Minggu, Februari 03, 2008

Kawan Saya Techang (itokazu)

Perasaan Lega dan sedih bersatu saat ketemu dua kawan lama beberapa waktu lalu, di Tokyo. Kami menghabiskan waktu hingga pukul 2 dinihari di sebuah restorant tradisional Jepang. Bukan romantisme ini yang menarik untuk ditulis tapi satu ucapannya yang membuat saya lega adalah, salah seorang dari mereka techang berkata “Dia memahami dan mengerti mengapa islam melarang umatnya meminum alkohol, karena memang alkohol lebih banyak merusak daripada manfaatnya”. Hanya satu yang belum sempat saya jelaskan ke dia adalah pertanyaannya “Ia sudah faham akan bahaya alkohol terhadap tubuh, namun dia belum bisa mengerti kenapa Islam melarang makan babi”. Menurutnya babi itu makanan yang enak bermanfaat buat tubuh, disediakan buat manusia. Kenapa yang baik juga di larang ?. Lanjutnya “Alkohol dilarang karena ada proses manusia untuk menambah kadar alkohol sehingga bisa membahayakan tubuh, sementara babi tak ada peran manusia didalamnya apa nya yang salah dari babi?.

Lega, karena akhirnya dia bisa menemukan kebenaran dari sikap saya yang menolak minum alkohol. Memang kuliah kami sering bersama, dia selalu mengoda saya untuk minum alkohol tetapi selalu saya tolak. Mesti saya tak pernah membacakan satu dalil alquran pun tentang itu, apalagi mengajaknya tak minum. Kami biasa bertemu dikampus rutin selama dua setengah tahun. Kawan tetap praktekum dan survey lapangan hingga riset, Ia kerap mampir kerumah untuk sekedar menikmati teh Java. Ia pula yang telah menyempatkan diri menemani saya menjemput keluarga di Narita, membantu kepindahan ke apato, mencarikan kendaraan, dan berbagai nilai persahabatan lainnya yang telah saya dan keluarga terima selama di jepang. Boleh dibilang ia telah menjadi sahabat Jepang pertama saya & keluarga, bahkan saking dekatnya kita saling memanggil dengan sebutan nama kecil. Dari proses pergaulan itulah Ia tak sengaja mengenal isla. Dia sendiri boleh dibilang tidak beragama, sebagaimana umumnya orang Jepang. Dia juga banyak tahu tentang amalan-amalan di Islam seperti sholat, termasuk ketentuan islam tentang larangan minuman beralkohol, makanan-halal, dan pakaian. Sesuatu yang selama ini dia, dan kemungkinan orang jepang pada umumnya, tak pernah tahu. Tentu bertolak belakang dengan realitas hidup mereka yang tak lepas dari informasi tiap harinya.

Sedih, karena mungkin penjelasan saya tentang babi dan makanan haram (tidak halal) ternyata tak memuaskannya selama ini. Apalagi saat ini hubungan saya dan dia tak seperti dahulu lagi yang mempunyai banyak waktu bertemu. Saat ini sebagai dosen di Nagoya University, tentunya dia sibuk, pertemuan inipun dalam rangka seminarnya di Tokyo dan ia minta saya membantunya mengedit draf papernya yang dia tulis dalam bahasa Inggris. Seandainya dia muslim tentu penjelasan saya akan mudah ditangkap. Karena berbeda halnya dengan seorang muslim yang berangkat sesuatunya dari keyakinan akan kebenaran agama islam, sehingga segala pencarian dan penemuannya yang terlihat tak logis akan dikembalikan kepada keyakinan dasarnya. Sementara bagi non muslim mencari dan mendapat keyakinan setelah menemukan fikiran dan penjelasan yang logis.

Oleh karena itu, menurut saya pribadi, kebenaran agama itu nilainya subjectif bukan objektif. Sebagai mana diklaim orang. Kita tak bisa memaksakan kebenaran Islam kepada orang non Islam. Islam subjektif karena hanya diakui dan diyakini benar oleh penganutnya. Seorang baru mendapakan keyakinan penuh tentang islam manakala dia telah sepenuhnya menjadi islam. Sehingga wajar seorang missionaris, mesti pun banyak pengetahuannya tentang islam (islamologis) dan mendapatkan hal yang logis dalam agama islam, karena dasarnya tak yakin maka tetap tak menjadi islam.

Tidak ada komentar: