Konflik berkepanjangan di Propinsi NAD berpengaruh pula terhadap keberadaan dataset utama wilayah ini. Peta dasar yang tersedia adalah skala kecil 1:50.000 dan skala 1:250.000. Peta dasar skala 1:50.000 terbitan tahun 1978 dibuat dari foto udara skala 1:100.000 tahun 1977 dengan kamera Wild RC-10 dan film pankromatik (hitam putih). Peta dasar ini dibuat dalam rangka pemetaan rupabumi dan dilaksanakan oleh Jawatan Topografi (JANTOP) TNI-AD dengan bantuan Pemerintah Australia. Sementara peta dasar skala 1:250.000 adalah produksi tahun 1986-1987, kerjasama antara BAKOSURTANAL dan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM). Peta ini merupakan revisi dari peta Joint Operation Graphic (JOG) milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) terbitan tahun 1969, ditambah peta liputan lahan BAKOSURTANAL tahun 1981 dan peta lain yang mendukung.
Untuk menyediakan data dasar geospasial terbaru wilayah NAD – Nias, BAKOSURTANAL melalui hibah dana dari Pemerintah Norwegia melakukan pemotretan udara wilayah NAD pasca kejadian tsunami, tepatnya dilakukan awal Juni 2005. Pekerjaan pemotretan dilaksanakan oleh PT BLOM, perusahaan swasta dari Jerman, dengan hasil akhir berupa foto udara resolusi tinggi, data DTM (Digital Terrain Model) dan data garis sepanjang pantai utara dan barat Sumatera termasuk kota Banda Aceh, dan Meulaboh dengan luas area lebih dari 6000 km2 dengan resolusi foto adalah 30 cm .
Kamera digital foto udara Vexcel Ultracam digunakan dalam kegiatan pemotretan wilayah NAD dan ditempatkan dalam pesawat turbo Rockwell 690A Turbo Commander OH-UTI dari FM-Kartta Oy, perusahaan Finlandia kontrak di bawah BLOM.
Program lain adalah pemotretan tahap ke dua, sebagai ”filling the gap” wilayah yang telah selesai dikerjakan dalam tahap pertama. Berbeda dengan tahap pertama, pemotretan tahap kedua menggunakan teknologi radar (IFSAR-Interoferimetri Synthetic Aparture Radar) seluas kurang lebih 13.000 km2. Pemotretan tahap kedua ini telah diserahkan ke pemerintah daerah yang diwakili kepala Bapeda Prof. Abdul Rahman Lubis, dan ke
Patut disayangkan proyek IFSAR tidak berlanjut, karena dihentikan sepihak oleh AUSAID, konon dananya di alihkan untuk kegiatan asset mapping di BRR. Sementara di BRR sendiri kegiatan asset mapping menggunakan dana APBN. Istilah asset mapping di BRR juga bukan dalam arti kegiatan pemetaan, tetapi lebih pasnya inventarisasi aset dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan aktivitas pemetaan. Ini hanya istilah komersial di BRR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar