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD)
Dalam
prakteknya proses asistensi sangat dinamis, sulit menentukan ukuran waktu penyelesaian.
Semua mekanisme konsultasi dan asistensi yang diuraikan di atas memerlukan
pertemuan tatap muka. Konsekwensinya, diperlukan waktu dan pembiayaan untuk
proses setiap step konsultasi. Bila setiap proses asistensi memerlukan
pertemuan hingga 2 kali (minimal) maka proses rekomendasi yang meliputi 4
tahap, maka tahap asistensi memerlukan minimal 8 kali pertemuan. Semakin banyak pertemuan semakin tidak efisien
dan semakin lama waktu penyelesain. Sehingga dapat terbayang waktu yang
dibutuhkan untuk konsultasi seluruh 1491 peta RDTR. Sehingga wajar status
asistensi peta tata ruang oleh BIG masih sangat rendah seperti tersaji pada
Gambar 3, 4, dan 5 di bawah.
Gambar
3. Status September 2016 proses asistensi peta tata ruang provinsi.
Gambar
4. Status September 2016 proses asistensi peta tata ruang kabupaten
Gambar 5.
Status September 2016 proses asistensi peta rencana detil tata ruang
Penjelasan sistem konsultasi online yang saat ini
sedang dibangun telah diuji coba di beberapa lokasi di Jawa Tengah yaitu
Semarang, Boyolali dan Batang dengan hasil yang cukup memuaskan. Sistem
VIKONTARUNG yang dibangun adalah prototipe sistem asistensi peta tata ruang versi
awal yang memanfaatkan teknologi GIS berbasis Web. Vikontarung dibangun oleh
Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PTRA) dengan bantuan pengembangan aplikasi
oleh Pusat Pengelolaan dan Penyebarluasan IG (PPIG). Pembangunan sistem
validasi dan konsultasi online dilakukan secara bertahap dan telah melalui serangkaian
diskusi, substansi kebutuhan fitur yang diperlukan untuk konsultasi.
Sistem ini mempunyai beberapa fitur yang dapat
digunakan pengguna untuk proses validasi yaitu : registrasi, pengaturan jadwal,
upload data, chating, screen sharing, dan pelaporan (Gambar 6). Peta final tata
ruang dapat pula dipublikasi melalui mekanisme tertentu berupa pelayana servis
dalam format web map services (WMS). Ilustrasi
komunikasi diagram pengguna disajikan pada Gambar 7. Pengguna, dalam hal ini
pemda terlebih dahulu melakukan registrasi pada sistem tersebut. Selanjutnya
mereka dapat melakukan penjadwalan untuk konsultasi ke BIG dengan identitas
yang telah meregister. Operator di BIG selanjutnya akan melaporkan dan
menjadwalkan waktu asistensi. Asistensi selanjutnya dapat dilakukan untuk aspek
peta dasar, peta tematik, sumber data, peta rencana tata ruang dan album peta.
Gambar 7. Ilustrasi diagram komunikasi pengguna pada
sistem validasi online
Evaluasi permasalahan model sistem online
Berdasarkan penilaian prioritas masalah terkait keinginan
penggunaan konsultasi online, terdapat masalah utama dengan bobot prioritas
yang nilainya tinggi dan merupakan
masalah penting untuk segera
diselesaikan adalah “Terbatasnya sarana dan prasarana untuk memberikan
konsultasi peta tata ruang yang dilakukan pada Pusat Pemetaan Tata Ruang dan
Atlas BIG”. Sehingga, perlu peningkatan
sarana dan prasarana untuk mendukung konsultasi online. Peningkatan sarana dan
prasarana selalu berhadapan dengan masalah. Terdapat empat kendala dalam program
peningkatan sarana dan prassana berdasar pisau analisis masalah dengan Causal
Map seperti tersaji dalam Gambar 8 :
Model Canvas pertama kali diusulkan oleh Alexander Osterwalder based on his earlier book: berdasarkan tulisannya berjudul “Business Model Ontology”. Canvas Model menguraikan beberapa resep yang membentuk blok bangunan untuk kegiatan. Hal ini memungkinkan bisnis baru dan yang sudah ada untuk fokus pada manajemen dan pemasaran rencana operasional serta strategis. Bisnis model ini adalah model yang penjelasan mengenai bagaimana proyek perubahan ini dijalankan dan untuk bahan evaluasi sejauh mana setiap bagian menghasilkan bukti. Secara umum proses pelaksanaan pembangunan sistem online dapat digambarkan seperti tersaji pada Gambar 9.
Gambar 9. Canvas model pembangunan sistem validasi dan konsultasi tata ruang
Dalam canvas
model terdapat ini terdapat sebelas (11) blok atau sgemen yang mesti diisi dan
menjelaskan hubungan masing-masing blok.
a. Nilai yang ditawarkan dari sistem ini adalah : mempersingkat waktu konsultasi, efisiensi waktu, adanya peningkatan pemda yang datang berkonsultasi, menjamin transparansi, keamanan data dan share screen untuk view status.
b. Hubungan antar klien : dalam hal ini pemda melakukan konsultasi dan validasi peta tata ruang kepada BIG, mengajukan asistensi penyusunan peta tata ruang, dan memfasilitasi bimbingan teknis serta meminta uji akurasi data
c. Pelayanan yang diberikan oleh melalui sistem online adalah : registrasi, konsultasi, validasi, view status peta, upload data, dan chating message
d. Target klien : pemerintah daerah dan beberapa kementerian/lpnk terkait dengan tata ruang
e. Kegiatan Utama proyek perubahan ini adalah : pembentukan tim, pembangunan sistem Vikon Tarung, uji coba sistem agar dpat diterapkan, sosialisasi akan rencana konsultasi online, bimbingan teknis penggunaan aplikasi, implementasi konsultasi online dan penyusunan panduan atau modul.
f. Sumber daya yang digunakan adalah : teknologi berupa webgis dan sistem vidio konferen, SDM berupa tim efektif, dukungan pimpinan/stakeholder sebagai legalitas
g. Mitra kerja : Dalam proyek ini berhasil diidentifikasi mitra kerja sebagai berikut dibawah. Mitra kerja berasal dari Internal dan ekternal. Internal meliputi keseluruhan pusat yang ada di Badan Informasi Geospasial, sementara mitra eksternal utama adalah dari Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Bappenas dan Kementerian Dalam negeri serta pemerintah daerah.
h. Unsur Biaya : kegiatan ini menggunakan pendanaan dari dukungan anggaran yang ada pada PTRA. Khusus untuk pembangunan sistem PTRA mendapat dukungan dari Pusat Pengelolaan dan penyebarluasan IG yang merupakan pusat data dan informasinya BIG. Surat pengajuan dan jawaban (terlampir)
i. Imbalan; seluruh proses konsultasi dilakukan secara free
j. Resiko : terdapat beberapa resiko dalam menjalankan aplikasi ini yaitu :
- Jaringan internet yang rendah, hasil ujicoba menunjukkan diperlukan minimal 2 M kecepatan internet
- Dukungan K/L pusat untuk sistem vaikontarung belum optimal bahkan sebagian meragukan daerah bisa melakukan konsultasi secara online
- Beberapa daerah khawatir bila semua online mereka tidak dapat lagi melakukan memanfaatkan perjalanan dinas mereka
- Maintenance sistemnya lebih sulit dan resiko adanya beberpa source yang digunakan berbasis opensource
- Selain itu terdapat masalah kesiapan daerah dalam membangun IDSN (infrastruktur data spasial nasional) berupa penguatan pada SDM, kelembagaan, payung hukum, teknologi dan standar yang masih rendah. Hasil survei secara terpisah BIG menunjukkan kemapuan daerah dalam hal IDSN berbeda dan secara umum masih belum merata distribusi SDM yang memahami bidang perpetaan atau sistem informasi geografi.
k. Legalitas kegiatan ini adalah terutama mengacu kepad PP 8/2013 ketelitian peta dan Inpres 8/2013 percepatan penyusunan RTRW serta UU 26/2007 tentang penataan ruang dan UU 11/2011 informasi Geospasial
l. Akuntabilitas dalam hal ini adalah manfaat yang dihasilkan dari adanya siatem ini berupa percepatan frekuensi pertemuan, layanan online, IKUnya BIG dalam hal percepatan pemetaan tata ruang
m. Sustainabilitas : untuk menjaga keberlanjutan program ini dilakukan rencana pengelolaan oleh tim efektif secara rutin dan melakukan pengembangan.
Penutup : Kesimpulan
dan Rekomendasi
Sebagai akhir dari tulisan ini dapat disampaikan
bahwa pembangunan sistem validasi dan konsultasi peta tata ruang secara online
“VikonTarung” merupakan salah satu tugas dan fungsi dari Pusat Pemetaan Tata
Ruang dan Atlas (PTRA) BIG sesuai peraturan Kepala BIG tentang organisasi dan
tata laksana. Tugas ini dimaksudkan sebagai inovasi untuk mendukung
implementasi dari Inpres No 8/2013 Percepatan penyusunan peta tata ruang dan PP No 8/2013 tentang ketelitian peta.
Beberapa poin penting yang ingin disampaikan terkait
pembangunan sistem online yaitu :
1) Tujuan pembangunan sistem VikonTarung antara lain membantu percepatan penyelesaian tata ruang, optimalisasai mekanisme konsultasi dan penguatan sinergi antar stakeholder dicapai melalui beberapa indikator keberhasilan yaitu terbentuknya tim validasi antar sektoral, adanya sistem yang siap diimplementasikan, dan adanya dukungan dari beberapa stakeholder terkait.
2) Sinergi antar stakeholder merupakan satu syarat utama berlangsungnya proses konsultasi secara online.
3) Manfaat dari pembangunan sistem ini akan terlihat pada jangka menengah dan panjang. Pembangunan aplikasi sistem online peta tata ruang merupakan area yang sangat sensitif dan langsung berhubungan dengan klien utama yaitu pemerintah daerah dalam validasi kualitas peta tata ruang yang dihasilkan. Diperlukan beberapa uji coba untuk memastikan sistem dapat dioperasionalkan dengan baik.
4) Dari beberapa rangkaian diskusi dengan pemerintah daerah didapatkan fakta menarik bahaw manfaatnya sistem online sangat terasa bagi pemda terutama dalam hal mengurangi waktu konsultasi yangawalnya memerlukan tatap muka beberapakali bisa dikurangi, selain itu juga meningkatkan efisiensi dana dan menjamin keterbukaan dalam proses konsultasi.
5) Sistem yang dikembangkan memiliki beberapa fungsi pelayanan online yaitu penjadwalan, vidio konferesi, chatting message, dan mengakomodir tool dari teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk updating peta secara langsung melalui dukungan sharescreen, serta backup data.
Selain itu untuk kesempurnaan dan optimalisasi pengembangan sistem kedepan perlu disampaikan rekomendasi sebagai berikut :
1) Terhadap teknologi konsultasi online, masih perlu dilakukan evaluasi secara terpisah oleh para pakar bidang IDS dan programes webgis untuk optimalisasi sistem dan menghilangkan keterbatasan fungsi yang ada sekaligus untuk menambah fitur yang diperlukan untuk kemudahan dan kecepatan proses konsultasi serta keamanan data.
2) Terhadap tim validasi, diperlukan penguatan sinergi antar stakeholder pusat untuk menumbuhkan keyakinan dan dukungan yang penuh dari stakeholder, bahwa proses verifikasi peta adalah tanggung jawab bersama, mulai dari aspek geometris yang memang tanggung jawab BIG dan aspek substansi yang menjadi tanggung jawab kementerian ATR/BPN dan pemda yang bersangkutan.
3) Perlunya bimbingan teknis baik bagi staf internal BIG dan juga Pemda agar terbiasa dengan semua fitur yang tersedia dalam sistem online sehingga lebih mudah digunakan. Pengembangan dan pengelolaan sistem kedepan tentunya juga berdasarkan masukan dari mereka yang mengelola dan mengopersonalisasikan sistem tersebut.
4) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pengembangan sistem validasi dan konsultasi peta tata ruang online sehingga proses konsultasi dapat dilakukan secara cepat dan tepat sasaran.
Bogor, 4 november 2016