Rabu, Desember 31, 2008

Banjir dan Masalah Air Tawar

Setelah tsunami, banjir yang secara periodik terjadi di Indonesia, ternyata merupakan bencana alam yang paling banyak menimbulkan korban daripada bencana alam lainnya. Curah hujan yang tinggi diduga sebagai penyebab utama terjadinya banjir. Kekhawatiran akan adanya penggenangan akibat curah hujan yang tinggi dan kelangkaan air akibat kurangnya hujan cukup beralasan, mengingat terdapat batas yang tegas antara musim penghujan dan musim kemarau di Indonesia. Konsep penanggulangan banjir dengan memahami karakteristik air hujan sebagai sumberdaya air tawar tersedia terbesar sudah sepatutnya dipikirkan. Lewat pemanfaatan penginderaan jauh seperti data satelit dan foto udara dapat disediaakan data dasar yang menunjang rencana tersebut.

Baru saja Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) memperingati 4 tahun terjadinya bencana alam Tsunami. Sejanak merefleksi ternyata, Bangsa Indonesia dalam lima tahun belakangan ini tampaknya tidak lepas dari adanya bencana alam. Pertama di penghujung tahun 2004, sekitar pukul 8.40, tanggal 26 Desember 2004 wilayah paling barat Indonesia, propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) terjadi gempa bumi berkekuatan sekitar 8.7 skala richter disusul dengan datang gelombang pasang tsunami yang menimbulkan korban jiwa ratusan ribu orang serta ratusan ribu lainnya mengungsi termasuk berbagai kerusakan fisik wilayah NAD tersebut. Memasuki tahun 2005, gempa sejenis dan tsunami masih kerap terjadi di sepanjang kepulauan Sumatera dan kepulauan Nias yang juga menimbulkan korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Belum lagi lepas dari kepedihan akibat bencana di bumi serambi mekah dan kepulauan Nias tersebut, kembali pertengahan 2006 bumi Jogjakarta dilanda bencana serupa gempa bumi yang juga menimbulkan korban jiwa dan berbagai kerugian materi.

Selain gempa bumi dan tsunami yang belakangan terjadi, bencana alam banjir merupakan bahaya laten bagi beberapa wilayah Indonesia termasuk termasuk ibukota Jakarta. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB dahulunya BAKORNAS - PB) dalam kurun waktu 1998 sampai 2004 jumlah kejadian banjir di wilayah Indonesia tercatat 402 kejadian banjir dengan jumlah korban meninggal dunia yang cukup banyak yaitu sebanyak 1.144 orang. Sementara menurut data BPS tahun 1990, sejak tahun 1987 hingga 1989 jumlah korban akibat banjir sekitar 1.827.681 orang. Jumlah ini jauh lebih besar daripada bencana alam lainnya seperti letsan gunung berapi, gelombang pasang dan kecelakaan perahu dan gempa bumi.

Banjir yang belum lama ini melanda Pati, Grobogan, Semarang Kudus, Pekalongan, Tuban dan wilayah sepanjang pantai utara (Pantura) mengakibatkan sedikitnya 26 orang tewas serta kerugian materi yang tidak ternilai. Peristiwa banjir tersebut diduga akibat hujan yang terus menerus turun, sementara sungai dan tanggul yang ada tidak mampu menahan limpahan air hujan tersebut sehingga meluap menggenangi daerah sekitarnya.

Ketidak mampuan sungai dan tanggul untuk menampung volume air hujan, secara tidak langsung disebabkan oleh rusaknya daya dukung sumberdaya alam daerah hulu, terutama rusaknya kondisi hutan dan vegetasi lainnya serta penggunaan lahan yang kurang memperhatiakn prosentase daya serap tanah terhadap air. Sehingga terjadi limpasan air yang lebih besar dari capasitas daya tampung air oleh sunggai dan tanggul yang ada. Selain faktor daya dukung sumberdaya alam, beberapa daerah memang mempunyai topografi yang rawan banjir, seperti kasus banjir yang terjadi diwilayah Kalimantan Barat

Namun ironisnya, karena perbedaan musim yang tegas maka fenomena banjir di musim hujan selalu dibarengi dengan adanya bencana kekeringan di musim kemarau. Bencana kekeringan bukan hanya terjadi di wilayah-wilayah Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara dan kepulauan disekitarnya teta[i juga terjadi di bagian tengah dan Barat Indonesia. Padahal apabila kita mau, maka kelebihan air pada musim hujan dapat dimanfaatkan untuk disimpan menghadapi musim kemarau. Pembuatan sumur resapan ataupun danau buatan adalah salah satu upaya menahan kelebihan air musim hujan untuk musim kemarau...

Tidak ada komentar: