Belum pernah saya sejengkel hari itu, namun apa mau dikata. Masalahnya sepele, sebagai seorang pegawai saya diminta mengumpulkan DP3 (Daftar Penilaian Pegawai) karena sejak tahun 2006 tidak masuk lembaran DP3 tersebut kebagian personalia. Selidik punya selidik, ternyata DP3 saya nyangkut di kepala Pusat (sebut aja BOS..). Dengan berbagai alasan yang kurang logis, intinya BOS tidak mau menanda tangani DP3 tersebut. Akhirnya saya kembalikan ke atasan saya yang lebih tinggi ternyata beliau menyetujui menanda tangani, akhirnya masalah selesai.
Belakangan saya baru tahu, rupanya BOS merasa risih dengan berbagai aktifitas saya yang dianggap tidak lapor ke dia. Bukan hanya tidak lapor, tapi juga tidak dilibatkan dan konsekwensinya ya seperti bola salju, tidak dapat honor, tidak dikenal dan berbagi tidak lainnya..akhirnya ya jalan pintas DP3 tidak ditanda tangani. Aneh juga sih kalau dikatakan seperti balas dendam.
Menurut kepala personalia DP3 wajib ditanda tangani atasan. Ilustrasinya karena DP3 seperti raport. Bisa jelek bisa juga baik terserah penilai atau guru. Kalau sudah ditanda tangani oleh guru dan perlu di ketahui (ACC) kepala sekolah lalu kepala sekolah enggan tanda tangan maka hanya ada dua alasan. pertama, rapotnya hilang karena kepsek teledor atau rapotnya di masih di guru atau murid.
Kasus saya, atasan langsung saya sebagai tim penilai sudah menanda tangani demikian pula saya sudah melihat dan menyetujui tinggal menunggu si BOS..lah koq 2 tahun gak keluar.. Kalau melihat PP no 10/80 ? jelas terlihat yang menanda tangai adalah atasan strukturalnya, jadi hampir pasti bos tidak baca PP tersebut atau mungkin udah lupa.. maklum sudah terlalu lama jadi BOS mana sempat baca buku.
Sebagai bawahan, saya memang tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi sejak hari itu sepertinya hormat saya jadi hilang kepada BOS saya tersebut. Kalau dulu masih bisa basa-basi salam dan menegor sapa, mungkin saat ini wallahu alam. Hanya kawan saya berbisik."biasanya orang yang suka mempersulit bawahan memang bawaan dimana berada seperti itu bahkan mungkin dia juga punya sejarah seperti itu dipersulit sehingga akan selalu mempersulit dan dipersulit... seperti hukum sebab akibatlah ". BOS seperti itu merasa bawahan adalah abadi bawahan...
Barangkali benar juga, makanya saya gak pernah niat menjadi pejabat struktural, lebih bebas sebagai fungsional tidak ada bawahan abadi. Lebih jauh lagi saya tidak pernah menyebutnya atasan tapi BOS...Karena BOS beda dengan atasa. Menurut Renald Kasali dalam bukunga Change (2006) ada beda antara BOS dan atasan diantaranya, atasan sangat suka bawahannya maju, sementara BOS tidak mau disaingi bawahan, BOS melihat sesuatu dengan emosional kalau atasan melihat sesuatu rasional..
Jumat, Mei 30, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar