Jumat, Juni 13, 2008

Susahnya bertemu Gubernur NAD

Bertemu dengan pejabat tinggi sudah pasti susah, apalagi setingkat gubernur. Saya mengalami sendiri bagaimana susahnya bertemu gubernur NAD. Kami sudah kirim surat dan telepon jauh-jauh hari, karena kesibukan kami akhirnya diberi tahu bisa menjumpai beliau kebtulan beliau baru sampai dari Jakarta.

Hari itu (Rabu 11 Juni 2008) kami pergi ke kantor Gubernur, dan jam menunjukkan pukul 11 karena dijadwalkan kami akan bertemu sekitar pukul 13.00 atau sehabis makan siang. Tak terbayangkan sebelumnya, ternyata menunggu di ruang tamu gubernur seperti menunggu dokter umum di rumah sakit umum di jakarta, atau seperti antri tiket kereta untuk mudik bahkan mungkin lebih tetap antri jumpa artis. Ya Gubernur yang satu ini bak Artis, bagi masyarakat Aceh. beliau terpilih secara demokratis lewat calon independen (non partai). Beliau mengijinkan siapapun bertemu langsung dengannya, bahkan sering kali kami mendengar beliau menyetir sendiri kendaraan dinasnya. Salah seorang rekan saya, kebetulan dia membuka toko komputer di Banda Aceh pernah kedatangan gubernur hanya untuk membayar uang komputer. Beberapa hari sebelumnya dia memang ditelepon bahwa gubernur memerlukan laptop dan toko dia mengirimkan sebuah laptop.

Demikian merakyatnya sampai sampai aturan protokol seperti tidak jalan. Sambil menunggu saya perhatikan begitu banyaknya pengunjung sampai bangku yang ada tidak cukup menampung semua dan masing-masing ingin segera bertemu bahkan terkesan memaksa ingin bertemu. Berkali-kali ajudan gubernur bilang kemereka tolong ikuti prosedur, namun tetap saja mereka tidak beranjak dan berharap bertemu.

terkadang urusanpun tidak terlalu penting, saya perhatikan ada seorang ibu yang minta biaya tiket pesawat untuk anaknya yang akan pergi keluar daerah, ada yang minta bantuan biaya operasi plastik, bantuan biaya modal bengkel yang hanya 20 juta dan banyak lagi masyarakat yang membawa amplop proposal. Dalam group lain tampak para pengusaha dengan tas dan baju rapi, para konsultan asing, beberapa pejabat pemerintah hingga beberapa organisasi masyarakat.

Seperti halnya saya, masing-masing mempunyai satu tujuan yaitu pengin ketemu langsung dengan gubernur. Disinilah masalahnya kami yang sudah ikut protokol ternyata dengan begitu saja dikalahkan oleh mereka yang langsung "selonong boy". Saya perhatikan beberapa kali kami tersela, padahal sang ajudan sudha bilang, pak habis ini silahkan bapak masuk. Namun kami tersela oleh seseorang yang menurut infonya adalah mantan komandan GAM (Gerakan Aceh Merdeka), lalu kami tersela lagi oleh pejabat daerah, dan kami tersela lagi oleh pengusaha yang juga mantan kombatan (istilah tentara GAM), lalu tersela lagi oleh seseorang yang masih familinya. Masing-masing mereka membawa orang lain. Jadi lebih mirip calo, karena yang membawa masuk keluar tetapi orang yang dibawanya masih didalam. Demikain hal itu terjadi berulang-ulang sampai waktu menunjukkan pukul 16.30. Saat itu diluar sudah menunggu rombongan KIP (Komite Independen Pemilu) dan tim asisten gubernur, merekapun sudah memasuki lorong ke dua dan berkumpul di ruang rapat. Ruang tunggu gubernur NAD berkamar-kamar, ruang tunggu utama besar, lalu ada ruang tunggu sebelum masuk kamar beliau. Biasanya ruang tunggu persis depan gubernur penuh orang, ada yang merokok ada yang batuk-batuk ada yang minum kopi dan hanya ada 3 tempat duduk sehingga praktis yang lain berdiri.

Kebetulan kondisi saya saat itu juga sedang flue, sehingga kepala pening, perut mual karena belum makan, belum sholat zuhur dan asyar,..karena berdiri berjam-jam tanpa kepastian. Akhirnya setelah dapat informasi bahwa Gubernur akan rapat dengan KIP dan tim asistennya yang mungkin sampai malam, saya putuskan pulang. Aduh capek deh.... Padahal saya saat itu adalah utusan kepala BAKOSURTANAL untuk memastikan pertemuan menyangkut nota kesepahaman antara pemda dan kantor BAKOSURTANAL.

Itulah pengalaman pertama dan barangkali terakhir saya antri untuk ketemu gubernur. memang tidak bakat jadi tim protokol kali ya.. Mungkin perlu bagi khalayak yang dekat dengan gubernur untuk memahami tentang aturan protokol, administrasi kenegaraan dan yang paling penting budaya antri, tidak "selonong boy" karena ini juga kezaliman...

Tidak ada komentar: