Setelah tiga hari berdemontrasi ke BRR tanpa membuahkan hasil, para pendemo yang berjumlah 300 orang pergi ke pendopo kantor gubernur. Para pendemo tetap menuntut dana rehabilitasi rumah sebesar Rp. 15 juta yang susah dipenuhi BRR. Menurut informasi internal BRR, agak susah bagi BRR memenuhi dana tersebut yang jumlahnya tidak kurang dari Rp. 1.5 trilyun belum lagi tuntutan para pendemo yang meminta dimasukkan beberapa desa dan wilayah yang belum terdata. Yang pasti berapapun dana yang dikucurkan pasti tidak akan cukup apabila data jumlah penerima bantuan tidak akurat. Wajar kepala BRR tetap bersikeras bahwa tidak mungkin melakukan pendataan ulang pada saat ini dan keputusan jumlah tersebut sudah final.
Dalam kondisi BRR seperti sekarang, memang agak susah mengumpulkan data yang akurat. Banyak hambatan yang ada seperti sikap mental karyawan BRR, kondisi geografis daerah gempa, mental penerima bantuan dan pelaksana kegiatan hingga keterbatasan dana. Sikap mental karyawan BRR sudah mulai berubah tidak seperti sedia kala awal-awal tahun 2006 dan 2006. Memasuki awal 2007 semangat mendedikasikan untuk membantu korban gempa dan tsunami mulai luntur. sebaliknya mulai terlihat banyak sekali kepentingan pribadi dan kelompok didahulukan daripada kepentingan rehab-rekon dan korban tsunami itu sendiri. Beberapa program yang hanya "paste copy" dan tidak mempunyai dampak langsung kepada pembangunan daerah atau pengungsi mudah sekali dikucurkan. Setiap unit di BRR amat suka mencari tenaga asisten (TA) yang membantu kegiatan. Mereka lebih suka mempekerjakan orang dengan proyek yang mudah didapat dari BRR daripada bekerja sendiri. Mesti grafiti dan pemberian dilarang, tetapi mereka tidak bisa menutupi pemberian tersebut. Ternyata gaji besar tidak menjamin mereka bekerja maksimal.
Kondisi geografi juga menjadi kendala sendiri untuk mendata kembali rumah yang rusak. Luasnya areal terkena dampak, periode waktu yang terus berjalan dan banyaknya pelaksana rekonstruksi dan jalan-jalan ya masih susah dilalui menyebabkan susah untuk menemukan kembali rumah-rumah yang rusak akibat gempa, terutama di daerah-daerah pantai Barat.
Yang paling parah adalah mental manusianya. meskipun mental adalah masalah pribadi, namun masalah mental menjadi kendala pula dalam pendataan ulang. Menurut informasi internal awal dat awal yang akan di beri dana rehab adalah sekitar 84.000 rumah, dengan rincian 64 ribu di propinsi NAD dan 20 rb di Nias. Saat dilakukan verifikasi ulang ternyata jumlahnya menyusut menjadi separuhnya atau sekitar 44 rb karena banyak penerima ganda. Besar danapun bervariasi mulai dari Rp 15 juta, Rp 12 jt, Rp 10 jt hingga Rp 2,5 juta tergantung besar kecilnya kerusakan. Untuk yang benar2 rusak dan hilang BRR telah menyediakan bantuan rumah. Sehingga BRR mengalokasikan dana hanya sekitar Rp 350 milyar. Karena berlarut-larutnya masalah entah kenapa dana akhirnya malah turun menjadi hanya Rp 90 Milyar, akan tetapi BRR sudah terlanjur membagi rata dana rehab sebesar Rp 15 juta ke wilayah Banda Aceh dan kabupaten Aceh Besar. Kontrol sosial yang seharusnya muncul diantara penerima bantuan tidak terjadi. Sebaliknya pelaksana kegiatanpun demikian. Sudah bukan rahasia umum kalau di NAD mungkin juga Nias kegiatan proyek selalu di sub kontrakkan. Dalam satu buah kegiatan bisa dua hingga tiga level sub kontrak. Satu rekan tim penulis pernah di tawari sub kontrak kegiatan land clearing senilai Rp 600 juta, pemberi hanya minta 10% atau Rp 60 juta entah berapa proyek sebenarnya. Demikian pula salah satu swasta bidang pendataan di banda aceh menerima sub kontrak senilai Rp. 1.5 M dari proyek senilai 3 M (terakhir katanya malah senilai Rp. 9 M). rekanan swasta tersebut sempat menanyakan ke rekan saya tentang besaran sebenarnya proyek tersebut karena kesulitan mengerjakan dan merasa dananya kurang. Herannya kenapa dia mau saja disub kontrakkan kegiatan tersebut.
Keterbatasan dana jelas. BRR sebagai lembaga adhoc secara berangsur mulai dikurangi dananya. Informasi bagian keuangan sekitar Rp 3 trilyun dana BRR tahun 2008 berkurang. dampaknay jelas pengurangn karyawan besar-besaran. Hingga akhir juni diperkiran 700 karyawan akan segera berakhir kontraknya.
Yang pasti untuk mengatasi tuntutan pendemo dari pantai barat itu Gubernur Aceh dan DPRA (DPRD) sendiri sudah turun tangan. Pemerintah daerah telah membuat rekomendasi ke BRR diantaranya meminta pendataan ulang, hasilnya akan diumumkan sekcara berkala di surat kabar secara terbuka, untuk yang benar-benar rumahnya rusak diberikan dana Rp 15 juta, pendemo diganti semua pengeluarannya selama berdemo di BRR. Tetapi mendengar bahwa sulitnya pendataan ulang sebagaimana saya utarakan di atas, mungkin agak sulit bagi BRR memenuhi rekomendasi tersebut. Mudah-mudahn ada jalan keluar.
Minggu, April 06, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar