Peran data geospasial dalam Perencanaan Wilayah
Perencanaan desa adalah suatu unit paling dasar dalam hirarki perencanaan wilayah atau tata ruang regional. Perencanaan desa berdasar pada aspirasi masyarakat, adalah kebijakan yang ditetapkan
Tentang pemanfaatan data geospasial untuk perencanaan desa, data geospasial telah digunakan dalam berbagai kegiatan selama program pemulihan NAD-Nias, diantaranya adalah perencanaan desa (village planning) project ADB untuk Earthquake and Tsunami Emergency Support Project (ETSP), evaluasi jalan sekunder Banda Aceh Meulaboh dari USTDA (Departemen Perdagangan Amerika Serikat) dan kegiatan pemetaan desa secara terestris lainnya oleh beberapa NGO. Hampir setiap pelaksana rehab-rekon bidang perumahan dan infrastruktur telah mengetahui pentingnya data geospasial.
Sekarang manusia mulai mengetahui bahwa bencana (gempa dan tsunami) terjadi tidak random begitu saja tetapi merupakan bagian proses evolusi bumi. Hampir setiap bencana sekarang dapat dipetakan, diukur dan dianalisis, meskipun kita belum dapat memprediksi kapan terjadinya. Walau demikian perkembangan teknologi informasi khususnya Geographic Information System (
Dalam pengelolaan bencana alam, kita mengenal urutan penanganan yaitu mitigasi, persiapan, tanggap darurat dan rekonstruksi. Mitigasi dan persiapan-persiapan umumnya dilakukan sebelum bencana. Istilah mitigasi berarti aktifitas yang ditujukan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya bencana (peraturan, perencanaan yang baik, pengelolaan gedung dan land use, identifikasi bencana). Sementara persiapan (Preparedness) adalah tindakan yang diambil sebelum terjadinya bencana, ketika mitigasi dianggap tidak mencukupi untuk dapat melindungi dari bencana (termasuk operasional tindakan pencegahan, pembangunan early warning system, dan pendidikan). Pada masa tanggap darurat, ketersediaan informasi geospasial sangat berarti. Tanggap darurat adalah tindakan pada saat terjadi bencana, berupa koordinasi, pencarian dan penyelamatan (search and rescue), pendugaan kerusakan (damage assessment) dan minimalisasi kehilangan dari bencana berikutnya. Sementara recovery (rehabilitasi dan rekonstruksi) adalah tindakan untuk mengembalikan sistem kepada fungsinya yang normal dalam jangka panjang, seperti menyingkirkan sampah, akses air bersih, makanan, shelter dan sebagainya. Menon (1996) menyatakan “penanganan darurat (emergency management) memerlukan 10% telekomunikasi, 20% operasi dan 70 % informasi.
Ketersediaan data geospasial akan sangat membantu keputusan dalam melakukan tindakan bagi
Pendekatan partisipatif, khususnya dalam hal perencanaan dan pemetaan desa, adalah pekerjaan pemetaan tanah yang dilakukan untuk menyepakati kepemilikan asal oleh warga bekerjasama dengan pihak lain baik swasta ataupun organisasi pemerintah (
Masalah kurang akuratnya data geospasial untuk perencanaan desa menjadi kendala utama setelah ketersediaan data, seperti yang dialami olehbeberapa NGO. Ketidak akuratan data mereka pada umumnya adalah pada data kontur dan beberapa layer topografi (seperti jalan, sungai dan batas administrasi), sementara data persil mereka cukup detil. Dalam kasus ini, registrasi data mereka ke peta dasar topografi skala 1:2.000 dan proses tumpang tindih dengan foto udara membantu meminimalkan kesalahan.
Unsur topografi dalam pemetaan dan perencanaan pemukiman, sebagaimana tertulis dalam dokumen pedoman teknis perencanaan desa menjadi keharusan. Hanya, yang menjadi kendala para pelaksana pekerjaan perencanaan desa adalah data topografi tidak selalu tersedia dan mereka tidak menyiapkan anggaran khusus untuk itu. Beberapa NGO melaksanakan pengukuran sendiri, seperti yang dilakukan LOGIKA untuk beberapa desa. Meskipun menurut mereka, sering kali hasil pengukuran tersebut tidak digunakan karena jadwal penyelesaian pengukuran tidak pas dengan batas akhir kegiatan perencanaan desa yang ada dalam schedule mereka.
Peran Data Geospasial untuk Perencanaan Makro
Untuk mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) wilayah diperlukan sebagai acuan spasial bagi kegiatan pengembangan sosial dan ekonomi. Oleh karenanya, salah satu program utama
Beberapa kota dan kabupaten telah mempunyai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebelum bencana (gempa dan tsunami), yang disusun tahun 2002 untuk masa berlaku 2002 – 2010. Namun karena perubahan yang sangat besar akibat bencana, maka
Peran data geospasial dalam perencanaan makro sangat vital, karena memberikan dasar bagi pengembangan kawasan. Umumnya data geospasial yang digunakan adalah skala 1:10.000 untuk perencanaan tata ruang Kecamatan, dan skala 1:50.000 untuk perencanaan Kabupaten. Kendala utama kegiatan perencanaan tata ruang di NAD pasca tsunami relatif sama yaitu ketersediaan data khususnya data digital terutama untuk perencanaan tata ruang detil. Status akhir data digital skala 1:10.000 sebenarnya cukup besar yaitu mencakup wilayah pemotretan cukup luas sekitar 6.000 km2. Namun sayang, tidak seluruh foto udara yang ada diinterpretasi menjadi data garis sebagai peta digital skala detil. Demikian pula skala menengah 1:50.000 hanya tersedia untuk seluruh wilayah NAD dalam bentuk cetakan (hard copy), khusus wilayah yang terkena tsunami tersedia dalam bentuk digital. Sementara program rehab-rekon
Peran Data Geospasial untuk Pemetaan Rawan Bencana
Program rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah NAD-Nias boleh dibilang sebagai ajang percontohan penerapan pembangunan wilayah berwawasan bencana (Kompas, 2006). Dalam arti, diperlukannya informasi sebaran dan tipe bencana yang ada pada wilayah yang akan dibangun, serta perlunya data geospasial dan dukungan teknologi
Lewat GTZ, pemerintah Jerman telah melakukan pemetaan rawan bencana untuk Banda Aceh dengan menggunakan data dasar skala 1:250.000 dari BAKOSURTANAL. Pemetaan multihazard yang dilakukan oleh GTZ meliputi rawan bencana longsor, banjir, bahaya gunung merapi dan gempa bumi. Metodologi sederhana yang digunakan cenderung menghasilkan area bencana yang besar seperti kriteria buat banjir yang hanya menggunakan parameter ketinggian di bawah 5 meter daerah bekas tsunami, dan bekas rawa. Padahal diketahui bahwa selama ini hujan selalu menjadi penyebab utama banjir dimanapun di kota-kota besar di Indonesia (Santoso, 2006).
Atas kerjasama GTZ dan
Peran Data Geospasial untuk Perencanaan Infrastruktur Jalan dan Energi
Untuk perencananaan infrastruktur jalan, data geospasial yang paling diperlukan secara umum adalah data titik tinggi geodesi ataupun titik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar