1. Pendahuluan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) memiliki wilayah seluas 57.365,57 Km2 terbentang pada posisi geografi 94o58’-98o17’ Bujur Timur dan 01o57’- 06o08’ Lintang Utara, dengan wilayah laut yang merupakan Zona Ekonomi Exclusif (ZEE) seluas 534.520 km2. Potensi sumberdaya alam terdiri atas kawasan hutan lindung 26.440,81 Km2, kawasan hutan budidaya 30.924,76 Km2 dan ekosistem Gunung Leuser seluas 17.900 Km2, dengan puncak tertinggi pada 4.446 m diatas permukaan laut dan dianugerahi kekayaan mineral dan gas yang melimpah. Terdapat sekitar 35 buah gunung dan 73 sungai dengan beberapa sungai besar seperti sungai krueng raya, sungai krueng yang terbagi atas sekitar 19 Daerah Aliran Sungai (DAS).
1.2. Otonomi Daerah dan Pendapatan Daerah
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan membawa nuansa baru bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah sebagai wilayah otonom. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan sekaligus kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan rakyat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk membuka peluang investasi untuk pemberdayaan ekonomi daerah dan pengelolaan sumberdaya alam sebagaimana di atur dalam pasal 17 ayat a, b, dan c.
Dalam upaya pemberdayaan ekonomi wilayah, daerah mesti memperhatikan basis ekonomi di masing-masing daerah yang salah satunya adalah potensi sumberdaya alam (SDA). Otonomi daerah memberi peluang yang sangat besar untuk memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dengan tujuan utama memberdayakan ekonomi rakyat.
Berdasar ketentuan pasal tersebut di atas, daerah otonom mempunyai kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya dan pelestarian sumberdaya alam daerah. Artinya selama ini pengelolaan smberdaya alam bersifat sentralistik seperti pemberian ijin HPH, atau eskplorasi tambang dan minyak bumi di tetapkan langsung oleh pusat dan akibatnya daerah yang menjadi lokasi eksplorasi tidak menikmati hasilnya secara optimal.
Ketersediaan sumberdaya alam adalah berkah bagi suatu daerah. Daerah dapat memperoleh pendapatan dari dana perimbangan bagi hasil sumberdaya alam. Penerimaan dari sumberdaya alam meliputi bidang pertambangan umum, pertambangan minyak dan gas alam, kehutanan, perkebunan dan kelautan. Dengan wewenang yang dimiliki tersebut, mendorong daerah berlomba-lomba untuk berupaya semaksimal mungkin menarik manfaat sebesar-besarnya dari sumberdaya alam yang tersedia bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran daerah. Apabila hal ini tidak dikendalikan oleh daerah itu sendiri, yang terjadi adalah perusakan sumberdaya alam yang semakin besar. Bahwa adanya otonomi daerah memang memberi peluang investasi di daerah khususnya dalam melakukan eksplorasi dan eskploitasi kekayaan alam baik darat maupun laut. Namun perlu juga diketahui bahwa daerah juga bertanggung jawab untuk melakukan konservasi dan menjaga keserasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan. Rusaknya sumberdaya alam suatu daerah menjadi beban bagi daerah tersebut untuk mengatasinya.
Sehingga selayaknya peningkatan otonomi daerah juga makin memberi peluang peningkatan kemampuan daerah dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam daerah untuk kemakmuran rakyat sekaligus mencegah dan merehabilitasi kerusakan lahan. Daerah sendirilah yang kondisi keharmonisan kehidupan masyarakat sekitar dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumberdaya alam. Eksploitasi besar-besaran sumberdaya alam yang mengakibatkan kerusakan lingkungan pada akhirnya juga menyengsarakan masyarakat sekitar. Sebaliknya kelestarian sumberdaya alam akan menambah daya tarik wilayah dan para investor tentunya akan tertarik menanamkan modalnya dan ekonomi daerahpun dengan sendirinya dapat ditingkatkan.
Untuk mendukung pemanfaatan sumberdaya alam bagi peningkatan pendapatan daerah sesuai peraturan yang berlaku sekaligus dalam rangka menarik para investor, diperlukan informasi keruangan tentang potensi dan sebaran sumberdaya alam daerah. Sistem informasi keruangan ini lebih dikenal sebagai Sistem Informasi Geografi (SIG). Adanya SIG memungkinkan daerah mendapatkan sistem pendukung pengambilan keputusan (Decision Support System) berorientasi objek yang sebenarnya di lapangan. Sistem tersebut dapat berjalan optimal manakala infrastruktur data spasial seperti keberadaan data spasial, sumberdaya manusia, perangkat keras dan perangkat lunak (software) di daerah juga tersedia.
1.3. Infrastruktur Data Geospasial dan Peluang Investasi
Infrastruktur adalah sarana dan prasarana untuk menghasilkan, mengedit, memanipulasi dan menampilkan data geospasial. Sementara data geospasial berarti data dan informasi keruangan (spasial) yang mempunyai referensi kepermukaan bumi (referensi geografi bumi). Secara umum data geospasial terbagi tiga, yaitu data yang berbentuk raster seperti foto udara dan data satelit; data berbentuk vektor seperti peta topografi digital dan; data berbentuk tiga dimensi seperti Digital elevation Model (DEM) atau bentuk 3 dimensi permukaan bumi.
Untuk mengelola SDA yang ada di daerah diperlukan tidak saja modal yang diharapkan datang dari para investor baik lokal maupun luar negeri, namun juga kesiapan infrastruktur penunjang lainnya di daerah baik fisik maupun peraturan-peraturan pendukung. Salah satu sarana penunjang investasi adalah kesiapan akan infrastruktur data geospasial. Infrastruktur data geospasial yang baik dapat menjamin informasi tentang potensi dan sebaran sumberdaya alam secara akurat.
Sebagaimana diketahui, pasca gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004 wilayah NAD seperti layaknya ”bank data geospasial” berbagai bantuan dan produk pemetaan dalam berbagai format beredar, mulai dari pemotretan foto udara yang menghasilkan data mentah (raw data) berupa foto udara dijital dan data topografi digital (Topographic Line Map –
Dalam konsep pembangunan Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN), yang menjadi komponen utama peningkatan kemampuan daerah (capacity building) adalah aspek kelembagaan, peraturan hukum dan perundang-undangan, data utama, sumberdaya manusia, serta kegiatan penelitian dan pengembangan. Peraturan Presiden Republik Indonesia (PP) nomor 85 tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional pada hakekatnya dimaksudkan agar penyelenggaraan pembangunan infrastruktur data spasial di daerah dapat tertata dengan baik dan dapat dikelola secara terstruktur, transparan dan terintegrasi dalam suatu jaringan nasional. Sehingga memudahkan pertukaran dan penyebaran data antar instansi pemerintah maupun ke non-pemerintah dalam hal tata tertib dan aturan main masalah pengelolaan data geospasial nasional.
Infrastruktur di propinsi NAD sendiri sebenarnya cukup mendukung program pembangunan IDSN, keterlibatan lembaga pemerintah daerah seperti BAPPEDA dan dinas atau badan di propinsi NAD cukup besar dalam pembangunan jaringan antar dinas/badan di propinsi Banda Aceh.. Keterlibatan NGO sangat membantu peningkatan kapasitas kemampuan daerah dalam pengembangan infrastruktur data spasial. daerah
1.4. Sekilas Peran Sumberdaya Alam bagi Daerah
Pentingnya sumberdaya alam (SDA) dapat diwakilkan dari pendapat seorang ahli geopolitik abad ke 19 Frederich Ratzel, yang menyatakan bahwa “negara dapat dianalogikan sebagai suatu organisme yang memerlukan ruang hidup, semakin tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar kebutuhan dukungan SDA yang diperlukan”. SDA seperti hutan, air, ikan, terumbu karang, gas, minyak dan lain-lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup seluruh manusia di mana pun mereka berada. Pengelolaan SDA yang baik tidak saja memberikan manfaat bagi kesejahteraan manusia, namun juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa. Sebaliknya berkurangnya SDA akibat degradasi berdampak besar bagi kelangsungan hidup manusia secara umum.
Bagi bangsa Indonesia sumberdaya alam memiliki peran ganda, disatu sisi digunakan sebagai tulang punggung ekonomi nasional dan di sisi lain sebagai penopang sistem kehidupan sosial masyarakat. Hasil hutan, hasil laut, pertambangan dan pertanian misalnya selain menyerap tenaga kerja dari total angkatan kerja yang ada juga memberikan kontribusi Produk Domistik Bruto (PDB). Namun, akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang mengedepankan pola produksi agresif, eksploitatif dan ekspansif, tanpa memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan pembangunan lingkungan (environmental development) menyebabkan fungsi SDA sebagai penopang ekosistem lingkungan hidup semakin menurun. Adanya penolakan dari sebagian elemen kemasyarakatan atas diberlakukannya UU No. 39 tahun 2005 tentang tanah untuk pembangunan dan UU No 7 tahun 2004 tentang pengelolaan sumberdaya air sebagai bukti ketidakpuasan dari sebagian masyarakat atas eksploitasi sumberdaya alam untuk mendukung pembangunan berkelanjutan
Beberapa masalah yang muncul belakangan ini ibarat bom waktu akibat kerusakan SDA nasional sejak periode 1980-an, selisih antara pemakaian dan cadangan menghasilkan saldo negatif dalam satu periode tertentu. Apalagi masih saja ada yang berpikir bahwa langkanya BBM dan degradasi hutan, yang rutin terjadi disinyalir lebih kepada minimnya persediaan sehingga perlu ditingkatkan lagi eksplorasinya. Hal ini bisa dilihat dari kasus kelangkaan bahan bakar minyak yang hampir tiap tahun selalu terjadi di beberapa wilayah. Meski pemerintah berkali-kali menghimbau masyarakat untuk tidak panik dan menjamin akan segera teratasi, tetap antrian panjang masih terlihat dan masih sering dikeluarkan kebijakan tentang pembatasan pembelian BBM tiap akhir tahun.
Akhir-akhir ini beberapa instansi terkait pengelolaan SDA telah melakukan pemetaan dan perhitungan neraca sumberdaya alam nasional dalam bentuk tabel statistik analog sebelah menyebelah (diskonto). Neraca SDA diartikan sebagai alat timbangan yang digunakan untuk mengetahui besarnya cadangan awal SDA (hutan, lahan, air dan mineral) yang dinyatakan sebagai Aktiva, dan besarnya pemanfaatan yang dinyatakan sebagai Pasiva, sehingga perubahan cadangan dapat diketahui sebagai besarnya sisa cadangan dan dinyatakan sebagai saldo dalam suatu wilayah per waktu tertentu.
Untuk menjamin keberlangsungan pembangunan SDA dalam jangka panjang maka pengarusutamaan prinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable development) di seluruh sektor, baik pusat maupun di daerah, menjadi keharusan. Sustainable development maksudnya adalah upaya memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengurangi atau mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang. Pilar utama prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu: secara ekonomi menguntungkan (economy viable), secara sosial diterima (socially acceptable), dan ramah lingkungan (environmentally sound).
Kebijakan
Barangkali hali ini bisa difahami mengingat
Kebijakan semacam ini dikenal sebagai kebijakan pengembangan ekonomi dengan mengandalkan pengetahuan (Knowledge based economy), menggantikan ketergantungan akan sumberdaya alam (Resources based economy) yang tidak dapat lagi di andalkan lantaran terus mengalami degradasi. Bahkan eksplorasi sumberdaya alam cenderung memunculkan perusakan lingkungan yang ujungnya merugikan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar